NL - 5

107K 8.6K 254
                                    

Arsen memasuki ruang kerja Bara yang bernuansa gelap, Bara sedang duduk di meja kerja, matanya fokus pada laptop di hadapannya. Arsen tau jika Bara menyadari kehadirannya, Ia segera duduk di sofa yang tak jauh dari Bara duduk.

"Bara," ucap Arsen.

"Hmm."

Bara tak mengalihkan pandangannya dari laptop, Ia sedang mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda.

Bara sekarang sudah menginjak usia 22 tahun, Ia sudah lulus kuliah sebagai lulusan terbaik. Sekarang Bara akan meneruskan perusahaan Arsen. Bara memang terbilang masih muda untuk mengurus sebuah perusahaan, apalagi itu adalah Addison's Corp perusahaan yang sangat besar, tapi kemampuan Bara tak bisa diragukan, Arsen sangat mempercayai kemampuan putra sulungnya.

"Papah mau bicara."

"Tinggal bicara," singkat Bara.

Terdengar helaan nafas dari bibir Arsen, saat mendapat jawaban acuh dari Bara.

"Bara dia adik kamu, kenapa kamu bersikap seperti tadi?"

Jari-jari Bara yang sedang menari di keyboard terhenti, Ia menatap Arsen dengan wajah datar, hatinya kembali bergemuruh.

"Papah tau kamu selalu menunggu adik perempuan kamu kembali, tapi kenapa saat dia kembali kamu acuh bahkan seperti tidak suka?"

"Bara gak tau," jawab Bara, matanya kembali memandang layar laptop.

"Apa kamu sudah tidak bisa menerima Rara?"

"Papah bicara apa? Rara tetap adikku," ucap Bara lantang. Tangannya menggenggam kuat pulpen yang ada di meja.

Arsen diam-diam tersenyum. Ia tau Bara sangat menantikan kehadiran Rara kembali, hanya saja Bara tidak tau harus bagaimana mengekspresikannya.

"Papah kira kamu sudah tidak menganggap Rara sebagai adik kamu."

"Kenapa Papah bicara begitu?" Tanya Bara dengan nada kesal. Jika yang sedang bicara dengannya bukan Arsen, maka sudah dipastikan Bara akan mengajaknya berkelahi.

"Tidak apa apa. Datangi adik mu, kalau kamu terus begini bagaimana bisa adikmu dekat denganmu," nasihat Arsen.

"Hmm."

"Ya sudah, Papah ke kamar dulu. Sudah malam, sebaiknya kamu juga istirahat."

Arsen melenggang meninggalkan ruang kerja Bara. Bara menatap kosong ke depan, terbayang wajah takut adik kecilnya saat makan malam tadi, Ia merasa seperti pengecut, yang tidak berani mengatakan yang sebenarnya.

***

Nadin membuka pintu kamar Rara, Ia melangkah masuk mendekati ranjang, dimana Rara masih tertidur. Di samping Rara ada Alan yang memeluknya erat. Nadin tersenyum haru melihat kedekatan anak-anaknya meskipun baru bertemu semalam.

Semalam Alan pindah ke kamar Rara, katanya ingin lebih mengenal adik kecilnya.

"Sayang."

Nadin mengusap puncak kepala Alan lembut, berharap putranya segera bangun. Bukannya bangun, Alan malah semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Rara.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang