Empat belas dari n

1.3K 221 30
                                    


(14/n)

   Gira masuk ke bengkel untuk mengambil payung, lalu keluar lagi. Sempat dia lihat Anthony dan Islan masih di bengkel, sementara yang lain sudah nggak terlihat batang hidungnya. Di workshop juga sudah ada Haris, teman Gira yang mau menginapkan motor ke bengkel, yang menunggunya sambil melihat Carta menggarap mesin.

   Iya, nggak salah. Jam segini pun adiknya itu masih berkutat sama motor. Bukan lembur, emang jam kerjanya Carta itu begitu. Semau dia. Seringnya, Gira sudah tidur saja tangan Carta masih berlumur oli.

   Setelah mengoper payung kepada Benya yang menunggu di dalam mobil, Gira kembali. Anthony keluar menghampirinya ketika dia masih di teras bengkel. Temannya itu bertanya, "Benya itu, Ra?" Dia sambil menunjuk Benya yang baru saja keluar halaman rumah.

   "Iya, masa mbokmu."

    "Seger banget, abis disiram?" celetuk Anthony meledek.

    Kedua alis dalam Gira langsung turun. Nggak suka sama binar mata Anthony yang nggak senonoh. "Reneo, tak garap lambemu!"

    Anthony cekikikan dan bergerak santai ketika mengelak dari jangkauan Gira. Lelaki itu naik ke motornya.

    "Balik?" tanya Gira masih nggak bersahabat.

   "Enggak, beli kancut Indomaret. Aku tidur bengkel, yo?"

    Itu permintaan izin yang nggak butuh izin Gira seperti biasa. Jadi, Gira pun nggak menjawab.

   Gira masuk meninggalkan Anthony yang sedang menyalakan mesin Trail KTM-nya di depan bengkel. Masuk bengkel, dia langsung menghampiri Islan yang duduk melantai di depan sofa, sejajar dengan meja kaca, dan pandangannya fokus pada layar laptop.

    Islan baru mengalihkan pandangan pada Gira setelah Gira duduk di sofa di atasnya. "Tempat Mbak Aul ada acara apa to?" tanya Islan, lalu menghisap rokoknya dengan tarikan panjang dan dalam.

   "Arisan ibu-ibu."

    Islan membuang asap rokoknya dengan hembusan panjang dan paksa cuma karena ingin cepat memberitahu Gira. "Tony mau nginep bengkel. Katane, abis acara pasti Mbak Aul ke sini nganterin makanan." Anak itu ketawa meledek.

   "Wis ben." Gira menjawab cuek walau dalam hati membatin, dasar nasar. Sudah ngerti nggak mungkin, masih aja dipantauin.

    Gira melihat layar laptop Islan yang menampilkan jendela CorelDRAW. Anak itu sedang membuat gambar desain untuk baju touring mereka. Soal desain, lulusan DKV ISI Jogja itu sangat bisa diandalkan lah.

   Sadar kerjaannya diperhatikan Gira, Islan bertanya, "Bagus nggak?"

   "Biasa." Gira menjawab lempeng.

   "Cik. Koyo kowe isoh wae, Cuk!" Kalau diejek, ejek balik. Itu lelaki.

   Gira terkekeh. Kadang kemampuan temanmu itu biar cuma jadi kemampuan yang berguna saja, jangan sampai jadi kebanggaan yang punya. Sebab kalau sudah dibangga-banggakan seringnya malah njebluk. Maka nggak perlu lah itu, diakui pakai kata, cukup dengan cara dilibatkan saja.

   Orang-orang yang hidupnya serius banget dan menganggap semua temannya harus jadi support system dengan cara memvalidasi semua kelebihannya pakai kata mungkin nggak cocok sama logika ini. Ya, silakan. Masing-masing saja.

   "Aku turu bengkel sisan, yo." Islan kembali menggerakkan mouse dan meletakkan rokoknya di atas asbak, lalu tangan kirinya bertengger siaga di atas keyboard.

N?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang