Bab 27 Manusia biasa

6.1K 344 3
                                    


POV: Alister.

"Gimana keadaan kamu?" Sebelum aku pulang selalu pertanyaan itu yang keluar. Keiza cedera karena aku, bukan hanya kakinya yang cedera tapi hatinya juga. Beberapa hari ini aku menemani Kezia di rumah sakit dan baru hari ini dia bisa pulang ke rumahnya. "Kamu mau apa aku bawain besok?" wajah Kezia lebih berekspresi daripada kemarin-kemarinnya.

"Kamu mau pulang? Masih inget kan janji kamu menceraikan Mila, kamu yang bilang gak cinta sama dia. Jadi jangan kelamaan mempertahankan pernikahan itu." Ujar Kezia, pertanyaanku belum dia jawab udah ngasih ultimatum aja.

Padahal aku sudah menelpon Mila untuk menjemputnya, tapi Kezia sepertinya belum mau aku pulang. Oma bisa marah kalau begini. Kali ini aku tidak bisa mengecewakan Kezia, dia dan Mila sudah cukup menderita. Lalu bagaimana dengan aku? Aku mencari perasaanku pada Kezia yang mulai memudar. Aku yakin perasaan itu masih ada. Tapi, aku belum sanggup kehilangan Mila.

Jahat? Tapi aku ini manusia biasa.

"Lagi aku persiapkan. Aku sudah menyuruh Jo mengurusnya," jawabku lembut sembari mengelus pipinya. "Cepat sembuh sayang, aku takut waktu itu kamu terjadi apa-apa." Aku melayangkan ciuman pada pipinya. Kezia tersenyum memandangku, rona bahagia kembali terpancar di wajahnya.

"Kamu gak usah merasa bersalah sama dia. Kasih aja perempuan itu uang, beliin dia rumah. Pasti dia terima, anggep aja itu uang pensiun dia." Lagi-lagi Kezia menekanku dengan rengekannya. Aku menghindari tatapan matanya. Kalau uang bisa menyelesaikan semuanya... sayangnya Mila bukan perempuan matre.

"Iya nanti aku pikirin."

"Kamu gak tidurin dia lagi, kan? Tahan hasrat kamu itu, jangan kayak laki-laki hidung belang."

"Zia..." Tegurku, menoleh padanya. Tenggorokanku kering saat ingin memarahinya. Kezia sakit itu karena salahku. Melihatnya berbaring saja aku tidak tega.

"Aku sakit hati Ali ngebayangin kamu tidur sama dia. Satu kamar sama dia, grepek-grepek perempuan lain. Rasanya itu pengen jambak-jambak rambut dia."

Aku membuat Kezia duduk menghadap di depanku. Menatap matanya, membelai pipinya dengan ibu jariku. Kezia wanita cantik yang aku cintai dan aku ingin bersamanya seumur hidupku. "Aku akan menceraikan Mila." Ucapku. Dengan lembut aku menempelkan bibirku pada bibir ranum ini, memberinya ketenangan. Tapi bayangan Mila menggangguku. Dengan keras kepala aku berusaha menyingkirkan kenangan-kenangan saat aku menyentuh istriku.

"Aku juga perempuan," kata itu keluar dari Mila, aku tahu apa arti ucapan itu. Kilasan adegan-adegan kami muncul di saat aku sedang menciumi Kezia. "Tutupn dong matanya aku kan malu." Shitt... Wajah malu-malu Mila selalu membuatku terhipnotis.

Aku tegaskan aku menikahi Mila karena hasrat dalam diriku padanya, bukan karena cinta. Kalau pun ada perasaan pada Mila itu hanya simpati. Terkadang seks dan cinta tidak sejalan, dan aku tidak bertanggung jawab atas hati Mila yang hancur. Karena aku dan dia punya perjanjian. Dan aku akui hasratku pada Mila semakin menggila saat di dekatnya.

Perhatianku kembali pada Kezia yang lebih dominan menyentuhku. "Zia," aku menarik bibirku dari gigitan-gigitan menggodanya. "Kamu masih sakit sayang. Harus banyak istirahat."

"Aku udah sehat kok." Kezia meyakinkan, dia ingin melanjutkan. Ya... Kalian tahu? Wajahnya merona karena terlalu agresif. Bukan seperti Mila yang malu-malu.

"Kita gak bisa melanjutkannya, kamu harus istirahat dan aku harus pulang." Aku mencium keningnya dan sekarang wajahnya seperti kucing yang ingin mencakar wajahku. Aku hanya tersenyum lalu berjalan ke arah pintu. Saat aku sampai di depan mobilku, aku melihat Fabian yang baru keluar dari mobilnya.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang