NL - 42

69.3K 5.4K 239
                                    

Setelah mendapat kabar jika Rara menghilang, Bara dan Arsen segera pulang ke rumah, Bara menjalankan mobilnya ugal-ugalan, membuat pengendara lain menekan klakson mereka kesal, tapi Bara tak menghiraukannya.

Mobil yang dikendarai Bara sudah masuk ke dalam pekarangan rumah, Ia memarkirkan mobilnya asal di halaman.

"Pah, Rara Pah."

Melihat suaminya pulang, Nadin segera berlari memeluk Arsen dengan pipi yang sudah dibanjiri air mata.

Meskipun Arsen sama-sama merasa khawatir dan gelisah, tapi Ia menyembunyikan itu semua, Ia tidak ingin membuat istri dan anak-anaknya semakin gundah.

"Sabar Mah, Rara pasti tidak pergi jauh," ucap Arsen berusaha menenangkan Nadin.

"Cek CCTV!" sentak Bara kepada bodyguard yang sedang berdiri di dekat pintu.

Rio berjalan menghampiri Bara, lalu menyerahkan Ipad yang sedang menampilkan rekaman CCTV yang ternyata sudah Rio dan Alan saksikan. Dengan cepat Bara meraih Ipad tersebut, rahangnya mengeras dengan tangan terkepal kuat, matanya yang memerah menyorot tajam layar tersebut.

"Berani sekali mereka menculik Rara," geram Bara.

"Kak, aku sudah menyuruh Jack melacak keberadaan Rara, tapi Rara tidak membawa ponselnya, jadi Jack membutuhkan sedikit waktu untuk menemukan Rara," sahut Alan yang dengan wajah gusarnya.

"Brengsek," maki Bara, "suruh Jack percepat, kita tidak tau apa yang akan terjadi kepada Rara."

Nadin semakin terisak dalam pelukan Arsen, saat mengetahui jika putrinya sudah diculik.  

Semua orang sedang gundah, mereka tak ingin kejadian 14 tahun yang lalu terulang kembali, mereka tak ingin kembali kehilangan permata keluarga ini.

"Telepon Rey, dia pasti bisa membantu kita," ucap Bara tegas.

Rio mengangguk, segera saja Rio merogoh ponselnya dalam saku celananya. Rio memang sudah mengenal Rey, karena Ia sering berkunjung ke kantor Bara, untuk membantu pekerjaan kantor, dan kebetulan Ia sering bertemu Rey, jadi mereka berteman.

"Aku tidak akan mengampuni mereka."

***

Di tempat lain.

Rara merasa letih, di badannya terdapat banyak memar karena jessi terus saja melakukan serangan fisik kepadanya, kepalanya sangat pusing, pasokan udara di dalam paru-parunya terasa menipis, membuat nafas Rara terasa berat.

"Kak lepasin aku," ucap Rara pelan.

Kepala Jessi menoleh, lalu tersenyum sinis, kakinya melangkah mendekati Rara, dengan pinggul yang bergerak ke kanan dan kiri.

"Apa, lepasin? Gak semudah itu Ra."

Jari telunjuk Jessi mengangkat dagu Rara, wajah Rara terangkat menatap wajah datar Jessi. Rara tersenyum kecil, membuat alis Jessi mengerut.

"Kenapa senyum? Udah gila ya lo?" Sulut Jessi.

"Kakak yang gila."

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang