(19/n)
"Betahnyaaaa kalau urusan manyun!" sindir Gira gemas ketika dia dan Benya sudah sampai lagi di bengkel, tapi mood Benya belum kembali semula.
"Ben!" Gira menahan Benya yang mau turun dan pindah ke kursi kemudi.
"Apa?" Akhirnya, istrinya itu menatapnya juga.
Gira terkekeh terhibur. Galak aja tetap lucu istrinya ini. "Kalau aku bantu, tapi nggak senilai yang Pras minta dan nggak usah dibalikin, gimana? Soalnya, jujur aja, aku malah nggak nyaman kalau punya hitung-hitungan sama kakakmu." Selama Benya memutari toko kain sekaligus bermain kucing-kucingan dengannya tadi, Gira sambil memikirkan solusi soal kakak istrinya itu dan menurutnya, solusi yang dia tawarkan ini adalah yang terbaik yang sudah dia pikirkan. Baik buat keuangannya, buat hubungan pernikahannya, buat hubungannya dengan orang tua Benya, dan juga hubungannya dengan iparnya.
Dan reaksi Benya sekarang adalah hal yang nggak diperhitungkan Gira. Kedua mata Benya mencelak dan istrinya itu menatapnya nggak menyangka sama sekali. Gira sampai salah tingkah.
"Sepuluh juta, gimana?" ungkap Gira agak tergagap di awal. "Apa lima belas?"
"Terserah kamu aja." Kedengaran seperti terserah yang bukan terserahnya wanita, jadi Gira langsung bersyukur dalam hati. Terserah yang ini artinya harfiah, nadanya bisa menjamin. "Makasih, ya."
Gila tergelak, kembali tak menyangka lagi. "Kasih hadiah, dong." Mengharap, mengharap, mengharap.
"Hadiah apa?!" Benya malah antisipasi. Gimana sih?
"Ya apa kek. Apa gitu!" Udah menjurus banget loh ini. Luar biasa kalau sampai Benya nggak menangkap umpannya.
"Ck, ini sih kamu minta gantinya ke aku namanya!"
Gira tergelak lagi. Sekarang rasanya agak asem. Udah lah. Gira menyerah. Senyumnya kemudian terulas. "Enggak, bercanda," katanya tulus. "Temenin di bengkel bentar, nanti ke Malioboro bareng aja."
"Lama nggak?" Benya memastikan.
"Bentar."
"Berapa jam?" Masih memastikan.
"Nggak sampai dua jam." Gira nggak mau kehilangan mood Benya saat ini dengan harapan agar nanti mereka bisa membicarakan hal-hal yang agak sensitif dengan mood Benya yang sebaik ini.
Benya menatap lahan parkir di depan dan di samping bengkel. Memastikan sesuatu. "Ya udah."
Mereka kemudian turun dan masuk bengkel bersama. Wajah Ade, Anthony, dan Hendro menyambut mereka begitu memasuki bengkel. Ketiganya ada di sofa. Beberapa potong baju dan jaket yang sepertinya baru karena masih ada kreseknya ada di sekitar mereka. Mungkin itu bahan baju dan jaket untuk perintilan touring mereka nanti.
Gira memastikan ekspresi Benya, pasalnya di sini ada Hendro. Hendro nggak menatap Benya lagi, melirik pun enggak. Kejadian baru kemarin. Walau mood Benya sudah baik banget barusan, itu bukan jaminan. Tiba-tiba hujan, petir, badai, tsunami, angin puting beliung pun bisa terjadi.
Benya membalas tatapan Gira. Dia seolah tau niat suaminya dan pikiran yang ada di dalam kepada pria itu, sehingga dia cuma mencebil ringan. Santai, seolah dia mengucapkan kata itu.
"Kirain udah balik, De. Mobilmu udah nggak ada." Gira mendekat ke sofa setelah yakin Benya nggak keberatan.
Ini agak aneh, tapi sementara biar begini dulu lah, pikir Gira.
"Diambil istri. Balik duluan."
Benya ikut Gira mendekat ke sofa. Belum ada yang menyapanya, komentar yang menjurus ke arahnya juga belum. Mungkin pertengkarannya dengan Gira sudah jadi berita di antara mereka semua dan sekarang mereka jadi menjaga sikap. Entah juga sih.
"Ini buat touring besok?"
"Yo iyo lah, ya kali aku dodolan," sahut Hendro sewot.
"Patut, kok."
"Yo mari mari, enam puluh ribu, enam puluh ribu, silakan ditawar, tapi tawar masuk akal aja, ra masuk akal tak kopling ndasmu!" Bukan mengelak, Hendro malah unjuk kebolehan.
Gira duduk di salah satu sofa. Benya mengikuti meski kurang nyaman. Gira mengambil satu contoh kaos, lalu memberikannya pada Benya. "Bagus nggak bahannya?"
Benya agak kaget karena merasa Gira sangat menghargainya dengan bertanya begitu. Ini memang cuma sepele, tapi manis sekali buat Benya. Artinya, suaminya itu tau keahliannya dan mau mempergunakan keahliannya bahkan untuk hal-hal kecil seperti ini.
Hal-hal kecil saja mengingatkan Gira pada keahlian Benya maka nggak menutup kemungkinan hal-hal besar yang berkaitan dengan Benya akan selalu mengingatkan suaminya itu padanya. Ini pemikiran lebay, tapi emang ada yang mau melarang istri ke-GR-an sama kemanisan suaminya sendiri? Maju kalau berani!
Benya memegang-megang sebentar kain tersebut. Dia agak salah tingkah karena perlakuan manis Gira di hadapan teman-temannya. Sebelumnya, jarang banget. Malah nggak pernah. Tapi ini manis. "Bagus kok, ini cotton combed. Cuma ini kerahnya mau V beneran? Nggak bulet aja?"
"Emang kenapa?" Ade menimbrung.
Benya menatap pria itu. "Ya, enggak, jarang aja yang touring pakai v-neck."
Ade tak membalas lagi dan cuma memberi senyum.
"Emang nggak bagus?" Gira jadi ikut bertanya. Malah serius banget suaminya itu. Benya menegaskan, "Enggak."
"Serius?" Masih nanya lagi Gira. Benya sampai ketawa. Ini Gira terlalu menganggap penting pendapat Benya atau emang kelewat perhatian sama penampilan aja sih suaminya ini?
"Terserah deh, Ra, kamu nih!"
Hendro mengecek lagi wajah pasangan di depannya. Semalam dikabarkan geger geden kok sekarang arum manis begini, sih? Beneran apa boongan ini?
Akhirnya, Gira menyuruh Benya mereview semua bahan contoh yang dibawa Hendro. Mungkin lima belas menitan hal itu berlangsung dan suminya itu benar-benar mendengar. Sampai saking detail dan panjangnya menjelaskan, Benya haus dan lapar lagi padahal belum ada satu jam yang lalu makan bersama Gira.
"Aku keluar dulu ya, mau cari bakso."
Gira mengangguk. "Sendiri nggak apa-apa?"
"Sama gue deh, yuk! Laper juga."
Benya menatap Ade datar. Jari-jari kakinya menekuk ke bawah, menahan sesuatu yang nggak bisa dia katakan sekarang. Makian.
Gira menatap Ade sebentar. Tanpa menaruh curiga dia iya-iya saja.
Benya berdiri dari sofa dan kemudian berjalan langsung ke arah pintu. Disusul Ade di belakangnya yang tersenyum sarat kesenangan. Ade berdeham. "Curiga nggak, tuh?"
Benya mendesis. Dia berhenti ketika sudah berada di balik tembok pagar. Ade di belakangnya juga menghentikan langkah. Benya membalikkan badan dan langsung bersumpah serapah. "Sinting kamu De! Nggak waras!"
*Jeng jeng jeng*
KAMU SEDANG MEMBACA
N?
General FictionGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...