Tiga puluh dua dari n

1.1K 208 75
                                    

32/n

    Percakapan dengan Benya pagi tadi— perkara ciuman dan hubungan badan—entah kenapa lewat terus di kepala Gira saat dia lagi di atas motor sampai tanpa sadar di kepalanya yang sangat alim itu dia berlatih meminta. Konyol nggak? Banget! Dari tadi dia merangkai-rangkai permintaan untuk minta itu sampai nggak fokus ke jalan, sampai nggak mengerem saat di depan ban motornya ada polisi tidur setinggi harapan dapat jatah sore hari ini dan bikin motornya kepental naik, alhasil kuah sop di rantang yang dia gantung di depan motor loncat keluar mengenai kakinya. Apesnya lagi, kuah itu panas banget.

    Gira meringis kepanasan, menjadi agak dongkol saat pengendara motor dari arah yang berlawanan mengira dia meringis karena menyapanya, lalu dengan sumringahnya pria itu membalas pakai anggukan sekaligus senyum paling akrab untuk Gira. Cuma decakan yang terlontar dari mulut Gira. Nggak ada habisnya orang salah sangka di dunia ini, pantas banyak perang.  

    Gira meminggirkan motornya ketika menemukan latar pertokoan yang cukup sepi untuk mengecek rantang yang sekarang tutupnya jomplang, entah bagaimana isinya. Setelah melihat ke dalam rantang, Gira merasa untung dan nggak untung tadi rantangnya diisi kuah penuh oleh Ayu. Untung karena masih sisa banyak dan nggak untung karena jadi tumpah-tumpah.

  Gira membenarkan tutup rantang serapat mungkin, kemudian menarik gas lagi, melajukan motornya menuju rumah, mengabaikan kakinya yang agak lengket dan berasa sop manten, dan berusaha fokus ke jalan, bukannya kamar dan Benya.

  Sampai di rumah, pria itu langsung mengarahkan langkah ke dapur, kemudian cepat-cepat ke kamar tidur di lantai dua. Begitu sudah di kamar, Giea menata rantang beserta mangkuk kosong ke meja di sebelah kasur, nggak ketinggalan sepiring nasi juga dia letakkan di sana. Selesai, melihat hasil kelakuannya itu, Gira tertawa sendiri. Yah, lihat kelakuan anehnya ini yang entah dimotivasi oleh apa!

   Dia ini kenapa? Sedang sok perhatian, kebawa keinginan untuk meminta, atau dia emang lagi terlalu antusias saja sama hubungannya dan mau jadi suami romantis? Apapun alasannya, ini nggak lumrah dan bukan dirinya sama sekali. Entah apa reaksi Benya nanti melihat tingkahnya ini, terkesan, tapi sok cuek, atau malu-malu, tapi senang, apa malah marah dan tengsin gara-gara Gira membawa makanan ke kamar untuknya? Yang ketiga lebih gede peluangnya. Ya, kan? Benya mana tersentuh sama perhatian berlebihan seperti ini, menganggap Gira aneh malah mungkin.

  Terus mau ditaruh mana muka Gira nanti kalau Benya menganggapnya aneh? Mau ngeles gimana? Ck. Belum juga kejadian, Gira sudah malu duluan.

   Gira menatap ke kamar mandi karena sekarang mendengar suara air dari shower, sedangkan pintu kamar mandi tertutup rapat. Menyadari istrinya sedang mandi, Gira mendadak grumpy, "Ngeyelnya jadi orang, dibilangin mending jangan mandi dulu orang badannya panas," tapi dia juga merasa bersalah karena nggak membenahi heater yang rusak sebelum ke bengkel tadi. Kalau dia sudah benahi kan Benya bisa mandi air hangat. Tuh kan, salahnya juga.

   Suara air dari shower telah berhenti, nggak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka saat Gira masih terlalu sibuk mencerna tingkahnya dan belum juga berpindah tempat. Benya muncul di muka pintu memakai handuk yang menutupi bagian dada hingga pahanya saja. Gira yang tadinya berpikir mau kabur membawa sop ke dapur, sekarang akhirnya cuma pasrah dan memasang muka tembok.

   "Sop, Ben." Gira memutar badan agar bisa menatap Benya. Dia agak gugup menunggu reaksi istrinya sampai lupa menegur perkara mandi air dingin padahal tadi nasihat sudah disiapkan di mulut.

   "Kamu beli di mana?" Benya menoleh dan menatapnya biasa.

   Gira diam sebentar meski jawaban sudah di ujung mulutnya, sebab ini pertanyaan yang nggak dia duga sebelumnya. Menyangkut Ayu, lagi. "Hm. Di tempat Ayu," jawabnya setengah menggumam.

N?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang