bab 3 Om namaku Karmila

10.5K 617 4
                                    


POV: Alister.

Malam ini aku mendatangi club malam langgananku, atas undangan khusus dari Tanaka. Dia si pemilik Club itu, dia selalu memberiku service VVIP. Ya, karena aku mampu membayar untuk harga yang ia berikan dengan persyaratan yang aku ajukan.

Mendengar penuturannya di telpon membuatku bergairah. Mana ada laki-laki yang menolak wanita masih virgin dan polos. Apalagi dia cantik. Katanya sih cantik...

"Inget ya, saya nggak mau kecewa. Kalau ternyata barangnya nggak sebagus ucapan kamu, tahu kan akibatnya?"

Wanita itu mengangguk lalu tertawa lebar. Si penyalur wanita malam ini berkata. "Barangnya asli masih ori, banyak bonusnya lagi. Jamin deh sesuai harga. Aku tahu kamu kan suka yang virgin. Umurnya juga masih muda."

Banyak bonusnya, yang kayak gini nih yang aku suka. Tanaka paling tahu selera aku, apalagi daun muda. Aku hanya booking wanita yang masih virgin, untuk jaga kesehatan saja. Paling nggak suka yang udah bekas orang.

"Sengaja aku simpen dia buat kamu. Banyak banget pelanggan yang minta dia, tapi cuma aku kasih sama kamu." Kata perempuan bermake-up tebal ini. Itu karena aku pengacara, setiap dia punya masalah ngadunya sama aku.

"Good, cek sudah aku sediain. Kirim dia ke hotel yang aku pesan," ucapku tertawa sambil menaikan wine di tanganku lalu meneguknya. Wanita di depanku terlihat senang, mungkin membayangkan nominal di dalam cek yang akan aku berikan.

Tanpa sadar aku meneguk habis minuman bening di gelasku. Semakin panas mendengar ucapan Tanaka.

Aku membawa mobil hitam mewahku, membelah kota Jakarta. Lumayan jauh dari club malam tadi hotel yang kupesan. Walaupun dia seorang pekerja malam, aku akan menghargai dia sebagai teman semalamku. Memberinya kamar mewah yang tidak akan bisa ia dapatkan dengan gajinya.

Tenang saja wajahku tampan dan banyak yang mengagumi. Gadis belia itu tidak akan menyesal bertemu denganku sebagai yang pertama membelah durennya. Aku mempercepat setiran mobilku. Setelah memarkirkan mobil, lalu masuk ke lift menuju kamar 402.

🌹🌹🌹

Mataku berbinar-binar, sesuai dengan ekspektasi. Gadis itu terlihat bening dan polos. Mataku sibuk memperhatikan satu-persatu yang ada pada dirinya. Alisnya natural tanpa pensil alis, rambut panjangnya bergelombang dibawah dibiarkan terurai. Tubuhnya gemetaran, gadis itu tertunduk dengan jari-jarinya saling beradu. Kelihatan sekali ini yang pertama untuknya.

"Kamu udah siap? Mau buka sendiri apa perlu aku bantu." Aku melepas jas hitamku lalu duduk di tepi ranjang, menumpukkan kaki kanan ke atas kaki kiri. Masih setia menatapnya yang berdiri di depanku. "Kamu sudah tahu kan tugas kamu apa?" Sedikit kesal karena dia tidak memberikan respon.

"Angkat kepala kamu, aku mau liat jelas muka kamu."

Wanita itu masih diam saja tanpa mengangkat kepalanya melihatku. Aku masih berbaik hati tidak langsung menerkamnya, dia terlihat masih terlalu muda untuk pekerjaan ini. Aku berjalan ke arahnya, menyentuh lengannya. Tubuh gadis ini bergidik gugup. Aku suka menjadi yang pertama menyentuh wanita. Ekpresi dan sikapnya natural... pasti akan mendesah dengan nikmat.

"Nama kamu siapa? Punya mulut kan?" Tunggu aku bernada tinggi dia baru mendongak melihat ke arahku.

"I--iya Om."

Aku berdehem kuat, dia manggil apa tadi? Om? Dikira setua itu muka aku ini. Aku menarik kemeja putihku keluar dari celana denimku, sengaja dua kancing kemejaku dari atas terbuka. Terdengar dari suara dia lemas sekali, kayak nggak makan dua hari. Apa nanti dia kuat mengimbangi aku di atas ranjang.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang