Bab 32 Terpuruk

7.3K 387 2
                                    

Nandia, wanita berambut ungu itu sangat bersemangat mendandani Mila bak putri di dunia dongeng. Malam ini adalah acara pembukaan perusahaan yang dinaungi Alister, sebuah pesta yang dihadiri orang-orang penting. Makan malam dan dansa membuat Mila sangat antusias untuk menghadiri acara itu, maklum dia tidak pernah datang ke acara seperti itu.

Nandia bersama suaminya mendampingi Ibunya menyapa tamu-tamu. Nenek tua itu walaupun sudah penuh uban rambutnya tetap saja dia menjadi pusat perhatian di acara itu. Sangat dihormati.

Para tamu yang datang merupakan orang-orang penting dari kalangan atas, beberapa pasangan tampak berdansa menikmati alunan music. Para wanita tampak anggun dalam gandengan pasangannya. Tidak seperti Mila yang tampak jenuh dengan acara itu, awalnya dia antusias tapi karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Mila merasa asing di sana.

"Mila, kenapa di sini? Harusnya kamu nemenin Pak Alister berkeliling menyapa undangan." Jovanka menghampiri Mila yang duduk di sudut.

Mila menoleh. "Ini maaf lho, Mbak. Aku tuh kurang nyaman di sini. Rasaku beda dengan apa yang kubayangin. Lebih enak pesta di kampungku."

Jovanka menatapnya geli. "Dari semua orang yang pernah aku jumpain cuma kamu lho yang bilang gitu. Biasanya orang lebih suka acara kalangan atas."

Mila menggeleng. "Coba Mbak dateng ke kampung aku. Rameee banget tahu, ada biduannya lagi."

Kata-kata Mila terdengar polos dan tidak berpura-pura. Pantas saja Bos besarnya kepincut wanita ini. Jovanka pikir karena menikah dengan Alister Bagaskara akan membuat wanita kampung ini menjadi lupa diri. Tidak seperti Kezia, yang sekarang menemani Alister menyapa tamu-tamu seakan dialah istri Alister. Jovanka bergidik, bisa-bisanya dia memberikan undangan pada Kezia.

Mila menatap dari kejauhan Alister yang masih sibuk bercakap-cakap dengan kenalannya. Sepertinya Alister lupa keberadaan dirinya di sini.

"Mila, aku kira gak dateng. Ternyata kamu di sini," laki-laki bertubuh tinggi dengan punggung tegak mendekati Mila. Tanpa menoleh pada Jovanka.

"Kamu juga diundang toh." Mila menyambut dengan senyum lebar. "Aku tuh kecapean dari tadi keliling sana-sini. Makanya istirahat sebentar di temanin Mbak ini." Mila berdalih, berpura-pura capek agar tidak terlihat dia sangat menyedihkan di pesta ini. Mana mungkin dia bilang kecewa karena Alister lebih memilih bersama Kezia daripada mengajaknya berdansa.

"Capek jalan-jalan apa capek duduk." Fabian mengolok-olok. "Jo, kamu gak akan menyia-nyiakan pesta ini untuk mencari pasangan kan?" Fabian menoleh pada wanita bertubuh ramping dengan tulang pipi yang tegas itu.

"Aku pikir Mila butuh teman, makanya aku duduk di sini." Wajah Jovanka tersenyum melihat Fabian. Dalam hatinya mengagumi pria tampan itu. Tapi mata Fabian seolah menyuruh Jovanka untuk meninggalkan mereka berdua.

"Mila aku tinggal ya, siapa tahuaku beruntung mendapatkan pasangan di pesta ini." Jovanka dengan berat hati meninggalkan mereka. Kemudian Fabian duduk menempati bangku Jovanka tadi, di sebelah Mila.

"Good luck Jo." Mila memberi semangat, lantas kembali melihat ke arah Alister yang masih di posisi yang tadi.

"Sok bahasa Inggris," Ledek Fabian.

"Sekali-kali boleh dong." Mila menjawab lalu terdiam lagi.

"Kamu cemburu?" tanya Fabian, mengikuti arah mata Mila. "Gimana perkembanganmu? Kamu sudah melakukan yang kusuruh?"

"Deketin Mas Alister? Gimana aku mau main-main sama dia, Bian. Dia yang main-main sama aku." cetus Mila. Fabian terkekeh geli. "Lihat aja sekarang, dia malah seneng banget bisa gandengan sama Mbak Kezia," kata Mila masam. Melihat Alister dan Kezia kini bergandengan ke arah kerumunan dansa.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang