Delapan dari n

2.3K 267 31
                                    

 (8/n)

  "WEH ADE PANUTANKU!" Islan mengacungkan dua jari tengahnya kepada Ade yang baru memasuki bengkel dan langsung menuju ketiga temannya. Lantas Islan tinggalkan Carta dan memilih bergabung ke set sofa, berdiri di belakang Hendro.  

    Ade membalas acungan jari tengah Islan dengan hal yang sama dan si bontot itu terkekeh-kekeh. Hal selanjutnya yang dilakukan Ade adalah mengulurkan kepalan tangannya untuk bersalaman ala 'brother' kepada Yehuda yang anteng di sofa dan juga Hendro yang ada di sebelah Yehuda. Islan sengaja ia lewati. Emang sudah hobinya bikin kesal si bontot itu.

   "Benya denger kalian ngomong apa lagi tuh? Muka kusut bener," tuduh Ade kepada ketiganya. Walau dari kejauhan, Ade bisa lihat muka Benya yang asem banget di depan tadi. Bahkan wanita itu melengos saat Ade mau menyapanya.

    Sudah bukan rahasia lagi, sudah berkali-kali dalam pernikahan keduanya, Benya marah pada Gira karena alasan digunjingin anak-anak. Itu pun hanya yang ketauan anak-anak. Yang nggak ketauan mungkin udah nggak kehitung jari lagi karena udah nggak kehitung pula berapa kali anak-anak ngomongin Benya di bengkel ini, dan ketauan. 

    Kalau Benya sudah marah, selanjutnya dia pasti mendiamkan Gira yang selalu cuma pasrah berdiri di tengah-tengah. Perempuan, sensitif, wajar. Laki, belagak bodoh, lebih wajar. Dia marah? Dia diemin kita? Ya biarin aja dulu. Nanti kalau udah dingin juga baikan lagi. Inget, niupin udara ke api yang lagi berkobar-kobar itu bukan cara memadamkan!

     Apes bagi Benya karena bengkel Gira selalu jadi tempat nongkrong anak-anak. Sejak bengkel ini baru berdiri bengkel Gira selalu jadi titik kumpul. Apa sih bahasa kerennya, basecamp? Itulah. Artinya sudah sejak dari sembilan tahun lalu—satu tahun lebih lama dari pernikahan Gira dan Benya sendiri. Dari zaman cuma Gira, Hendro, Ade, dan Boing berempat, sampai kini nambah lima kepala jadi bersembilan. Ibaratnya, tempat ini terikat dulu dengan teman-teman club motor Gira dari pada Benya sendiri.

     Bengkel ini lapang, bukan di pinggir jalan raya langsung jadi suasananya lega, enak buat nyantai, dan cocok banget lah sama identitas mereka yang sok anak motor ini. Makanya jadi basecamp. Dulu juga rumah di belakang bengkel itu cuma ditempati Carta sementara Gira dan Benya menempati rumah Malioboro. Anak-anak, terkhusus yang masih belum kawin, cukup sering menginap di rumah itu dengan dalih menemani Carta. Islan dan Anthony paling sering, si burung-burung bebas. Tira juga sempat ngekos di rumah itu dua bulan saat rumah tangganya sedang gonjang-ganjing tiga tahun lalu. Tanpa diresmikan, rumah Prawirotaman ini pun statusnya ikut jadi basecamp anak-anak juga.

     Namun beberapa tahun terakhir Gira mulai sering tidur di rumah ini karena Benya sendiri juga makin jarang di Jogja sejak bisnisnya di Semarang semakin besar. Kalau Benya pulang Jogja, nggak jarang juga dia mampir ke rumah ini buat mengecek stock makanan dan kadang bersih-bersih rumah karena menurutnya kalau Gira yang bersihin nggak pernah benar-benar bersih. Apalagi kalau anak-anak geng habis ngumpul, bisa dua hari dua malam Benya bersih-bersih, biar jejak anak-anak hilang lang lang.

       Ya, mau bagaimana pun Benya istri Gira. Jelas dia lebih punya hak di tempat ini dari pada teman-teman Gira. Makanya, Ade pun tidak menuding Benya lebay atau baperan jika perempuan itu sesekali marah kalau anak-anak bertingkah rese di bengkel atau rumah ini, apalagi kalau ngegunjingin perempuan itu, orang tempat ini miliknya. Tamu harusnya sopan dong, apalagi tuan rumahnya nggak ramah-ramah amat begini.

    "Nggak aku lho, Mas. Hendro ini nih kurang ajar, ngintip dia mandi." Islan lempar bola api ke Hendro. Seperti biasa, anak itu cari kambing buat dihitamkan.

    "Lambemu, Lan, Lan!"

    Ade mau menanggapi, tapi matanya lebih dulu melihat Tira molor di sofa saat mau meletakkan kunci mobilnya di meja. Ia urung menanggapi jawaban Islan. Dia ingat sebelum masuk bengkel tadi dia lihat sampah kardus makanan di tong depan. "Abis makan nih?" tanyanya sambil menuding Tira. Lalu tanpa menunggu jawaban yang lain, pria kelahiran Jakarta itu membangunkan Tira dengan mengguncang bahu pria itu. "Bangun, Ndes! Kebiasaan banget abis makan, tidur. Pantes gula lu tinggi terus, bangun woy!"

    Tira hanya mengeliat dan mengubah posisi tidurnya jadi memunggungi orang-orang. Ade mendecak, perkara membangunkan Tira ini memang selalu sulit. Ia meletakkan rokok dan baseball cap-nya ke meja kemudian menatap Islan lagi. Kedua tangannya berkacak di pinggang.

     "Gimana tadi?" tanyanya minta diingatkan sambil memposisikan diri di depan sofa yang Tira pakai buat tidur. Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah menjejak-jejak punggung Tira dengan kaki kirinya.

     Hendro mendecak saat Islan sudah mau angkat suara untuk cerita. Ia ambil alih cepat sebelum Enny Arrow gadungan itu membikin-bikin. "Aku mau make kamar mandi lantai atas, yo nggak tau dia lagi di dalam kan wong aku dari luar. Pas aku sampai depan pintu, pas dia keluar."

     Ade menyimak sambil tetap membangunkan Tira dengan kakinya. Yehuda yang awalnya melihat itu dengan muka datar, lama-lama tertawa juga. Tira nih bener-benar kebo. Padahal udah dibangunin pakai sepatu begitu masih cuma menguler aja. Matanya tetap merem, keusik pun enggak.

    Di belakang Hendro, Islan komat-kamit, "bohong, bohong" tanpa suara dan dengan mata melotot. Ade mengabaikan anak rusuh itu. Jawaban Hendro juga bikin kemarahan Benya nggak terlalu menarik lagi buatnya. Kirain Benya dengar dirinya digunjingin anak-anak lagi. Ade manggut-manggut saja. "Kirain. Sat! Nih orang apa kebo?!" makinya ke arah Tira.

    "Ambilin aki aja to, setrumen bijine," usul Yehuda sadis dan disambut tawa yang lain.

    Menyerah, Ade berhenti membangunkan Tira. Ia kemudian asal duduk di punggung Tira. Pastinya nggak nurutin ide Yehuda. Jujur saja, Ade nggak suka penjara. Sedangkan Tira tetap pulas tidur, malah sekarang mendengkur, padahal bobot Ade menindihnya.

    "Udah dibilangin kalau Benya lagi di rumah jangan masuk rumah. Ya salah lo sih." Sedikit tambahan komentar dari Ade. Ade emang sudah beberapa kali mengingatkan teman-temannya, khususnya sejak dua tahun terakhir, agar kalau Benya sedang di rumah Prawirotaman dan kebetulan geng lagi ngumpul, jangan ada yang masuk rumah. Haram hukumnya.

    Wanita adalah makhluk yang menyukai keintiman. Mereka sangat menjaga wilayah pribadi mereka dari orang lain. Biasanya karena wanita suka menyimpan rahasia di tempat pribadi mereka. Jadi kalau ada orang rese yang main nyelonong di wilayah pribadinya, ya, wajar saja wanita marah.

    Pria begitu juga, tapi nggak sesensitif wanita. Ade punya pengalaman sendiri. Rahajeng istrinya itu paling nggak suka kalau ada tamu masuk ke rumah mereka, selain ke ruang tamu atau ruang makan yang memang diperuntukkan buat tamu. Ade sendiri juga nggak legowo kalau rumahnya dijajaki orang lain. Mau itu saudaranya atau mbah-nya pun dia tetap nggak berkenan. Cuma kalau itu terjadi, Ade nggak akan seperti Rahajeng yang menampilkan keenggaksukaannya dengan merenguti orang itu terus-terusan. Ade cuma akan, ya udah lah ya, nggak ngapa-ngapain juga.

     "Boing dateng nggak nih?" tanya Ade.

      Hendro mengedik merespon pertanyaan Ade di akhir. Teguran Ade sih dia nggak peduli. Menurutnya, Benya saja yang memang nggak suka dia. Segala teriak kayak Hendro main mesum aja. Padahal juga papasannya nggak sengaja. Pakain sama-sama lengkap. Nggak ada hal yang nggak senonoh. Kok sampai teriak begitu. Kesannya Hendro ngelakuin hal berengsek banget. "Mboh, nggak ngabarin di group."

      "Lah, kan lo kick, Ndro!" Ade yang masih berusaha membangunkan Tira dengan menusuk-nusuk telinga pria itu pakai kunci mobil lantas kembali menatap Hendro.

      "Emang nggak dimasukin lagi?" tanya Hendro dengan muka polos, ditujukan ke Yehuda sebagai Admin group selain dirinya.

    "Males. Kamu yang nge-kick kok." Yehuda jawab cuek.

    "Ya tau kita mau ngumpul, invite lagi sesusah apa sih?" balas Hendro.

    Yehuda pun membalas lagi. "Ya nggak sudi lah, usuranmu kok itu."

    "Weh, udah loh. Lagian, segala di-kick kenapa sih?" tanya Ade jengah karena kedua orang itu malah salah-salahan. Islan cuma cekikikan di belakang Hendro. Yehuda versus siapapun emang selalu seru.

    "Tira yang minta tuh. Ya salah Boing-nya sendiri, tiap hari ngirim bokep." Hendro ngegas nggak terima disalahkan.

    "Padahal kan bagus itu," sahut Islan kontra. "Bagus soalnya HP Tira kan sering dicek bojone. Biar sering ribut lah mereka."

     Yehuda ketawa. "Bener sih. Udah enek lihat mereka akur. Geger lagi kan seru."

     Ade geleng kepala. Emang nggak ada yang bener orang-orang di geng-nya ini. Kayak pada biduran gitu kalau rumah tangga temennya adem ayem dan tentrem.

N?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang