"Pak, itu ada apa?"
"Saya kurang tau juga dek"
Atas permohonanku, pak supir menghentikan mobil agak jauh dari teras, walaupun pak supir awalnya keberatan, karena diperintahkan untuk menurunkanku di depan teras. Karena aku tidak ingin menjadi pusat perhatian, jika mobil benar-benar
berhenti di depan teras.Dan keadaan di depan teras saat ini membuatku terkejut. Disana ada kak Darren yang memberontak di kursi rodanya, yang di tenangkan oleh pasangan - yang kusimpulkan adalah orang tuanya kak Darren -, seorang gadis yang kutaksir lebih muda dari kak Darren - yang kusimpulkan adalah adiknya -, juga ada beberapa ART di belakang mereka dan penjaga di depan yang bersiaga jika kak Darren akan berbuat nekat - menurutku.
Aku berjalan pelan, mendekati teras. Dengan pandangan tertuju pada kak Darren. Dan tiba-tiba mataku dan kak Darren beradu pandang. Kak Darren seketika berhenti mengamuk. Semua orang terkejut sekaligus lega melihat kak Darren. Kak Darren tidak melepaskan tatapannya padaku. Aku jadi merinding melihat tatapan yang kak Darren tujukan padaku. Tatapan mata tajam yang bermakna marah? Lega? Aku bingung. Memperhatikan kak Darren yang terdiam dengan tatapan yang tidak bergerak, semua orang pun mengikuti arah tatapan kak Darren. Dan seketika, semua mata tertuju padaku. Membuatku terkejut, malu, gugup.
"S-selamat sore..", ucapku setelah berhasil menenangkan diri.
"Selamat sore", jawab mereka semua serempak, kecuali kak Darren yang diam mendengus.
"Masih ingat buat datang?", ucap kak Darren dingin.
"M-maaf kak", cicitku pelan.
"Kamu temannya Darren?", tanya Mama Darren.
"I-iya Bu"
"Ayo kemari. Pasti mau jenguk Darren kan?"
"Iya", aku pun berjalan menuju teras.
"Kamu pasti Ella kan? Kenalin aku Anastasya, adiknya Darren. Panggil aja Tasya", ucap adik kak Darren seraya mengulurkan tangannya padaku untuk berkenalan.
"Salam kenal", balasku.
"Jadi kamu yang buat Darren uring-uringan dari tadi?", ucap Papa kak Darren. Yang ku balas dengan ekspresi bingung.
"Hahaha.. kenalkan, saya Phillip Papanya Darren, dan ini Maria Mamanya Darren, istri saya"
Akupun menjabat tangan pada Papa dan Mama kak Darren.
"Saya Gabriella, Pak, Bu"
"Kok panggilnya gitu sih? Memangnya kamu bekerja sama kami? Panggil Om dan Tante aja. Nggak usah malu-malu", ucap Mama kak Darren.
"I-iya Bu, eh, Tante"
Tidak kusangka sambutan hangat dari keluarga kak Darren kepadaku. Awalnya ku pikir akan disambut dengan dingin dan yang terburuk ditolak, mengingat asal-usulku yang hanya dari kalangan biasa, tidak setara dengan keluarga kak Darren yang kalangan atas, juga dengan fisikku yang berbanding terbalik dengan kak Darren. Setidaknya aku sedikit lega, karena mendapatkan perlakuan yang baik dari keluarga kak Darren. Yang ku takutkan selama ini tidak terjadi. Tapi ketakutan masih melandaku melihat kak Darren yang hanya diam dan memandangku tajam sedari tadi.
"Udah kan perkenalannya? Sekarang lo bawa gue ke kamar", ucap kak Darren dengan nada yang membuatku langsung menuruti.
"Darren kamu kok gitu sama teman kamu?", protes tante Maria.
"Nggak apa-apa tante, kami permisi dulu", ucapku dan setelah mendorong kursi roda kak Darren menuju kamarnya.
Setelah membantu kak Darren duduk di ranjang, kak Darren masih diam dengan tatapan tajamnya kepadaku, membuatku merasa bersalah dan takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary
RandomSedari kecil aku diajarkan oleh untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah kualami dalam hidup. Tapi ternyata ada momen-momen yang kusesali, yaitu saat dimana berat badanku naik drastis dan susah untuk diturunkan dan.. bertemu denganmu yang telah...