Bab 44 Nafas

8.1K 402 9
                                    

POV: Mila.

Terlalu lama aku berkutat dalam kekecewaan, aku sadar tak akan ada kecewa yang mendalam tanpa cinta yang dalam. Aku hampir tak bisa bernafas, dengan patah hati yang masih berdetak. Ingatanku sangat jelas pada pesta malam itu, saat dia memberikan perhatian pada wanita lain... ya aku tahu dia Kezia wanita yang sangat dicintai Alister. Dan saat itu aku merasa tak diinginkan oleh Alister.

Kehadiran janin dalam kandunganku ternyata tak membuat sikap Alister berbeda, maka ketidakhadiranku pasti tidak juga berpengaruh padanya. Hingga aku kehilangan bayiku... Aku hancur...

Dan sekarang dia mengganggu hidupku yang sudah kutata kembali. Mengusikku tanpa seizinku, beraninya dia mencium bibirku.

Saat dia membopongku seperti karung beras, aku sadar dia selalu memperlakukan aku sesuka hatinya. Tanpa diingatkan aku tahu seutuhnya diriku sudah dibeli olehnya, aku mengumpati Om Danu dalam hati dia yang telah menjualku. Dia yang membuat hidupku berantakan.

"Aku masuk mobilmu karna terpaksa! Jangan pernah macem-macem atau aku akan  lompat." Nada suara ku masih rendah, aku sadar tidak bisa melawan Alister dengan membabi buta.

Dia tertawa. "Kamu semakin frontal bicara ya? Aku hanya mengantarmu pulang, atau kamu berharap aku mampir?" Aku meliriknya yang sedang terang-terangan menunjukkan wajah kemenangan.

Aku tergelak sinis. "Sinting! Kamu pikir aku masih Mila yang menjadi objek pelecehanmu lagi seperti dulu? Your Wish... "

"Begitu ya?" katanya hiperbola. "Alona apa temanmu itu sudah punya pacar?" Dia bertanya sambil fokus dengan setirannya. Aku tak berselera menanggapinya. Apa sekarang berniat ingin mendekati Alona?

"Kelihatannya Fabian sama Alona cocok." Komentarnya, sekilas dia menoleh padaku dengan tersenyum manis. Mungkin perjalanan ini akan membuatku muak dengan Ocehan-ocehan gilanya.

Aku membalas dengan wajah sedatar mungkin, sambil berpikir. Apa dia ingin menjodohkan Fabian dan Alona? Ingatanku kembali pada saat Fabian datang ke kantorku, dan tanpa berpikir aku menggunakan Fabian untuk membuat Alister marah. Ya Tuhan... celakalah aku.

"Mila... "

"Kenapa dengan ekspresimu itu?" Dia tersenyum.

Reflex kepalaku bersandar di jok, beberapa detik kemudian mataku terpejam. Alister pasti sudah tahu, ini pasti karena Fabian dan Alona pergi berduaan. Padahal aku sudah minta tolong pada Fabian untuk membantuku menjauh dari Alister. Benat-benar memalukan... Pantas saja brengsek ini bahagia.

Mataku terbuka saat tangannya mengelus-elus kepalaku. "Kamu gak pinter berbohong Mila." Ucapnya. Dan rasanya aku ingin loncat dari mobilnya.

"Jangan sentuh aku!" aku berteriak, menepis tangannya dari rambutku.

"Jadilah wanita penurut malam ini, atau aku akan menghukummu. Apa kamu sadar hari ini terlalu banyak kamu memancing emosiku?" Alister menatapku geram, dia membuang nafasnya kasar.  "Hampir saja Fabian jadi mayat malam ini."

Aku merasa ada gumpalan besar menempel di  dadaku. Dia memang sering membentakku, tapi seingatku Alister tidak pernah main tangan padaku. "Jangan berlebihan, aku hanya --" Aku bingung ingin bicara apa. "Lagian kehidupanku bukan lagi urusanmu. Kalau aku punya pacar atau gak itu hakku!"

Dia terdiam sejenak, lalu melihatku dan berkata. "Aku harus gimana, supaya kamu maafin aku?" Tangannya menarik tanganku untuk digenggaman. "Aku gak bisa kehilangan kamu lagi." Dia menambahkan setelah beberapa saat.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, jika aku berkata kasar lagi padanya emosinya akan semakin meluap dia akan sekejam iblis. Demi Tuhan... Aku ingin lari dari laki-laki ini, dia mempersulitku. Dia masih berpikir aku adalah boneka yang dibelinya dari tempat pelacuran. Aku tidak ingin percaya padanya, dia akan sangat berbeda jika sudah bersama Kezia. Membayangkan setahun ini mereka bersama membuatku muak.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang