Bab 7

1.7K 117 1
                                    

Bisa kulihat sekarang The Boys sedang dikerumuni oleh para siswa baru untuk meminta tanda tangan.

Ya iyalah. Siapa juga yang nggak mau minta tanda tangan mereka..

"Pokoknya kita harus dapetin tanda tangan The Boys", ucap Pingkan bersemangat.

"Ayuk.. ayuk", balas Carly.

Kita? KITA?! Duh mereka aja deh.. nggak mau ikutan aku..

Yang dapat ku lakukan saat ini adalah berpura-pura tidak mendengar perkataan mereka dan tetap tinggal saat mereka telah beranjak untuk pergi bergabung dengan kerumunan siswa baru lainnya.

"Eh Ella, kamu ngapain masih disitu? Ayo.. kesempatan langka nih", teriak Pingkan saat sadar bahwa aku tidak ikut mereka.

"Nggak ah kalian aja. Aku tunggu disini aja ya", balasku berteriak.

Dapat kulihat mereka berdua memutar mata jengkel dan kembali menghampiriku.

"Ih kok kamu gitu sih. Kita kan nyari tanda tangannya bareng. Ayo", kata Carly.

"Nggak ah.. kalian aja nggak apa-apa kok", balasku.

Setelah mendengar penolakanku, mereka berdua seperti sedang mengirim kode. Membuat perasaanku jadi tidak enak. Tidak kusangka tiba-tiba mereka menarikku dengan Pingkan di tangan kanan dan Carly di tangan kiri.

"Eh eh eh.. apa-apaan ini?", kataku terkejut.

"Udah ikut aja", ucap Pingkan.

Aku yang tidak tinggal diam berusaha untuk melepaskan cekalan mereka. Tapi entah mendapatkan kekuatan dari mana, cekalan mereka sungguh kuat dan tidak bisa ku lepaskan. Akhirnya aku hanya bisa pasrah sambil mengikuti mereka menuju ke kerumunan. Setelah sampai, bisa kulihat Pingkan dan Carly berusaha membelah kerumunan untuk bertemu The Boys. Sedangkan aku hanya diam dan menjauh perlahan. Tidak ingin dilihat kak Darren. Tak lama kemudian, Pingkan dan Carly menghampiriku.

"Huh.. huh.. akhirnya bisa juga dapet tanda tangannya", ujar Pingkan lega.

"Nggak sia-sia deh usaha kita", tambah Carly bangga.

"Oh iya Ella, kamu juga udah dapetin tanda tangan The Boys kan?", tanya Pingkan padaku.

"Eh? O-oh iya u-udah", balasku gugup karena berbohong.

Setelah mendengar jawabanku, Pingkan langsung memicingkan matanya kepadaku, curiga karena aku sudah berbohong. Ya, berbohong adalah kelemahanku dan Pingkan paling tau jika aku berbohong.

"Bohong kamu", ucap Pingkan.

Benar kan?

"Ayo", tambahnya seraya menarik tanganku. Kali ini Carly mendorongku dari belakang.

Aku yang merasa ketakutan pun tidak bisa mengeluarkan suara apapun, dan tubuhku tiba-tiba mengeras. Saat telah sampai di kerumunan, Pingkan sudah tidak menarik tanganku, tapi sekarang dia dan Carly mendorongku. Saking kuatnya dorongan mereka, tanpa ku kontrol tubuhku menabrak seseorang dan  pulpen di tanganku menggores tangannya juga mencoret bajunya. Dan yang paling mengejutkan adalah tubuhku menindih tubuhnya. Seketika kerumunan yang tadi ramai dengan teriakan menjadi hening.

"Maaf nggak sengaja", ucapku seraya bangkit dan menunduk dengan tubuh gemetar.

"Heh lo apa-apaan sih?! Mau mati ya lo?!", bentak orang yang ku tabrak.

Deg..

Aku terkejut saat mendengar suara orang yang ku tabrak.

Kak Darren..

Tiba-tiba kurasakan cengkeraman yang sangat kuat pada rahangku dan membuatku mendongak.

"Lo lagi, lo lagi. Nggak bosan-bosan ya lo muncul terus di muka gue! Liat nih hasil perbuatan lo, baju gue jadi kotor! Badan gue jadi sakit karena lo tindih! Lo Berat banget lagi!", kata kak Darren kembali membentakku dan setelahnya melepaskan cekalan tangannya dengan kasar hingga membuat kepalaku terlempar ke samping.

"Maaf kak", ucapku dengan suara bergetar menahan tangis. Tangis ketakutan.

"Apa jangan-jangan lo mau cari perhatian gue ya? Eh sadar diri deh lo! Badan kayak gajah dekil gitu mau nyari perhatian! Badan kayak Lo itu bukan tipe gue! Liat lo aja mau muntah, apalagi kepincut sama lo. Jadi lo jangan sok cantik dan sok ke-pede-an!", kata kak Darren menghinaku.

"Udah ah, bikin mood gue turun aja lo", tambahnya sambil berjalan menjauh bersama geng-nya.

Aku yang dibentak hanya bisa terus menunduk, menyembunyikan wajah dan air mata yang menetes mendengar perkataan kak Darren. Selain itu bisa kudengar perkataan para siswi yang mengerumuni The Boys tadi.

"Yah gendut.. gara-gara lo gue nggak dapat tanda tangannya kak Darren sama kak Nick"

"Sadar diri deh lo! Rupa kayak gitu kok mau nyari perhatian kak Darren"

"Dasar bulat sial"

"Euh merusak suasana banget lo"

"Nggak punya otak lo!"

"Ke-pede-an sih lo!"

"Sadar woy! Sadar!"

"Terangkanlah.."

Cucuran Air mataku semakin banyak mendengar omelan teman-temanku, sampai-sampai aku tidak sadar kalau Pingkan dan Carly menghampiriku dan membawaku menjauh dari kerumunan.

"Ya ampun Ella.. maafin aku ya. Aku lupa kalau kamu pernah berurusan sama kak Darren. Aku dan Carly terlalu antusias sampai lupa. Maaf ya", kata Pingkan menyesal.

"Ella.. maaf ya. Aku terlalu semangat mendorongmu tadi. Jadinya kacau deh", tambah Carly.

Aku yang masih shock dengan kejadian barusan tidak mampu membalas permintaan maaf Pingkan dan Carly, dan hanya bisa terus menangis.

Tuhan.. apakah aku memang seburuk itu hingga dihina sedemikian rupa? Aku malu Tuhan..

Setelah kejadian itu, aku tidak mengikuti kegiatan MOS sampai selesai dan langsung pulang ke rumah setelah sebelumnya meminta izin kepada kepala sekolah dan kak Angel dengan alasan aku merasa sakit. Tapi alasan sebenarnya karena aku tidak sanggup untuk menghadapi sisa hari ku di sekolah dengan hinaan.

Untungnya saat sampai di rumah, Mama nggak ada, sehingga aku langsung menuju tempat tidur dengan hanya membuka sepatu dan kaus kaki, tanpa mengganti seragamku. Aku menangis karena merasa sedih dengan keadaanku.

ExtraordinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang