"Aku mau tidur di kamar ini Mah."
Deg. Rara tercekat mendengar permintaan Leta, Ia tak menyangka jika Leta akan meminta tidur di kamar yang sudah menjadi miliknya.
"Kenapa mau di sini? Di kamar biasa kamu menginap aja ya," bujuk Nadin.
Sebenarnya Nadin terkejut mendengar perkataan yang terlontar dari bibir Leta, selama ini jika Leta menginap di rumah ini, Ia tak pernah pilih-pilih, dan Leta selalu tidur di kamar samping kamar Bara.
"Kenapa Mah? Gak boleh ya?" Tanya Leta dengan nada sedih.
Mendengar itu, Rara langsung menghampiri Nadin dan Leta dengan langkah cepat, Ialu berdiri di samping Nadin, menatap keduanya bergantian.
"Kak Leta mau tidur di sini ya?"
Leta menatap Rara. "Iya, tapi kayaknya gak bisa. Gapapa kok," jawab Leta tersenyum.
"Ya udah, kalau Kakak mau tidur di sini boleh kok. Aku bisa pindah kamar."
Rara sebenarnya tidak rela kamar yang sudah menjadi miliknya akan dipindah alihkan kepada Leta, tapi Ia tahu diri, mungkin kamar yang Ia tempati sekarang adalah kamar yang sering dipakai Leta sebelum ada Rara, jadi Ia merasa tak enak.Lagi pula, jika dibandingkan dengan Leta, Rara adalah orang baru di keluarga ini, jadi Rara memutuskan untuk mengalah saja.
"Kenapa kamu bolehin, Kamu gak suka kamarnya?" Tanya Nadin bingung.
"Engga Mah."
Sontak saja Rara menggeleng, mana mungkin Ia tak menyukai kamarnya yang sangat nyaman itu, apalagi Ia sudah beradaptasi.
"Ada apa ini?"
Suara berat Bara terdengar, mereka bertiga membalikkan badannya ke arah Bara yang ada di puncak tangga. Ia pergi ke lantai dua untuk menghampiri Rara, dan membatunya mengerjakan tugas. Tapi, saat ini Ia melihat Rara, Nadin, dan Leta sedang berdiri di depan kamar Rara.
"Ga ada apa-apa kok Kak," sahut Leta cepat.
Bara menaikkan alisnya, tak percaya perkataan Leta. Kaki Bara melangkah mendekati Rara, tangannya merangkul bahu Rara posesif.
"Kenapa sayang?" Tanya Bara menundukkan kepalanya menatap Rara lembut. Ia mengacuhkan ucapan Leta.
Kepala Rara mendongak, "Tadi Kak Leta katanya mau tidur di kamar aku, jadi-"
"Apa?"
"Ihh, kok Kakak potong aku lagi bicara?" Protes Rara dengan wajah cemberut.
Bara mengusap kening Rara yang terlihat mengerut. "Sorry," mata Bara beralih kepada Nadin, "bener Mah?"
Nadin terlihat sedikit khawatir. "Iya, tadi Leta mau tidur di sini-"
"Engga kok Kak, tadi aku cuma iseng hehe."
Leta memotong ucapan Nadin cepat, Ia tak ingin Bara marah pada dirinya, jadi Ia lebih memilih mengalah saja untuk saat ini.
Bara mengangguk. "Bagus."
"Ih, Kakak jangan gitu, kalau Kak Leta mau tidur di kamar ini juga aku gapapa kok," ucap Rara.
Bara menaikkan alisnya sebelah, kenapa adiknya ini sangat lugu, dengan mudahnya memberikan miliknya kepada orang lain.
"No, ini kamar kamu. Gak ada siapa pun yang bisa merebutnya," ujar Bara tegas.
"Kakak gak boleh ngomong kayak gitu."
Rara merasa tak enak kepada Leta, bagaimana pun Ia adalah tamu di rumah ini, jadi harus diperlakukan dengan baik, apalagi Ia termasuk dalam keluarga ini. Sedangkan Bara Ia hanya mengendikkan bahunya acuh.
"Kak Leta aku minta maaf ya," ucap Rara.
"Gapapa, kenapa kamu minta maaf segala," balas Leta yang diiringi kekehan di akhir.
Sebenarnya Leta sedikit sakit hati dengan apa yang diucapkan Bara tadi, karena seakan-akan dirinya ini tidak ada artinya bagi Bara.
"Ayo ke kamar kamu, katanya ada tugas."
Bara menggandeng Rara memasuki kamar Rara, tanpa memperdulikan Nadin dan Leta, Rara sempat melambaikan tangannya kepada Leta dan Nadin, yang dibalas senyuman oleh keduanya.
***
Sekarang sudah waktunya makan malam, Arsen dan Bara pergi ke kantor karena ada keadaan mendesak yang membuat mereka tidak bisa meninggalkannya.
Rara sudah terlambat lima menit, karena Ia sangat sibuk dengan tugasnya yang menumpuk, Rara juga harus mengejar ketertinggalannya, karena sempat tak sekolah selama satu minggu saat pindah ke rumah ini.
Rara berjalan dengan riang menuju ruang makan, Ia sungguh merasa lapar, energinya sudah terkuras agar otaknya bisa berjalan dengan lancar. Ia bersenandung kecil menyanyikan lagu Ariana Grande, penyanyi favoritnya.
Langkah Rara terhenti melihat sepupunya Leta duduk di kursi yang biasa Ia duduki, yaitu di kursi sebelah Nadin dan Bara. Sesaat Ia tercekat, tapi Ia segera sadar kembali. Dengan langkah pelan Rara menghampiri mereka.
Di meja makan sudah ada Nadin, Rio, Alan, dan Leta. Bahkan Nadin sekarang sedang mengisi piring Leta dengan nasi dan berbagai macam lauk pauk.
"Ra, sini duduk sebelah Kakak," sahut Rio yang melihat kedatangan Rara.
Alan dan Rio menatap Rara dengan pandangan yang sulit diartikan, Rara tahu jika saat ini kakaknya sedang mengalihkan perhatiannya. Sementara itu, Nadin menatap dengan pandangan sesal pada Rara.
Senyum di bibir Rara terbit, Ia melangkahkan kakinya menghampiri Rio dan Alan, lalu duduk di antara kursi Rio dan Alan.
"Maaf semuanya, aku telat turun."
Alan mencubit pelan pipi chubby Rara membuat Rara meringis sedikit. "Tadi, mau Kakak susul loh kamu," canda Alan.
Rara terkekeh. "Masa sih?"
"Sini Kakak isi piring nya," celetuk Rio
Tiba-tiba Rio mengambil alih piring Rara yang masih kosong di depan Rara, Ia mengisinya dengan nasi dan ayam bakar bagian paha yang sangat Rara sukai, tak lupa sayuran pelengkapnya.
"Aku bisa sendiri kok Kak," cegah Rara, tapi itu sia-sia.
"Gapapa, kalau kamu ambil sendiri, pasti makannya sedikit. Jadi Kakak ambilin," santai Rio.
Setelah selesai mengisi piring milik Rara, Rio menaruh piring tersebut di hadapan Rara hati-hati, lalu Ia mulai mengisi piring miliknya sendiri.
"Aku gak diisiin juga?" Celetuk Alan santai.
Mata Rio menatap datar Alan, berani-beraninya adik lucknut-nya itu memerintah dirinya, sedangkan yang ditatap hanya menampilkan wajah sok polosnya membuat Rio ingin menggeplak wajah yang menurutnya pas-pas an itu.
"Mau si isabel masuk bengkel?"
"Aduh nih Ra minum dulu."
Alan menyodorkan segelas air putih yang langsung diteguk Rara sampai setengahnya, tangan Alan mengusap air yang jatuh ke dagu Rara.Alan mengabaikan ucapan Rio yang selalu mengancamnya menggunakan isabel, tangannya langsung mengisi piringnya sendiri, membuat Rara tersenyum geli.
