Bab 41 Kata Maaf

7.1K 357 0
                                    

POV Alister.

Aku berdiri menahan amarah, kedua tanganku mengepal di bawah. Tanpa mempedulikanku Mila turun menemui laki-laki lain, sesuatu menyelinap di hatiku dan meremasnya tanpa ampun. Dan dengan bodohnya aku tetap di sini berpikir dia akan kembali, aku cemburu.

Aku meruntuki diriku, logika menyuruhku pergi tapi apalah daya hati ini masih ingin bertahan untuk memilikinya lagi.

Petir terus menggelegar membuat pikiranku semakin tidak tenang, apa yang dia lakukan bersama pria itu? Bahkan untuk mengintipnya pun aku tak sanggup, aku tidak mau ada orang lain yang membuatnya bahagia selain aku.

"Aaaaaa..." Jeritan dari bawah cukup keras, aku tahu itu suara Mila. Tapi kakiku berat untuk melangkah, aku sangat cemburu hingga tak ingin melihatnya bersama pria lain.

"Aaaaaa." Jeritan kedua reflek membuat kakiku menuruni anak tangga tergesa-gesa. Sementara kilatan petir di luar terus bergemuruh disusul lampu yang tiba-tiba mati. Mila takut hujan, takut gelap...

"Milaaa..." petir menyambar lagi, tubuh Mila berjengit dan menutup kuping. Dia masih menjerit-jerit pelan bersahutan dengan suara petir. "Tenang sayang, ada aku di sini." Aku merasakan tubuhnya gemetar dalam rangkulanku.

Tubuh Mila sangat lemah saat ini, aku tidak peduli dia menolakku. Yang kutahu aku ingin memeluknya memberikan ketenangan.

"Mila, kamu baik-baik saja?" suara laki-laki dari belakang dengan ekpresi sulit kubaca mendekat. Wajah Mila terlihat bingung, saat laki-laki itu ingin membuka mulut, mata kami bertemu.

"Biar kubantu--"

"Gak perlu, aku bisa." Aku mengangkat tubuh Mila dengan gaya bridal ke arah sofa. Aku tidak perduli siapa dia? Kenapa dia meninggalkan Mila sendiri di saat hujan dan mati lampu. Pria itu menarik nafas dalam-dalam mungkin menahan kesal.

"Aku bisa sendiri--" tubuhnya berjengit saat petir kembali menggelegar.

"Jangan bicara atau aku benar-benar akan marah," suaraku dominan padanya. Sekilas aku melihat mata Mila menatap pria di belakangku. Seharusnya wanita ini tahu aku sedang cemburu, bisakah dia membuat pria lain cemburu saat melihatku. Sial! Ingin rasanya aku membunuh pria itu.

"Namaku Elkana, kamu siapa? Darimana kamu datang?" Yang bernama Elkana menjulurkan tangannya. Aku berusaha ramah dengan tersenyum paksa. "Soalnya aku tadi gak liat ada orang lain selain kita berdua?"

"Alister Bagaskara, panggil Ali saja," ucapku dengan alis sebelah naik dan tatapan dingin. Dia menarik tangannya kembali karena aku tak menyambut salamannya.

Dia tak berbasa-basi lagi karena aku pun tak berminat membuka obralan.

"Mila, bagaimana kalau aku antar pulang. Sepertinya hujan akan semakin buruk." Suara Elkana tegas. Mila menatapku, dia belum menjawab seolah nafasnya tercekat di tenggorokan. Itu karena tatapanku yang tidak suka pria ini menawarkan menjadi supir Mila.

"Mila pulang dengan aku." Ucapku datar. "... Boleh aku tahu apa hubungan kalian?" tanyaku. "Sudah berapa lama kalian berkenalan?"

Dari sekian banyak pertanyaan di benakku, pertanyaan itu yang keluar. Pria itu memandangku sinis, sedang Mila--kalau wanita ini ketakutan dia tidak banyak bergerak.

"Kami kenal saat pernikahan Meira, suami Meira temanku." Jelas Elkana, aku mengangguk dengan sebelah alis naik. Aku tebak mereka hanya berteman.

"Oh begitu. Tapi Anda ini rajin banget bawa oleh-oleh nyamperin Mila. Apa ini gak kayak trik anak SMA? Oh... Atau endors ya, minta di promosiin?" kataku bernada mengejek. Tadi aku melihat di meja ada makanan saat mengangkat Mila.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang