"Eh akhirnya sampai juga. Tinggal kalian loh yang ditunggu. Mari duduk. Itu tempat kalian udah Mama siapin", ucapan tante Maria menghancurkan keheningan yang tercipta.
Tanpa menunggu lama, kak Darren membawaku ke tempat duduk. Jadilah aku duduk di samping kak Darren dan kak Lionel.
Dan kebiasaanku saat jadi pusat perhatian pun timbul. Menunduk. Tidak bisa kulihat ekspresi mereka terhadapku saat ini.
"Ini temannya Darren? Kenalin dong", ucap sebuah suara yang aku tidak tahu siapa.
Kak Darren berbisik padaku untuk memperkenalkan diri sambil berdiri.
"Selamat malam semuanya, perkenalkan saya Gabriella. Salam kenal", ucapku. Aku bersyukur, aku tidak tergagap saat memperkenalkan diri padahal aku sangat gugup. Dan untungnya disambut ramah oleh semua. Setelah perkenalanku, semuanya pun kembali dengan topik yang terputus karena kedatangan kami tadi.
"Oh, jadi lo namanya Gabriella ya? Baru tau gue", bisik kak Lionel padaku. Yang kubalas dengan cengiran. Dan setelahnya sibuk dengan handphonenya.
"Jadi, yang diujung sana tuh, Opa gue dan yang di sebelahnya Oma gue. Di sebelah Oma, om Chris adik Papa dan istrinya tante Bella juga anaknya Putri dan Lionel. Di seberangnya tante Nicole kakak Papa dan suaminya om Radit dan si kembar Max dan Matt sama kak Jessica. Jadi Papa gue tuh anak tengah dan kak Jessica itu cucu pertamanya dan yang paling bungsu si kembar", jelas kak Darren padaku mengenai semua yang ada disini.
Kedatangan pelayan yang menyajikan makanan, membuat obrolan terhenti dan semua fokus pada makanan. Persis seperti keluargaku. Setelah makan, obrolan pun dilanjutkan. Kak Darren dan kak Lionel ikut dalam pembicaraan, sementara aku hanya menyimak karena gugup.
"Jadi Gaby, kamu masih sekolah kan ya? Sekolah di SMA Nusantara juga ya?", pertanyaan dari tante Nicole membuat perhatian tertuju padaku - lagi.
"Eh.. i-iya tante"
"Sekelas sama Darren?"
"Nggak tante. Aku kelas sebelas, dan kak Darren kakak kelas saya"
"Kalian udah berapa lama?", pertanyaan Putri adik kak Lionel membuatku bingung harus menjawab apa.
"Kepo lo. Makanya cari pacar sana, biar nggak kepoin orang", jawaban menggoda kak Darren yang disambut decakan sebal Putri, membuatku lega.
"Nama ayah kamu siapa? Kerjanya apa?", pertanyaan dari seseorang yang duduk di kepala meja - Opa kak Darren -, membuatku tambah gugup karena diucapkan dengan nada dingin.
"Nama Papa saya Henry Wijaya. Papa saya bekerja sebagai PNS", aku merasa segan sekaligus hormat pada Opa kak Darren. Aura yang dipancarkan Opa kak Darren sungguh luar biasa, bisa membuat semua orang tunduk dan patuh.
"Kalo Ibu kamu?"
"Ibu saya Melisa Pratikno, adalah ibu rumah tangga sekaligus pemilik toko buah, Pak"
"Toko buah Mels? Yang letaknya di seberang mall ABC itu kan?", tanya Oma kak Darren.
"Iya"
"Itu toko buah langganan keluarga kami loh", ucap Oma kak Darren bersemangat.
"Terima kasih"
Mendengar jawabanku, Opa kak Darren mengangguk paham.
"Kamu cantik nak, cuma lebih cantik lagi kalau badan kamu dikecilkan. Supaya kamu pantas buat Darren. Kamu tahu kan, kalau sudah berhubungan dengan keluarga kami, kamu harus sempurna karena akan menjadi perhatian dan bahan perbincangan publik. Bukan bermaksud mengejekmu, tapi ini juga buat kebaikanmu", ucapan telak Opa kak Darren membuatku down.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary
CasualeSedari kecil aku diajarkan oleh untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah kualami dalam hidup. Tapi ternyata ada momen-momen yang kusesali, yaitu saat dimana berat badanku naik drastis dan susah untuk diturunkan dan.. bertemu denganmu yang telah...