Nadin tersenyum, Ia pikir Rara akan marah karena tempat duduknya ditempati oleh Leta, Nadin merasa lega.
Berbanding terbalik dengan Leta, Ia menampilkan raut tak terbaca melihat Rio dan Alan yang memperlakukan Rara bak seorang putri raja.
Selama ini Ia tak pernah mendapat perlakuan seperti itu dari Rio maupun Alan. Mereka selalu acuh tak acuh kepadanya. Mereka akan baik pada Leta jika Nadin sudah membujuk mereka.
"Abisin ya sayang," ucap Rio.
Mereka semua mulai memakan makanannya masing-masing dengan khidmat, tak ada satu suara pun yang keluar selama mereka makan.
***
Entah kenapa Rara merasa lelah, Ia membaringkan tubuhnya di ranjang, pikirannya berkelana, lalu Ia mengingat momen saat tadi makan malam.
Leta duduk di kursi yang biasa Ia tempati, sejujurnya hati Rara sedikit tak suka, tapi Ia berusaha menghilangkan rasa itu. Ia tak ingin berprasangka buruk kepada orang lain, apalagi Leta adalah keluarganya sendiri.
Ceklek...
Pintu kamar Rara terbuka, Nadin muncul dari balik pintu dengan membawa segelas susu vanila di tangannya. Ia berjalan mendekati Rara yang sudah menegakkan tubuhnya di ranjang, lalu Nadin ikut duduk di sana.
"Minum susu nya ya," ucap Nadin.
Setiap malam Nadin memang suka mengantarkan segelas susu ke kamar Rara, jika Rara lupa meminumnya saat makan malam. Rara menerima gelas tersebut, lalu meminumnya sampai tandas.
"Maafin Mamah ya."
"Maaf kenapa Mah?" Bingung Rara.
Terdengar helaan nafas dari bibir Nadin. "Kamu pasti marah kan Mamah biarin Leta duduk di kursi kamu."
Mendengar itu Rara tersenyum. "Kenapa harus marah? Duduk kan bisa di kursi mana aja," kekeh Rara.
Nadin semakin merasa bersalah mendapat respon Rara yang malah menampilkan senyum manisnya.Saat makan malam tadi, tiba-tiba Leta ingin duduk di kursi tersebut, Rio dan Alan sempat marah, tapi melihat muka memelas Leta, terpaksa Nadin menurutinya dan membujuk putra-putranya.
"Kamu baik banget," kagum Nadin.
Nadin mengelus rambut Rara sayang, putrinya ini sangat baik dan bijaksana, Rara tak pernah merasa dengki atau pun dendam pada orang lain.
"Aku kan anak Mamah," goda Rara membuat Nadin tertawa kecil.
"Mamah mau bicara sesuatu boleh?"
"Kenapa minta ijin segala, Mamah bisa langsung bicara."
Nadin memegang kedua bahu Rara, matanya menatap sendu, ujung bibirnya berkedut.
"Apa Mah?" Tanya Rara penasaran karena Nadin tak kunjung mengeluarkan suaranya.
"Kamu harus baik ya sama Kak Leta," nasihat Nadin.
Kening Rara mengkerut, tentu saja Ia harus berperilaku baik pada sepupu sendiri, dan saling menyayangi, karena itulah gunanya keluarga. Ia sudah merasakan bagaimana jadi orang yang tidak diinginkan dalam sebuah keluarga, jadi sebisa mungkin Ia akan berperilaku baik pada Leta.
"Iya Mah, kenapa Mamah khawatir?"
"Kak Leta punya daya tahan tubuh yang lemah."***
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
New Life [END]
ChickLitSeluruh Chapter tersedia [CERITA SUDAH TAMAT] *** Aurora yang sering disapa Rara dipertemukan kembali dengan keluarga kandungnya. Ternyata Ia memiliki tiga Kakak laki-laki yang sangat possessive. Apakah Rara...