Bab 28 Bisikan setan

6.4K 341 2
                                    


POV: Mila.

Mataku terbuka, merasakan pelukan Mas Alister begitu hangat. Dia belum tahu kalau yang sekarang dia peluk bukan hanya aku tapi juga anak dalam perutku. Seluruh pikiranku dan tubuhku menginginkan Mas Alister. Apakah sekarang aku boleh egois? Aku ingin Mas Alister bersamaku dan juga anak kami. Aku mengumpulkan keberanian untuk mengatakan padanya, dan aku pun harus mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan hal terburuk yang mungkin aku hadapi.

Aku semakin membenamkan diriku ke dalam dadanya yang bidang, mencium aroma maskulin yang menyeruak dari tubuhnya. Meira selalu mengatakan kalau laki-laki yang datang ke club malam untuk mencari perempuan adalah laki-laki hidung belang yang mempunyai otak mesum. Aku mengangkat wajahku melihat matanya yang tertutup, wajahnya sangat menawan. Memang benar Mas Alister itu otak mesum tapi aku yakin dia bukan hidung belang.

Aku lupa kapan mulai tinggal bersamanya tapi seingatku Mas Alister jarang pulang dengan bau alkohol dan matanya bukan mata liar seperti laki-laki yang sering aku lihat di club malam.

Dia sangat lembut saat memperlakukanku di atas ranjang, walaupun tempramennya seperti singa yang mengaung-ngaung. Tapi dia laki-laki lembut. Jari-jariku menyentuh kulit wajahnya, dia tertidur dengan sangat tenang. Aku yakin anakku akan setampan wajah Mas Alister dan berkharisma seperti dia. Dari alisnya yang tebal jariku turun ke hidungnya yang mancung lalu bergerak kebawah dan berhenti di bibirnya yang penuh. Jariku mengusap lembut pada bibir bawahnya, tanganku bergerak begitu saja mungkin bawaan bayi yang ingin mengenal wajah ayahnya.

Mata Mas Alister tiba-tiba terbuka membuatku kaget. Mataku kini tertuju pada mulutnya yang melengkung membentuk senyuman. Apa dia sedang bermimpi dengan mata terbuka.

"Ini Mas udah bangun apa lagi mimpi?" ucapku. Dia masih terdiam dengan raut wajah yang susah di tebak. "Aku pegang ya biar aku gak bingung." Aku melayangkan tanganku ke udara depan matanya. Dia berkedip.

"Kamu ini ngapain sih? Ganggu aku lagi tidur aja." Dia merangkulku erat. Ternyata bukan lagi mimpi. "Tidur lagi masih awal banget ini kamu bangun."

Aku semakin mendekatkan tubuhku hingga menempel tanpa jarang sedikit pun. Pendekatan secara intim adalah cara terbaik menaklukkan Mas Alister. Dia mana tahan yang gituan. Secepat kilat aku mencium bibirnya sekilas.

"Kenapa kamu?" Alis Mas Alister naik. Aku menelan ludah susah payah.

Aku berkata dengan cemas. "Ma-Mas aku pingin dielus-elus perutnya," lalu tanganku meraih tangannya untuk diletakkan ke atas perutku sambil kami bertatapan mata beberapa lama. Apa dia bisa merasakannya? Bayi yang di dalam sana. Bagaimana kalau dia tahu aku mengandung anaknya? Apa dia akan menerima bayi ini? Pikiranku berkecamuk...

Ekpresi Mas Alister berubah, sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman dan aku pun membalas senyumannya dengan bahagia. Tapi apa yang dia lakukan? Dia malah menarik bajuku hingga ke atas lutut, membuat tangannya menyentuh kulit perutku. Jantungku berdebar tak karuan.

"Kalau kamu mau bilang aja Mila jangan di tahan-tahan." Mas Alister mulai ngaco, tangannya juga semakin aneh-aneh.

"Bukan itu Mas."

"Yang mana? Yang bawah?" Aku melihat seringai di wajah Mas Alister. Astaga... Apa aku salah penyampaian.

"Aduh Mas jangan mesum dulu, aku lagi gak mood dengan yang gituan." Aku melihat wajah Mas Alister tersinggung.

"Siapa yang mesum? Kan kamu yang minta. Aku gak akan ngambil kesempatan, biar aku bantu kamu dapatin yang kamu mau." Tubuhku bergidik gugup merasakan jari Mas Alister ke bagian belakang punggungku membuka pengait bra-ku.

Semenjak di hutan waktu itu di semakin frontal melakukan hubungan itu. Tapi akhir-akhir ini dia tidak lagi menyentuhku, aku pun heran dia bisa menahannya berhari-hari. Aku menepis pikiranku yang kotor pada Mbak Kezia. Astaga... apa mungkin mereka juga sudah?

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang