"Ella semangat! Jangan gugup", ucap Carly menyemangatiku yang sedang menunggu giliran untuk tampil menyampaikan pidato.
"Aduh.. gimana nih? Menurut kalian kalimatnya udah bener semua kan? Nggak ada yang salah? Aduh..", ucapku yang gugup setengah hidup.
"Tenang aja. Semalam kan udah kita baca berkali-kali. Udah pas lah itu. Yang penting kamu pede aja entar", balas Pingkan mencoba menenangkanku. Dan aku, masih belum bisa tenang. Di pikiranku sekarang bekelebat tentang hal-hal memalukan yang bisa terjadi nanti.
"Hei.. hei.. hei.. nggak usah mikir yang nggak nggak. Coba kamu tarik napas dalam-dalam...", instruksi Carly dan aku mengikuti. "Abis itu buang perlahan-lahan... huuuhhh". Dan itub berhasil membuatku agak tenang.
"Kamu jangan gugup. Kalau kamu gugup, latihan yang semalam nggak akan berhasil", ucap Pingkan.
"Iya La. Kamu nggak usah pikir yang aneh-aneh. Kita sih, yang penting kamu tampil apa adanya dan kamu lancar aja nyampein pidatonya", ucap Carly.
"Tapi kan, katanya aku harus dapet juara. Kan nggak enak sama yang lain kalo aku nggak juara", ucapku sendu.
"Yang penting, kamu nampilin yang terbaik aja. Kalo soal hasil, kita berdua sama yang lain juga nggak bakal maksa lo buat dapet yang terbaik. Kalo emang nanti lo jadi yang terbaik, ya syukur. Tapi kalo nggak, santai aja. Ya?", tambah Pingkan.
Aku menatap kedua temanku haru. Aku sangat bersyukur bisa punya teman seperti mereka. Yang rela melakukan apapun untuk mendukungku. Mengetahui keresahanku soal lomba English Speech ini, mereka tanpa pikir panjang meminta izin kepada orang tua kami untuk menginap di rumahku -yang buat Tessa terpaksa tidur sama Mama dan Papa-, sehari sebelum lomba. Membantuku membaca kembali isi pidatoku, memastikan sudah tidak ada kesalahan kata ataupun susunan kalimat. Membantuku latihan untuk menyampaikan pidato, dan tanpa henti memberikan wejangan dan semangat padaku. Bahkan mereka tetap setia menemaniku di belakang panggung ini, untuk terus memberikan semangat.
"Makasih ya. Kalian baik banget sama aku. Padahal selama ini aku jarang banget lakuin sesuatu buat kalian. Aku nggak tau mau ngebalasnya gimana", ucapku haru.
"Eeeyyy.. santai aja. Kayak sama siapa aja. Nggak usah melow gitu lah", ucap Pingkan.
Sedangkan Carly? Kulihat matanya berkaca-kaca. Seketika dia memelukku.
"Ella.. yang penting kamu lakukan yang terbaik aja. Itu udah cukup kok. Hiks", ucap Carly.
"Carly..."
"Heeh.. ni anak dua. Bikin malu aja jadi melow-melow gini", ucap Pingkan menggerutu, tapi akhirnya ikut memeluk aku dan Carly. "Udah ya. Cup cup cup. Malu banget nih, udah diliatin sama yang lain", tambahnya.
"Yee.. ngerusak suasana aja kamu", ucap Carly seraya melepaskan pelukan.
"Aku serius. Makasih banget ya. Aku doain kalian berdua selalu diberkati. Dan juga, secepatnya berganti status dari jomblo jadi taken. Hihihi", tambahku diakhiri cekikan.
"Kurang asem banget..", ucap mereka bersamaan.
"Mentang-mentang udah punya pacar, jadi seenaknya", tambah Carly seraya menghapus air matanya.
"Hihihi.. nggak kok. Aku cuma mau buat suasananya jadi nggak melow lagi. Berhasil kan. Maaf ya kalian berdua", balasku sambil mengambil tangan mereka dan menyaliminya satu per satu.
"Anak baik.. lanjutin ya kebiasaan yang begini. Biar ibu senang", ucap Pingkan berlagak seperti seorang ibu menepuk-nepuk kepala anaknya saat aku menyalimi tangannya.
"Cie.. cie.. yang udah pengen jadi ibu", ledek Carly.
"Heh.. asal banget ngomongnya", ucap Pingkan bete. Aku dan Carly sontak tertawa melihat ekspresi Pingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary
RandomSedari kecil aku diajarkan oleh untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah kualami dalam hidup. Tapi ternyata ada momen-momen yang kusesali, yaitu saat dimana berat badanku naik drastis dan susah untuk diturunkan dan.. bertemu denganmu yang telah...