Permintaan Oma belum sempat aku jawab, karena panggilan Opa yang mengharuskan Oma untuk menghampirinya. Aku lega, setidaknya aku tidak harus berbohong.
Aku melihat jam di tanganku. Sudah jam 11.
"Kak, udah jam 11. Aku harus pulang", ucapku pada kak Darren, menghentikan perhatian kak Darren terhadap obrolan dengan teman-temannya.
"Oh iya", ucap kak Darren saat melihat jam di tangannya. "Kita pamit sama Oma dan Opa dulu ya", ajaknya yang kubalas dengan anggukan.
Kak Darren pun menuntunku menuju ke meja Oma dan Opanya. Setelah pamit, bersalaman dengan Opa kak Darren dan berpelukan dengan Oma kak Darren, kami menuju keluar.
Saat tiba di teras, aku bingung karena mobil kak Darren telah terparkir di depan.
"Kak Darren kapan mindahin mobilnya?"
"Tadi gue minta tolong ke pelayan buat mindahin mobil pas kita mau pamit", ucap kak Darren menjawab. Aku mengangguk mengerti.
Dalam perjalanan, aku tidak bersemangat seperti biasanya. Dirundung rasa sedih dan sakit hati mengenai kenyataan yang terpapar di hadapanku. Pertanyaan yang ditujukan kak Darren padaku, hanya ku jawab dengan 'iya' atau 'tidak'.
"Makasih kak. Hati-hati", ucapku dan keluar dari mobil. Langsung berjalan masuk ke dalam rumah, tidak menunggu mobil kak Darren pergi, sebagaimana biasanya kulakukan.
Langkahku terhenti oleh kak Darren yang mencekal tanganku dan membalikkan tubuhku menghadap padanya.
"Lo kenapa? Apa yang terjadi?", raut khawatir menghias wajah kak Darren.
"Kenapa? Nggak ada apa-apa kok, kak"
"Ella, please. Gue pengen lo terbuka sama gue. Jangan nutup-nutupin. Apa ada orang yang buat lo jadi sedih di pesta tadi?", tanya kak Darren.
Iya kak.. kakak orangnya..
"Nggak kok kak. Aku emang udah ngantuk banget", ucapku meyakinkan.
"Beneran?", tanya kak Darren memastikan. Terlihat masih tidak percaya.
"Iya kak", ucapku dengan memasang wajah se-meyakinkan mungkin.
Melihat senyum kak Darren, aku memastikan kak Darren percaya. "Oke deh", kak Darren memelukku dan mengecup pelipisku. "Good night, pacarnya Darren", ucapnya tersenyum dan kembali menuju ke mobilnya.
Aku menyadari perubahan kak Darren. Tidak biasanya kak Darren romantis dalam berbicara, kecuali kalau sedang jahil. Dan tadi, kak Darren tidak sedang jahil.
Kalau biasanya aku akan merona malu, tapi kali ini aku hanya diam dengan wajah sendu, seraya menatap punggung kak Darren.
Kak Darren...
Kak Darren membuka kaca mobilnya, melambaikan tangan padaku dengan senyum. Aku membalas dengan senyum yang dipaksa terlihat gembira, dengan harapan kak Darren tidak akan curiga lagi.
Aku berjalan lesu, masuk ke dalam rumah. Papa membukakan pintu, dan menatap bingung padaku. Pasti bingung, melihatku yang pulang dengan raut wajah sendu. Setelah memberi salam, aku langsung menuju ke dalam kamarku tanpa ingin memberi penjelasan pada Papa yang meminta penjelasan lewat tatapan matanya. Mama yang duduk di ruang keluarga, menatapku bingung lagi. Sudah akan menghampiriku, tapi dicegah Papa dengan mengajaknya untuk tidur.
Papa, memang paling mengerti jika aku tidak ingin berbicara saat ini. Dan syukurlah saat sampai di kamar, Tessa sudah tertidur pulas ditandai dengan dengkuran halusnya sehingga aku tidak harus berbohong lagi untuk menutupi alasan kesenduanku saat ini.Setelah membenahi diri, aku berbaring di samping Tessa.
Tes...
Air mataku menetes lagi. Tubuhku mulai bergetar dengan isakan. Aku menutup mulutku, menahan isakan, berusaha agar supaya tidak mengganggu Tessa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary
RandomSedari kecil aku diajarkan oleh untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah kualami dalam hidup. Tapi ternyata ada momen-momen yang kusesali, yaitu saat dimana berat badanku naik drastis dan susah untuk diturunkan dan.. bertemu denganmu yang telah...