Warning : Jorok!(3/n)
"Istrimu nggak apel? Kemarin itu malam minggu loh."
Pertanyaan dan pernyataan itu datang dari Islan yang baru saja datang dan duduk di sofa yang terletak di sudut sebelah timur bengkel Gira. Gira menggeleng sebagai jawaban dan menyerahkan satu kaleng Sprite. "Nggak," tambahnya.
Istri yang dimaksud Islan adalah Benya—istri Gira, tentu saja. Apel yang dimaksud Islan adalah Benya pulang ke rumah di Jogja—yang salah satunya berada tepat di belakang bengkel ini—dari Semarang. Dan pemberitauan kemarin malam minggu itu adalah ejekan yang disematkan untuk Gira.
"Ke pasar dong."
Satu lagi, pasar yang dimaksud Islan adalah Sarkem. Islan berkata begitu juga cuma bertujuan untuk mengejek Gira. "Punya kita beda, Lan. Nggak setiap tegang, aku nyari lobang."
Islan, juga Anthony dan Yehuda yang juga ada di situ tertawa keras berkat sahutan Gira. Saking kerasnya mereka sampai membuat kelima montir di bengkel Gira termasuk Carta, adik Gira—yang sedang menangani motor bergaya japstyle dengan basic Yamaha Scorpio—menoleh ke arah mereka dan ikut tertawa. Begitu pula dua customer yang sedang mengamati Carta dari dekat, dua anak muda itu tak sungkan tertawa.
Ketiga pria itu adalah salah tiga dari delapan teman motoran Gira. Islan adalah yang paling muda, usianya masih dua puluh enam tahun, seorang fotografer lepas yang ke mana-mana membawa kamera analog. Memiliki banyak teman perempuan yang sering menjadi model untuknya dan hidupnya paling selow di antara yang lain. Dia sering tiba-tiba mengirim foto dirinya sedang berada di bagian lain Indonesia ke WA group yang berisi mereka bersembilan untuk pamer, group itu diberi nama 'Geng Motor Dong Masa Bukan', dan biasanya tidak ada yang menanggapi.
"Loh, kan lobang tangan juga lobang."
"Atau lobang knalpot," sahut Anthony kali ini. Dia pria berusia tiga puluh satu pemilik salah satu swalayan yang sudah tidak asing lagi bagi orang-orang Jogja karena cabangnya bisa ditemui di setiap penjuru Jogja. Anthony adalah teman satu fakultas Gira dulu di UGM, pria itu lebih muda dua tahun dari Gira.
"Anjir, knalpot chopper-nya Carta! Mesin nyala, Carta di depan ngegas, ya, nggak?" Islan membalas lagi lalu memaki keras.
Carta kembali menoleh merasa namanya disebut dengan jorok dan ia memaki. Sepertinya belum puas, Anthony kembali ikut menimpali meski sudah terbahak-bahak. "Langsung ganti status warga negara, jadi negro."
"Nggak asin lagi rasanya, tapi dark choco."
"Bangsat!"
Dan mereka tertawa lagi, begitu pun Gira ikut tertawa meski sangat risih dengan omongan pria-pria tidak berpendidikan yang sayang sekali menjadi teman-temannya ini.
Bengkel di depan rumah Prawirotaman ini Gira dirikan sudah sejak sembilan tahun lalu. Rumah dengan pekarangan luas ini adalah warisan dari orang tuanya. Alasan Gira membuka bengkel ini karena dia pecinta motor gede dan adiknya yang tau seluk beluk motor, tapi alasan paling utama bengkel ini bisa berdiri tentu saja karena dia punya modal. Tetapi lihat apa kegunaan utama bengkel ini sekarang. Hanya jadi tempat berkumpul sembilan peranakan setan yang suka menyebut diri mereka geng motor ini.
Sial, delapan peranakan setan dong, masa sembilan!
Bengkel ini cukup luas karena selain bangunannya besar dan tinggi, penataanya juga diatur agar memiliki ruang kosong yang cukup besar di tengah bangunan. Di bagian barat bengkel ada dua tingkat motor-motor koleksi yang berderet rapi dan menarik mata. Dari sekian motor itu ada pula beberapa motor customer yang memang di situ karena mengantre untuk ditangani. Di bawah display tersebut, di antara dua tangga yang menganak menempel pada dinding, ada sederet kursi tempat Gira dan adiknya biasa menerima customer yang datang hanya untuk waktu sebentar.
Di bagian tengah yang sengaja dibersihkan dari perabotan menjadi tempat para montir melakukan pekerjaan. Kemudian dinding di depan pintu masuk bangunan itu menjadi tempat dan rak berbagai peralatan di simpan. Pintu geser kaca selebar dua meter di tengah dinding itu menyambungkan bagian depan bengkel dengan workshop yang lebih luas dan penuh berbagai rangka custom, di sana juga tersedia tempat yang nyaman untuk istirahat para montir.
Sementara di bagian timur bengkel tersedia dua set sofa yang bisa digunakan customer yang datang dan berlama-lama di bengkel. Akan tetapi pada praktiknya sofa-sofa itu lebih sering digunakan para peranakan setan ini, dan para customer mengalah duduk di deretan kursi di bawah display. Di balik dua set sofa ini terdapat mini bar, dengan mesin kopi, dan ada pula dua fridge berisi minuman dingin yang bisa dinikmati secara gratis oleh customer.
Bengkel ini memang didesain juga sebagai rumah kedua untuk Gira. Di balik dinding sebelah timur itu adalah ruangan cukup luas yang difungsikan sebagai ruang kerja Gira sekaligus ruang tidurnya. Di dalam dilengkapi smart TV dan console dari Sony yang selalu jadi tujuan utama beberapa temannya datang ke sini. Di dalam juga tempat Gira menyimpan minuman-minuman favorite teman-temannya yang memang kurang pantas jika diletakkan di mini bar depan.
Gira memberi isyarat agar Yehuda sedikit bergeser ke tengah sofa. Kemudian ia duduk di sebelah pria tinggi yang berkulit paling putih dan bersih di antara delapan teman gengnya itu. Kalau Islan adalah si paling selow hidupnya di antara mereka, Yehuda adalah si paling lurus hidupnya di antara yang lain. Meski definisi lurus di sini akhirnya harus sedikit dirubah dari definisi lurus di luar sana agar tetap tepat mendeskripsikan Yehuda.
Yehuda tergolong yang muda dalam geng, dia masih dua puluh delapan tahun, akan tetapi sudah memiliki dua anak. Dia seorang pengusaha yang anak seorang pengusaha. Keluarganya memiliki pabrik pakan ternak di Karanganyar. Meski dulu kuliah mengambil jurusan desain grafis, namun sekarang Yehuda sudah menjadi pengusaha tulen.
"Sebenernya aku malah mau sungkem sama Gira," Anthony menunjuk Gira dengan kedikan dagu, "biar dibisikin rahasianya bisa nahan nggak sex berminggu-minggu gitu gimana, tapi entar dia ngamuk, aku nggak boleh ke sini lagi."
"Tai."
"Ton, ngapain mau sungkem sama Gira?" Islan menyahut. "Gira aja mau sungkem sama yang nemuin Vivo squeeze ball."
Gira menyambar kaleng Sprite di tangan Yehuda dan dalam sekali gerak kaleng itu sudah menimpuk keras kepala Islan.
"Aduh, anjir. Emang iya kan, Sat?! Kok ditimpuk sih?!" Pria itu kembali mengundang tawa karena sekarang memaki Gira dengan emosi.
Gira mendecak. Islan memang benar. Masalahnya, kenapa harus pakai teriak? Di bengkel ada customer yang bisa dengar, mau ditaruh di mana muka Gira? "Bacot anjir!"

KAMU SEDANG MEMBACA
N?
General FictionGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...