(4/n)
Karena jarang bertemu, pria-pria ini pasti betah kalau sudah berkumpul. Bisa sampai seharian mereka habiskan waktu buat sekedar duduk atau main bilyard, pamer sparepart baru, atau bahas hal-hal nggak penting seperti kabar mantan, atau kabar teman yang dulu cupu di SMP. Atau yang paling sering, ya, saling mengolok.
Walau kumpul-kumpul seperti ini sering dianggap unfaedah, nggak ada hasilnya, cuma membuang waktu-ya memang ada betulnya, tapi dari sisi mereka sendiri, mereka butuh waktu-waktu seperti ini. Santai bersama orang-orang yang mereka kehendaki setelah berhari-hari harus berhadapan dengan klien yang ngerepotin, teman kerja yang suka iri, tetangga yang julid, bahkan keluarga sendiri yang kadang cerewet. Untuk jadi waras versi mereka. Bertukar olokan, pamer kepunyaan, cerita kejadian memalukan yang nggak mereka bagi ke orang lain.
Ya, walaupun obrolannya kadang memancing urat tegang, tapi kumpul begini sudah yang paling hemat lah buat rekreasi mental.
Sebelum makan siang, datang lagi satu personil geng motor mereka. Sthira Ageng Dalu atau yang biasa dipanggil Pak Camat karena ayahnya mantan camat Sleman-Pak Ipal yang tanahnya di mana-mana, yang pernah viral karena nyanyi lagu Metallica diiringi tabuhan gendang di hajatan Bupati Klaten.
Tira adalah salah satu tetua di dalam geng. Dia seorang notaris dan PPAT yang sudah memiliki kantor sendiri di Mergangsan, Jalan Taman Siswa. Dari remaja pembawaannya sudah dewasa dan matang. Nakal pernah, tapi cuma sebentar waktu SMA. Nggak heran dia jadi anggota geng pertama yang ngucap ijab qobul dan berbuntut. Paling sering skip kumpul-kumpul dan hobi cabut duluan kalau lagi kumpul. Maklum, tipe suami siaga, sayang keluarga, sosok bapak berwibawa. Ditelepon istri sekali, langsung pamit. Keluarga di atas segalanya, mottonya.
Beda dengan Yehuda, walau mereka hampir mirip urusan hidup lurus, tapi Yehuda masih bisa nanti-nanti saat ditelepon istri. Istrinya memang galak, tapi Yehuda juga pria berprinsip. Kalau dia bilang A, maka A. Kalau bilang B, jadi B. Nanti, ya nanti. Kalau sudah begitu, biasanya si istri pulang ke rumah mertua, mengadu. Yehuda sih nggak peduli.
Islan suka mengejek Tira dan Yehuda. Katanya, mereka berdua nanti masuk neraka gandengan tangan. Yang satu karena kolot nggak mau dengerin omongan istri, yang satu karena nggak punya prinsip malah terlalu nurut sama istri. Dikatai begitu biasanya respon Tira cuma singkat, "Kumpul lagi dong kita."
Kumpul di neraka maksudnya.
"Hendro mana, nih? Paling heboh di grup, malah nggak nongol?" tanya Tira sambil mengecek workshop, mungkin mencari Hendro yang memang belum datang.
"Masih dinas kali," balas Islan sambil membuka kardus makanan yang Tira bawa.
Hendro, nama asli Hendra, adalah mas-mas juragan sapi yang dinasnya di Ambarketawang. Seumuran Tira dan seorang duda, cerai dari istri tiga tahun yang lalu. Semalam dia memang yang paling heboh mengajak kumpul dan paling cepat merespon chat di grup. Wajar lah, pegang handphone terus, lagi gencar pdkt sama janda baru Prawirotaman.
Orangnya penuh inisiatif, selalu jadi pelopor touring, selalu jadi relawan yang ngurusin akomodasi buat touring. Ringan tangan, apa aja dikerjain. Meretelin spion motor anak-anak, misal. Sampai bikin heboh satu desa.
Jadi, empat tahun lalu, tepatnya awal bulan Desember, mereka touring ke Pekalongan. Ya. Anggap saja itu touring, walaupun di jalan cuma lima jam. Berangkat sore hari dari bengkel Gira, sampai di Pekalongan jam sebelas, lalu menginap semalam di rumah keponakan Anthony yang ada di Desa Nyamok, Kajen. Paginya, sewaktu mau cabut balik ke Jogja, anak-anak baru pada nyadar kepala motornya gundul. Heboh mereka, sekaligus pada bingung ke mana spion mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/252256357-288-k93781.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
N?
Ficțiune generalăGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...