NL - 21

63.7K 5K 63
                                    

"Kak Bara mau dansa?" Tanya Leta.

Bara hanya menatap datar Leta membuat hati Leta sakit, Ia hanya berharap Bara akan bersikap baik padanya, bukannya selalu mengacuhkan Leta.

"Kak Rio mau dansa sama aku gak?"

Menyadari tatapan sedih Leta, Rio jadi kasian, bagaimana pun mereka adalah sepupu, jadi Rio berdiri dari duduknya lalu mengikuti Leta berjalan menuju lantai dansa.

Mereka berdua mulai berdansa dengan terampil, sepertinya Leta dan Rio sudah sering berdansa, mereka sangat bagus.

Mata Rara tak berhenti memandang orang-orang yang sedang berdansa di sana. Ini baru pertama kalinya Ia melihat langsung orang berdansa, biasanya Ia hanya akan melihat di televisi.

"Mau dansa?" Tanya Bara lembut.

Kepala Rara menoleh, lalu menggeleng malu. "Aku gak bisa dansa," cicit Rara.

Rara benar-benar tidak tahu bagaimana cara berdansa, Ia tidak mau mempermalukan Bara nanti saat di sana.

"Gapapa, ayo."

Bara sudah berdiri dari duduknya, tangannya terulur menunggu Rara meraihnya dengan tersenyum lembut.

"Tapi aku gak bisa."

"Ada kaki Kakak yang bisa kamu injek," balas Bara lembut.

Hati Rara terenyuh, Bara sangat baik padanya, Ia juga tak ingin membuat Bara sedih karena tidak menuruti kemauan Bara.

Perlahan tapi pasti Rara menggenggam tangan Bara, lalu Bara mengajak Rara ke lantai dansa, di sana sudah ada banyak pasangan yang saling berdansa.

"Injek kaki Kakak," titah Bara.

Rara menggeleng. "Gak mau, nanti kaki Kakak sakit."

"Gapapa sayang."

"No, Kakak geraknya pelan-pelan aja, supaya aku bisa ikutin," ucap Rara.

Bara mengangguk, lengannya Ia taruh di pinggang Rara, sedangkan sebelah tangannya lagi menggenggam tangan Rara. Bara mulai melangkahkan kakinya yang langsung diikuti Rara dengan canggung.

Rara mengikutinya dengan sangat baik, ternyata dansa tak sesulit yang Rara pikirkan, Ia hanya perlu melangkahkan kakinya berirama dengan pasangannya. Rara mulai rileks.

"Ehh."

Rara terkejut saat genggaman Bara terlepas, tangannya ditarik oleh seorang pria, sehingga kening Rara menabrak dada keras pria tersebut, yang lumayan membuat kening Rara sakit.

Bara menatap tajam pria tersebut, tapi Ia tak bisa apa-apa karena ini memang peraturan dansa, dimana mereka akan bertukar pasangan di tengah irama. Bara berdansa dengan Leta, Ia menggerakkan badannya malas.

"Katanya tadi gak mau dansa, kok sekarang dansa?" Rajuk Leta yang tak dihiraukan Bara. Mata tajam Bara terus mengawasi Rara.

Sedangkan Rara, Ia sangat terkejut melihat siapa yang sudah menarik tangannya, ternyata itu adalah pria yang sudah Ia tabrak saat di dekat toilet, membuat Rara berdansa semakin kaku, Ia merasa tak nyaman.

Mata elang pria tersebut menatap lekat Rara yang dari tadi menundukkan kepalanya, sebelah tangannya memeluk pinggang Rara lembut, sedangkan sebelah tangannya lagi menggenggam tangan Rara yang terasa halus. Tangan kecil Rara terbalut sepenuhnya oleh tangan besar pria tersebut.

Rara berusaha melepaskan tangannya yang sedang digenggam pria tersebut, tapi tidak bisa.

"Kenapa?"

Suara maskulin itu berhasil membuat kepala Rara mendongak, Ia menatap ke arah mata pria itu yang menampilkan sorot mata tak terbaca. Sekarang tercetak jelas di wajah cantik Rara jika Ia sedang merasa gugup.

"M-maaf, aku gak bisa dansa," cicit Rara.

"Lalu, ini apa?" Alis pria itu mengerut, lalu bibirnya tersenyum tipis.

"Hah?"

Pria tersebut terkekeh, "Kamu sekarang sedang berdansa."

"Ah iya, aku cuma ikutin langkah kaki Kamu, jadi kelihatannya bisa," jawab Rara.

Kaki Rara mengikuti langkah pria itu dengan kaku dan canggung, tapi pria itu menuntun Rara dengan sabar dan lembut.

"Kamu sangat pintar berdansa."

"M-makasih," balas Rara meskipun Ia merasa jika perkataan pria tersebut tidak benar.

"Namamu Aurora?"

