Yah, kepencet publish
31/n
Orang yang mau bertemu Gira di bengkel datang tak lama setelah Gira sampai. Namanya Halman, Yehuda yang mengenalkan mereka. Lelaki berusia empat puluh tahun, seorang pengusaha, dan masih berkerabat dengan Yehuda. Halman baru mau mulai mengoleksi motor, ini akan jadi pembelian pertamanya meskipun pengetahuannya soal motor nggak bisa dianggap remeh juga.
Halman berencana membeli Harley sebagai motor pertamanya dan yang ditekankan lelaki itu tadi adalah, "Yang pasti yang nyaman buat boncengin anak-istri." Dengarnya saja Gira sudah bisa membayangkan rumah tangga yang harmonis.
Mereka ngobrol di dalam workshop sambil melihat-lihat motor yang sedang ditangani anak-anak montir. Carta yang lebih ngerti spek dan soal teknis motor juga bergabung karena Gira cuma pede buat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pasar dan pembelian.
Halman akhirnya memutuskan sebuah Ultra Limited untuk dibeli. Gira menyanggupi dalam seminggu akan mendatangkan barang supaya Halman bisa test drive, Halman setuju. Setelah adzan dzuhur Gira mengajak Halman pindah ke sofa, sementara Carta melipir dengan alasan pamit solat. Gira menyilakan Halman duduk. Nggak sadar dan nggak secara sengaja mereka berbarengan mengeluarkan rokok dari kantong ketika mau duduk.
"Rumah di Karanganyar juga, Mas?" Gira bertanya buat mengisi kekosongan sebelum menyumat rokoknya.
"Iya, mayan deket lah dari rumah Yehuda. Jadi, iparnya Yehuda itu nikah sama iparku, tapi aku sama Yehuda kenal udah lama soalnya kakaknya Yehuda juga temenku ping pong dari dulu."
Gira manggut-manggut merespon informasi itu. Halman orangnya suka bicara, tapi nggak bikin yang dengar malas.
"Bengkel udah lama ini, Ra?"
"Lumayan lah, Mas. Sepuluh tahun, tahun depan, kalau nggak salah itung. Kalau jual-beli udah lebih dulu lagi."
Halman manggut-manggut. "Suka motor dari kecil?"
"Iya, dulu bapak punya Shovelhead sama CB 100."
"Wah, nggak main-main, pantas lah jadi hobimu wong udah dari orang tua." Halman manggut-manggut seolah senang sekali dengar jawaban Gira. Ngobrol belum begitu lama dengan Halman, Gira sudah bisa menyimpulkan kalau Halman ini benar-benar lelaki yang dewasa seperti umurnya. Kelihatan sudah merasakan banyak varian pengalaman hidup dan menjadikan dia bijak. Selalu asyik ngobrol sama orang-orang semacam Halman, bahas apapun bisa nyambung.
"Udah ada istri?" Halman bertanya duluan lagi.
"Udah, Mas."
"Gimana dulu biar dapet izin istri melihara bini kedua, ketiga, seterusnya?"
Gira tertawa. Ini lah persoalan paling mendasar di dunia motor bagi suami, izin istri. "Istri kebetulan nggak sulit, Mas. Ya, kalau aku kan punya bini lain-lain dulu baru nikah."
"Punya bengkel lagi, bisa jadi tameng, ya?"
Gira membenarkan. "Ya, kadang ditanya aja harganya."
Halman lanjut bertanya, "Dijawab jujur?"
"Disebutin yang murahnya aja."
Mereka tertawa sepaham. Gira juga jadi mengingat muka Benya tiap tau Gira habis mengambil atau modifikasi motor, kayak yang nggak rela begitu.
"Emang nggak dibolehin istri ini, Mas?" Gira paling menunggu untuk mengeluarkan pertanyaan ini kepada semua customer-nya yang sudah beristri.
KAMU SEDANG MEMBACA
N?
General FictionGIRA-BENYA [ON GOING] Kalau cuma untuk menikah, itu gampang. Menjalani pernikahan itu yang sulit, apalagi kalau kita cuma menggampangkan. Peringatan : 1. Banyak kata-kata kasar 2. Kata-kata vulgar 3. Perselingkuhan 4. Banyak bahasa Jawa tanpa terj...