24/n
Sudah lebih dari setengah tahun Ade dekat dengan Benya. Namun, baru beberapa bulan terakhir ini kedekatan mereka semakin intens.
Berawal dari nggak sengaja bertemu di Ibis Hotel Semarang ketika mereka menghadiri acara yang dibuat Bank Mandiri Semarang dan mengundang para pengusaha yang bisnisnya bergerak dibidang fashion. Pada saat itu PPKM Mikro yang berjilid-jilid masih diberlakukan, tetapi pertemuan di dalam ruangan telah diperbolehkan dengan hadirin terbatas dan protokol kesehatan yang ketat. Benya diundang sebagai pemilik Saturnus yang saat itu sedang menjadi sorotan karena berhasil menembus pasar Asia dan menjadi brand lokal dengan kualitas terbaik. Sementara itu, Ade datang sebagai salah satu pembicara dari Bank Mandiri.
Benya adalah istri teman dekatnya dan mereka saling kenal walaupun nggak kenal baik, jadi Ade menghampiri dan menyapa Benya di tengah acara usai dia memberi materi. Malah sangat nggak etis kan kalau Ade nggak menyapa langsung, nggak basa-basi, apalagi pura-pura nggak kenal padanya. Benya duduk di meja urutan belakang. Dia tadi memang datang terlambat. Di meja melingkar tersebut ada empat kursi, tadinya Benya duduk ditemani salah seorang panitia, tapi sekarang panitia tersebut membantu temannya di belakang laptop di sebelah mimbar, jadi Benya sendirian.
Benya yang dikenalnya cuek, pada awalnya cuma menanggapi singkat-singkat ucapannya. Ade santai saja dengan tanggapan itu. Niat Ade memang cuma untuk menyapa, dia pun sudah ngerti perangai istri Gira yang nggak terlalu suka padanya, jadi dia nggak tersinggung atas tanggapan ogah-ogahan tersebut. Tapi nggak tau kenapa, waktu itu pun Ade nggak segera beranjak dari sebelah Benya, dia tetap melemparkan berbagai topik dan komentar tiap pembicara lain mengatakan hal yang menurutnya menarik. Benya sempat terang-terangan mendengkus malas menanggapinya, tapi dia tetap nggak berhenti dan malah tertantang.
Teman-temannya selalu mengatakan Benya perempuan nakal, Benya jual mahal agar dikejar lelaki, Benya aslinya santai dengan pria yang ingin akrab dengannya, punya pacar di belakang Gira, masih sering ketemu mantannya, dan lain sebagainya. Ade terus memikirkan perkataan teman-temannya itu selama berada di sebelah Benya, meneliti sikap wanita itu yang cuek dan dingin, hingga dua hal itu memunculkan keisengannya yang kurang ajar dan alhasil dia ingin membuktikan. Siapa tau ini memang cara Benya menarik lelaki, bersikap cuek dan dingin agar terkesan misterius, supaya jiwa lelaki yang masih keturunan singa merasakan penasaran sampai ingin langsung menerkamnya.
Ketika coffee break, Ade nggak membuang kesempatan untuk lebih akrab dengan Benya. Dia menawarkan kopi dan teh kepada Benya. Nampaknya wanita itu terlalu malas berduyun-duyun bersama yang lain menyerbu meja kopi. Ade cukup ngerti, pandemi, selain itu Benya adalah kebalikan Gira yang mudah bersosialisasi dan nggak keberatan ber-akrab-ria dengan orang asing.
"Boleh deh," jawab wanita itu, sambil menatapnya sekejap.
"Kopi atau teh?"
"Teh aja."
"Gula apa tanpa gula?" tanya Ade lagi.
Benya kelihatan jemu saat menjawab kali ini. "Tanpa gula."
"Oke." Ade segera berdiri dari kursinya, lalu sambil menahan senyum dia bertanya lagi, "Mau cake atau yang lain?"
Dan Benya menjawab dengan ketus, "Nggak usah."
Ade meninggalkan Benya dengan kekehan. Terbayang di kepalanya bagaimana Gira yang super sabar menghadapi Benya yang ketus dan cuek selama ini. Sekali-kali sifat perempuan yang seperti itu memang lucu dan menghibur, tapi kalau sampai delapan tahun dan Gira nggak pernah kecolongan sabar, luar biasa.
Ade kembali membawa secangkir kopi dan croissant di piring. Ia menyerahkan kopi kepada Benya dan diterima wanita itu dengan kata thanks pelan. Benya sempat melirik croissant dan juga dirinya. Kelihatan sekali wanita itu menahan komentar dengan langsung melipat bibir. "Kenapa? Mau nyicipin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
N?
Ficción GeneralGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...