Bab 5

1.9K 131 0
                                    

Kejadian di kantin membuatku tidak semangat mengikuti MOS sampai selesai. Batinku merutuki nasibku yang bisa-bisanya berurusan dengan kak Darren, sang pemilik sekolah.

Saat ini aku sedang dalam perjalanan pulang ke rumah dengan berjalan kaki, karena jarak SMA Nusantara dan rumahku yang hanya menempuh waktu 30 menit dengan berjalan kaki.
Suara petir terdengar, memberi tanda bahwa sebentar lagi hujan akan turun membasahi bumi. Aku dengan sigap mengeluarkan payung dan terus berjalan.

Hujan nggak akan membuatku berhenti..

Tak lama hujan turun, membuat daratan menjadi basah dan airpun menggenangi daratan yang agak rendah. Karena suara hujan terlalu mendominasi pendengaranku sehingga aku tidak mendengar dengan jelas beberapa mobil yang akan lewat di sampingku. Dan seperti telah direncanakan mobil yang lewat di sampingku melewati genangan air dan akhirnya setengah badanku menjadi basah dan kotor karena terkena cipratan air. Bukan hanya satu kali tetapi beberapa kali. Seragam yang berwarna putih akhirnya menjadi kecoklatan.
Kulihat mobil yang berada di urutan terakhir berhenti dan membuka kacanya sehingga terlihat siapa pengemudinya. Alangkah terkejutnya aku karena dia adalah kak Darren.

"Hahaha.. rasain lo! Udah gendut, jelek, dekil, kotor lagi. Iheuww...", ucapnya meledekku.

"Makanya kalo jalan itu pake mata. Mata udah 4 kok jalannya gak bener. Udah ah, mau muntah gue ngeliatin lo lama-lama", tambahnya.

Setelah berucap demikian diapun dengan teganya kembali mencipratiku.

Aku yang menjadi objek dari keisengan pun hanya bisa menangis sambil terus berjalan, meratapi nasibku yang kembali menjadi bahan bully-an di SMA. Ternyata harapanku untuk bisa lulus dari SMA Nusantara dengan lancar tanpa ada bully-an hanya bisa menjadi harapan saja, tidak akan pernah terjadi.

Sesampainya di rumah, aku jadi lega karena tidak ada siapa-siapa. Sehingga tidak perlu menyiapkan alasan yang masuk akal untuk meyakinkan keluargaku tentang penyebab penampilanku dan mataku yang sembab karena menangis.

Pasti Mama-ku masih di toko buah. Mamaku menjalankan bisnis toko buah, karena beliau merasa bosan jika hanya seharian di rumah. Dan kami bersyukur karena toko buah Mama lancar dan sudah banyak pelanggan. Tidak jarang ada yang memesan buah di toko buah Mama untuk keperluan acara baik acara kecil maupun acara besar. Biasanya Mama akan ke rumah untuk makan siang dan memasak makanan, tapi mungkin karena hujan jadi Mama akan tiba agak terlambat.

Akupun bergegas untuk mandi dan mencuci seragamku untuk menghilangkan jejak. Sehabis mandi ternyata hujan telah reda. Aku pun bergegas memakai baju dan mengobati lututku yang memar. Tak lama kemudian terdengar suara adikku Tessa yang mengabarkan bahwa dia telah pulang. Karena kaget dengan kemunculan Tessa dan tidak ingin Tessa melihat lututku yang memar, aku cepat-cepat menyilangkan kaki dan menyembunyikannya di bawah selimut.

"Kak.. kakak kok udah sampe duluan. Bukannya aku duluan pulang yah?", tanyanya kebingungan karena telah melihatku sudah sampai rumah.

"Kakak kan bawa payung dek, jadi nggak perlu nunggu hujannya reda supaya bisa pulang", jawabku.

Tessa pun langsung masuk ke kamar kami dan menghampiriku yang sementara duduk di kasur. Ya aku dan Tessa tidur di kamar yang sama, karena Tessa masih takut untuk tidur sendiri.

"Kok kakak pake selimut sih? Ini masih siang loh kak", ucap Tessa karena heran.

"E-eh nggak kok. Cuma nggak tau kenapa kakak ngerasa pengen aja", ucapku.

"Oh gitu.. kak gimana?", tanyanya.

"Gimana apanya?", balasku bingung.

"Yaelah nggak ngerti aja. Ya itu sekolah kakak SMA Nusantara. Dari luar aja udah keliatan banget elitnya. Apalagi pas masuk ke dalam ya", ucapnya berbinar.

"Ya memang sekolah impian dek. Sekolahnya itu tuh besar banget, dekorasi sekolahnya artistik, lapangannya luaaas banget dan lapangannya nggak cuman 1 doang.. eh sampe ada lapangan olahraga indoor loh kayak kolam renang, tempat atletik. Pokoknya lengkap deh.", ujarku sambil mengingat.

"Waaahh.. keren banget ya kak. Aku pengen deh jadi seperti kakak. Bisa sekolah di SMA Nusantara", ucapnya dengan mata berbinar.

Tapi kamu nggak tau dek, kelakuan orang-orang disana kayak gimana..
Ucapku dalam hati sambil tersenyum miris menatap Tessa.

"Eh sayang kalian udah pulang. Maaf ya Mama nggak sempat masakin buat makan siang. Tokonya rame jadi Mama udah lupa waktu. Maaf ya..", kata Mama menghampiri aku dan Tessa.

"Iya nggak apa-apa kok Ma. Ella sama Tessa juga baru sampe kok", kataku pada Mama.

"Kalian tunggu aja bentar ya.. Mama mau masak dulu. Nggak lama kok", kata Mama.

"Iya Ma..", jawabku dan Tessa bersamaan.

"Oh iya kak, gimana cowok-cowok disana?", tanya Tessa setelah Mama ke dapur.

"Disana? Disana dimana dek?", balasku mengerjai Tessa.

"Ih kakak ah.. ya di SMA Nusantara lah. Emangnya dimana lagi.", balasnya sembari menatapku jengkel karena merasa dikerjai.

"Mmm.. yah ganteng-ganteng aja deh", ucapku.

"Ihh kok pake 'deh' sih. Kakak mah orang nanya serius juga", kata adikku dengan nada merajuk.

"Hehehe.. lagian kamu ini masih kecil kok pikirannya udah ke cowok sih.  Belajar sana supaya bisa masuk SMA Nusantara kayak kakak. Supaya kamu juga bisa liat langsung keadaan sekolahnya.", kataku mencoba menasihati Tessa.

"Huuu.. kakak gak asik ah", katanya dengan nada jengkel.

"Yee malah merajuk dia. Mandi terus ganti baju sana, udah bau tuh kamu", kataku

"Iya.. iya.. bawel amat sih", balas Tessa.

Sebenarnya mulutku sudah gatal untuk curhat pada Tessa tentang kejadian di sekolah tadi. Karena Tessa merupakan tempatku untuk berkeluh kesah. Tapi untuk saat ini, aku tidak ingin keluargaku tahu dengan kejadian buruk yang ku alami di SMA Nusantara.

Akupun hanya bisa tertawa karena berhasil mengerjai adikku. Tawa pertamaku hari ini setelah melalui kejadian demi kejadian yang membuatku sedih. Setidaknya kejadian di sekolah dan di jalan pulang tadi tidak terus membayangiku.

ExtraordinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang