(12/n)
Salah satu situasi sulit sekaligus yang sering dihadapi orang dewasa adalah mengawali pembicaraan yang dia tau akan membawa pertikaian. Terlebih bagi pria yang dasarnya suka menghindari pertengkaran seperti Gira. Memikirkan mukadimah yang pas agar bom tidak langsung meledak sebelum mencapai hasil saja sudah bikin jengkel diri.
Katakan ini salah Gira sendiri karena berpikir terlalu jauh. Salahkan juga dia yang menuruti prasangkanya. Tapi ini lah cara mengantisipasi dan bahkan menyelesaikan masalah.
Kalau sudah menemukan ekor cicak di rumahmu, cepat cari badannya sebelum buntut barunya tumbuh dan kamu nggak akan pernah tau mana cicak yang buntutnya kamu temu. Begitu juga masalah, kalau nggak segera dicari tahu keburu berubah rupa jadi hal lain yang bikin pangling, kadang jadi hal yang bikin kita menganggapnya biasa. Kalau sudah begitu, makin susah kita mencari tahunya, makin nggak terkontrol apa saja yang dirusaknya.
Dan curiga itu termasuk sistem pendeteksi masalah. Sumbernya di kepala. Kalau pada motor injeksi ada yang namanya ECU. Hampir mirip lah.
Lho, kok menyamakan manusia sama motor. Motornya tersinggung nih.
Tapi itu lah, seperti yang sempat disebut sebelumnya, permasalahan curiga ini memang dilematis. Nggak jelas dan gamblang. Kalau pada motor ada MIL yang memberi sinyal dengan kunci paten. Kalau pada manusia adanya sinyal acak yang masih belum ditemukan kuncinya. Makanya, hati-hati itu penting. Berpikir berkali-kali sebelum ambil tindakan itu dibutuhkan.
Kembali pada Gira. Pada akhirnya, ketika tiba di rumah Malioboro sebelum maghrib ia memutuskan untuk nggak langsung mengeluarkan satu ucapan pun tentang kebohongan Benya. Setelah menimbang lagi, mending tidak sekarang saat dia punya nafsu untuk menuduh. Mungkin nanti setelah mandi atau besok pagi setelah sarapan kalau mereka sama-sama dingin dan siap buat sedikit kepanasan.
Gira membuka pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Benya tidak ada di dapur atau ruang TV, jadi kemungkinan besar ada di kamar. Kalau kalian membayangkan adegan Gira datang tepat waktu, memergoki Benya lagi bertelepon dengan orang yang mencurigakan, dan akhirnya Gira menguping di depan pintu, sayang sekali itu nggak terjadi di sini.
Masuk, ia menemukan Benya sedang menyapu kolong tempat tidur. Mukanya yang sempat menoleh ada sirat cemberut. Batin Gira, salah apa lagi nih?
"Kamu nggak nyapu berapa bulan sih, Ra?" sungut istrinya itu.
"Tiap di rumah aku nyapu kali." Tapi kolong memang enggak. Nggak kelihatan ini. Malah kadang kotorannya yang cuma debu Gira sapu ke kolong. Sengaja, biar cepet. Jauh banget kalau harus sampai luar.
Gira tertawa sendiri karena jawaban barusan yang sengaja ia ucap sepotong. Sama seperti kalau ditanya habis berapa uang buat bangun motor. Biasanya ia cuma sebut modal awal saja, modal lain-lain dia nggak sebut. Demi damai dan tentram rumah tangga mereka.
Gira tergelitik saat pola begitu memasuki pikirannya. Kata-katanya memang bukan kebohongan, tapi informasi itu pun nggak utuh. Informasi nggak utuh pun penyebab gagal komunikasi. Ada pihak yang termanipulasi. Sama seperti berbohong.
Kayak gitu kok dibiasain, Ra! Istrimu bohong nggak terima?!
"Berarti nggak pernah di rumah kamu ini."
Gira menyerahkan kresek indomaret berisi sikat gigi pada Benya begitu sampai di dekat istrinya itu, tapi dengan jarak yang nggak terlalu dekat karena Benya sedang menyapu.
"Thank you," ungkap Benya sambil menerima kresek. Ia mengecek sekilas isi kreseknya dan kemudian meletakkan di ranjang sebelum lanjut menyapu.

KAMU SEDANG MEMBACA
N?
Ficción GeneralGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...