Bab 44

974 116 27
                                    

Setelah mendapatkan semua barang dalam listku, aku mengajak kak Darren untuk mencari keberadaan Pingkan. Kami berjalan dengan wajah kak Darren yang masih tertekuk, belum bisa move on dari kejadian tadi.

Pingkan melihat kami -lebih tepatnya kak Darren- terkejut, tapi hanya sedetik, kemudian menunjukkan ekspresi 'bener kan kataku?' kepadaku. Dan kubalas dengan mengangkat kedua bahuku pasrah.

Saat mengantri di kasir, Pingkan yang kepo tingkat dewa dengan wajah kak Darren yang tertekuk itu bertanya. Untunglah kak Darren tidak ikut mengantri, bosan katanya. Jadilah aku bebas bercerita pada Pingkan. Dan jadilah Pingkan yang tertawa kecil -karena sudah kuperingatkan, tidak ingin membuat mood kak Darren tambah down.

Saatnya giliran kami untuk membayar. Dan kak Darren, tiba-tiba sudah muncul di sebelahku. Aku hanya membiarkan, mungkin kak Darren sudah bosan menjadi perhatian, karena sedari tadi tatapan pengunjung khususnya kaum hawa tidak lepas memandang kagum padanya. Kak Darren sudah seperti sedang memeragakan busana seragam sekolah dengan wajah tertekuk. Orang ganteng mah bebas, hehehe.

Saat mas kasir menyebutkan jumlah belanjaan aku dan Pingkan -yang memang sengaja digabung-, kami keduluan oleh tangan seseorang yang langsung memberikan uang pada mas kasir. Aku dan Pingkan tentu merasa tidak enak, karena diperhatikan oleh pembeli lain. Terutama tidak enak pada kak Darren.

"Eh, mas tunggu", ucap Pingkan menahan mas kasir. "Kak, nggak usah. Kita bayar pake uang kelas aja. Kita udah dikasih sama ketua kelas kok", kata Pingkan.

"Dihitung aja, Mas. Kasian udah banyak yang ngantri", ucap kak Darren pada mas kasir, tidak menghiraukan ucapan Pingkan.

Aku dan Pingkan yang tidak ingin memperbesar hal ini, hanya bisa mengangguk pada mas kasir. Mas kasir yang awalnya ragu, kemudian memasukkan uangnya ke dalam mesin kasir.

"Kembaliannya diambil aja, Mas", ucap kak Darren dan berjalan pergi sambil membawa plastik yang berisi barang belian aku dan Pingkan.

"Makasih banyak, Mas", teriak mas kasir pada kak Darren.

Aku dan Pingkan terpaku. Tidak bersuara dan tidak bergerak. Kami menatap objek yang sama. Kak Darren.

Menyadari kami tidak mengikutinya, kak Darren menghentikan langkahnya dan berbalik, "Kalian ngapain bengong? Ayo". Ucapan kak Darren membuatku dan Pingkan tersadar dan berlari kecil menyusul kak Darren.

"Duh malu banget. Diliatin orang-orang", bisik Pingkan padaku, yang kutanggapi dengan anggukan.

Karena kelakuan kak Darren yang bersikeras membayar belanjaan kami, aku dan Pingkan pun ikutan jadi pusat perhatian. Dan kami berdua sungguh merasa risih. Kak Darren? Kelihatan cuek bebek. Akhirnya kami berdua mengikuti kak Darren sambil agak menunduk, menyembunyikan wajah. Setelah agak jauh, barulah kami berani menegakkan kepala sambil mendesah lega.

Akhirnya, rencanaku dan Pingkan yang ingin hangout sampai malam setelah belanja keperluan kelas, hanya jadi sampai sore karena kami merasa tidak enak dengan kak Darren yang setia mengikuti kami di belakang tanpa menginterupsi. Hanya menginterupsi saat kami akan membayar minuman boba yang kami pesan, menyebabkan perdebatan kecil antara aku dan kak Darren, yang tentunya dimenangkan oleh kak Darren. Aku akhirnya mengalah karena sudah jadi pusat perhatian -lagi-, dan antrian panjang di belakang kami.

Aku yang merasa tidak enak pada Pingkan karena rencana kami terpaksa harus dipangkas, mengirimkan chat permintaan maafku setelah aku selesai makan malam. Syukurlah Pingkan mengerti dan kembali mengajak aku dan Carly untuk hangout lagi, yang tentunya aku iyakan. Yang membuatku mencibir Pingkan kesal, saat dia mengatakan bahwa malahan dia senang karena isi dompetnya tidak berkurang banyak dengan diakhiri emoticon tertawa bahagia.

ExtraordinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang