POV: Mila.
"Ini kenapa kok ada bekas gigitan." Aku mengernyit melihat bercak kemerahan di leher. Aku mengangkat dagu dan mengamatinya di depan cermin. Ini biasanya ciptaan Mas Alister, tapi seingatku tadi malem dia tidak membangunkanku. Aku masih sadar sekali tadi pagi bangun dari sofa bukan dari atas ranjang.
"Mana mungkin Mas Alister kayak pencuri, diem-diem main sun-sun gitu aja. Pasti ini serangga." Heran rumah mewah seperti ini ada serangga. Aku membuka lemari mencari baju berleher, tapi sayangnya tidak ada. Yang kupunya hanya syal berwarna ungu.
Aku sangat bersemangat karena ini hari pertamaku kuliah. Sebenarnya sudah masuk dua Minggu lalu, tapi entahlah aku diloloskan tidak mengikuti ospek anak baru begitu saja.
Setelah mengenakan pakaian aku keluar dari kamar, menuruni tangga. Nafasku tersengal-sengal karena tenaga yang kuhabiskan dari lantai tiga ke lantai satu. Jika terus seperti ini betisku pasti membesar seperti kaki gajah.
"Nona, kenapa tidak menggunakan lift?" Sena muncul di depanku yang sedang menarik nafas. Lift? Apakah rumah ini ada liftnya? Lalu kenapa kemarin Mas Alister membawaku dari tangga. Aku mengerucutkan bibirku kesal.
"Ah... Aku sekalian olahraga Bu. Olahraga pagi-pagi sehat." Ucapku dengan senyum terpaksa. Lalu aku melanjutkan langkah ke arah ruang makan.
Mas Alister sudah duduk di bangku menikmati sarapannya dengan santai, sama sekali dia tidak membangunkanku tadi pagi. Wajahnya terlihat angkuh dengan pakaian jas mahalnya.
Leherku terasa sakit, tidur di sofa ternyata sangat berpengaruh pada leherku. Aku duduk di sebelah Mas Alister.
"Pagi Mas." Sapaku, tersenyum.
"Kamu lihat jam berapa sekarang?" Dia menunjukkan arloji mewahnya yang bertengger di pergelangan tangannya. Pukul setengah delapan, masih pagi kan?
"Iya, maaf aku kesiangan."
Seorang pelayan memberiku semangkuk bubur kacang hijau, aku mencium aroma jahe dan pandan.
"Makan. Itu baik untuk wanita yang ingin hamil," kata nenek. Melihat Mas Alister melirikku lalu aku menggeleng. "Aku ndak biasa Mbah makan bubur pagi-pagi. Biasa sarapan pakek nasi. Aku mau ayam goreng kayak di piring Mas Ali itu lho." Aku menatap piring Mas Alister. Ayamnya terlihat menggiurkan.
"Sena." Panggil Nenek pada pelayan itu. Mata mereka berkedip sebelum menukar menu makananku. Ayam goreng dengan nasi hangat, sangat nikmat. "Makan yang banyak." Ujar Nenek, tanpa sungkan aku melahapnya. Melihat nafsu makanku Sena menyodorkan sup kerang dan jus Apple hijau.
Aku menghabiskan semuanya dengan cara paling berisik. Sedangkan Tante Nandia melirikku sambil memakan sereal.
"Pelan-pelan makannya." Mas Alister memperingati dengan suara ringan. Matanya tertuju pada syal unguku, sangat cantik bukan?
Nandia mengangkat alisnya. "Mami sengaja menyuruh chef membuat menu makanan untuk cepat hamil dan menyuburkan kandungan. Good luck ya Alister."
Alister menoleh padaku, kami saling memandang.
"Bagaimana rasanya, Mila? Enak? Jangan khawatir kami akan menjaga kesehatan-mu. Kamu pasti melahirkan keturunan yang lucu-lucu dan menggemaskan." Tukas Nenek.
Alister meletakkan sendoknya kasar dan menimbulkan bunyi. Dia mengelap mulutnya dengan tisu. Kalau seperti ini, dia pasti marah.
"Ayo, Mila. Aku antar ke kampus." Dia menekan ucapannya. "Kamu gak boleh lama-lama di rumah ini, nanti otakmu kena cuci." Katanya dingin. Sedangkan Nenek malah mengukir senyum di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan istri bayaran
Romance( Rate21+ ) Karmila, perempuan yatim piatu yang dijual oleh Omnya ke menjadi wanita penghibur, dia wanita yang kuat dan mandiri diusianya yang masih muda. Untuk menjaga kehormatannya dia rela melakukan apa pun. Alister Bagaskara, pengacara sukses y...