"Dadah"
Aku melambaikan tangan kepada Mama, Papa, dan Tessa yang sudah mengambil tempat di mobil, juga keluarga Om Kia yang bersiap untuk pulang. Lambaianku dibalas ceria oleh Mama dan Papa, seraya menasihatiku untuk tidak menyusahkan Opa dan Oma disini, yang kubalas dengan anggukan. Sedangkan Tessa tidak menyaut bahkan tidak melihatku. Masih kesal karena tidak diajak untuk menginap, padahal dia juga ingin. Di mobil Om Kia, terlihat baby Gio yang tertidur pulas di baby seat-nya. Lucunya..
Setelah kedua mobil sudah tidak terlihat, Opa mengajak kami untuk masuk.
"Ella, kamu mandi dulu. Itu air panasnya udah Oma siapin. Kalo kelamaan, nanti airnya jadi dingin", ucap Oma. Aku yang mendengarnya terkejut, sekaligus merasa bersalah.
"Oma, nggak perlu repot-repot"
"Udah nggak apa-apa. Kamu mandi sana", balas Oma.
"Makasih banyak, Oma. Ella mandi dulu ya, Opa, Oma"
"Iya", balas mereka serentak.
Saat mendengar bahwa aku akan tinggal selama 1 minggu, Opa dan Oma terlihat sangat senang dan antusias. Apalagi Oma. Karena katanya, Oma dan Opa sudah lama ingin salah satu cucunya atau anaknya tinggal bersama mereka. Terakhir kak Irene, yang tinggal karena kebetulan melaksanakan KKN di dekat sini.
Aku yang telah selesai membersihkan diri dan mengganti baju ke baju tidur, menghampiri Opa dan Oma yang sedang menonton TV.
"Eh, udah selesai mandi, nak?", tanya Oma begitu aku duduk di sampingnya. Sedangkan Opa, telah hanyut pada tayangan TV.
"Lagi nonton apa, Oma? Kelihatannya seru deh", ucapku.
"Nonton acara talk show. Liat deh, pembawa acaranya bisa melawak. Lucu banget. Dari tadi Oma sama Opa nggak berhenti ketawa", balas Oma, yang disusul dengan tawa Opa karena aksi lawak yang sedang ditayangkan.
Dan kami bertiga pun memusatkan perhatian di televisi, dan gelak tawa tidak dapat dihindarkan karena acaranya memang sangat lucu.
Tawaku terhenti saat merasakan hape di dalam kantung piyamaku berbunyi, tanda ada yang menelepon. Aku segera mengecek, dan seketika badanku membeku.
Kak Darren is calling...
Melihat nama kak Darren, moodku memburuk, dan memutuskan untuk mengabaikan teleponnya. Aku kembali menonton. Oma dan Opa masih tertawa, karena seperti tidak henti-hentinya sang pembawa acara melawak.
Begitu juga kak Darren. Tidak menyerah untuk menelepon, walaupun sudah ku abaikan.
"Siapa yang nelpon, nak?", tanya Oma penasaran.
"Eh? Eh... teman Ella, Oma"
"Kok telponnya nggak diangkat? Diangkat aja. Kasian loh dari tadi nggak berhenti nelpon. Mungkin dia udah rindu", tambah Oma yang diakhiri dengan senyum jahil. Bisa kurasakan wajahku memanas. Tapi tidak bertahan lama, karena kembali teringat pada fakta itu.
"Astaga Oma.. ada-ada aja deh. Cuma teman kok", balasku.
"Iya deh.. iya. Pokoknya kamu angkat dulu telponnya. Nggak sopan loh, kalo kamu sengaja nggak angkat telpon", ucap Oma.
Dan aku sebagai anak yang dengar-dengaran, mengikuti kata Oma. Aku segera beranjak menuju ke dapur untuk mengangkat telpon dari kak Darren.
"Halo.. Selamat malam, kak.."
Tidak terdengar suara dari seberang sana.
"Halo? Halo?"
"Kenapa baru diangkat?", terdengar nada suara kak Darren yang kurang bersahabat. Mungkin marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary
RandomSedari kecil aku diajarkan oleh untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah kualami dalam hidup. Tapi ternyata ada momen-momen yang kusesali, yaitu saat dimana berat badanku naik drastis dan susah untuk diturunkan dan.. bertemu denganmu yang telah...