Rara hanya mengangguk, Ia merasa malu. Ia baru bertemu dengan pria tersebut, jadi Rara merasa malu, apalagi mengingat kejadian tadi.

"N-nama kamu siapa?" Tanya Rara ragu.

Rara bingung harus berbicara apa, jadi Ia menanyakan nama pria itu tanpa berpikir

Pria tersebut menarik pinggang Rara agar semakin dekat dengannya, membuat Rara meletakkan sebelah tangannya yang bebas ke dada bidang pria tersebut agar menciptakan sebuah jarak.

Kepala pria tersebut mendekati wajah Rara, refleks Rara menutup matanya kaget.

"Reynand, panggil Rey," bisik Rey tepat di telinga kanan Rara dengan diakhiri kekehan kecil di ujung kalimat.

Mendengar itu sontak Rara membuka matanya malu, pipinya memanas dan berubah jadi merah seperti tomat, jantungnya berdebar kencang saat merasakan hembusan nafas Rey yang beraroma mint menerpa permukaan wajahnya dan tentu saja saat Rey membisikkan namanya dengan suara seksi.

Rey semakin dibuat gemas dengan tingkah Rara yang terlihat malu-malu, Ia kembali membuat jarak antara dirinya dan Rara, takut gadis yang ada dalam pelukannya merasa tidak nyaman.

"O-oh."

Hanya itu jawaban Rara. Sekarang Rara sedang tidak fokus, Ia berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, dan tentu saja berusaha menenangkan jantungnya yang sedari tadi berdegup kencang entah kenapa.

Rey dengan telaten membimbing Rara untuk menggerakkan kakinya seirama dengan dirinya, sepertinya Rara memang tidak bisa berdansa, pikir Rey. Tapi, itu malah membuatnya semakin gemas.

"Awss..." ringis Rara.

Bara menarik paksa Rara dari pelukan Rey. Matanya menatap Rey tajam, Bara merasa geram melihat seorang pria menggoda adik kecilnya.

Saat musik berhenti, dengan tergesa Bara melepaskan rangkulannya pada Leta, lalu berjalan cepat ke arah Rara dan menariknya agar lepas dari pelukan Rey.

"Ayo pulang."

Bara menarik tangan Rara lembut menuju tempat dimana Arsen, Nadin, dan Alan duduk. Bara terlihat marah, tapi sebisa mungkin Ia tak akan menyakiti Rara.

"Ra tadi kamu sama si cowok itu dansa? Kok kamu mau sih, kan bisa sama Kakak," sahut Alan melihat kedatangan Rara dan Bara.

"Aku gak tau, tiba-tiba aja gitu," bingung Rara.

Rara memang tidak tahu, jika Ia akan berakhir berdansa dengan pria yang baru dikenalnya.

"Kakak kesel tau, kalian pada dansa lah Kakak sendirian kayak jomblo disini, mana Mamah sama Papah mesra-mesraan lagi di sini," rajuk Alan.

Rara berjalan mendekati Alan, lalu memeluknya agar kakaknya itu tidak kesal berkepanjangan.

"Maafin aku ya,"

"Yee, makanya cari pacar sana!" Ejek Arsen.

Alan semakin cemberut, Ia memang selalu ternistakan di mana dan kapan pun.

"Ra nih pake jas Kakak biar gak kedinginan."

Alan melepaskan jas yang melekat di tubuhnya, saat melihat Rara yang sepertinya kedinginan.

Plak...

Bara menghempas tangan Alan yang akan memakaikan jassnya kepada Rara, digantikan dengan dengan Bara yang langsung menyampirkan jas miliknya sendiri dikedua bahu Rara dengan wajah datar.

Wajah Alan melongo, Ia sekarang seperti orang bego. Alan tambah kesal mendapat perlakuan seperti itu dari Bara.

"Apa sih Kak? Aku duluan yang mau pakein Rara jas ya!" Marah Alan.

"Terus?"

Bara hanya acuh, Arsen dan Nadin menahan tawa mereka, nelangsa sekali putranya itu.

"Ya terus kenapa Kakak malah pakein punya Kakak?" Sewot Alan.

"Suka-suka Kakak," santai Bara.

Hati Alan gendok, ingin rasanya Ia mencabik-cabik wajah so cool Bara, tapi mana berani dia, Alan hanya bisa memendam kekesalannya dalam hati.

"Kakak jangan marah, mau punya Kak Alan atau Kak Bara sama aja kok," ucap Rara menenangkan.

Alan hanya menghembuskan nafasnya kasar. Sudah berasa jomblo dan sekarang kakaknya membuat mood Alan semakin memburuk. Alhasil Alan lebih memilih makan pasta yang disediakan pelayan.

Tak terasa sekarang sudah pukul 12 malam, semua orang mulai meninggalkan hotel, acara sudah usai dari 10 menit yang lalu, keluarga Addison berjalan menemui keluarga Remos untuk berpamitan pulang.

"Hana, aku sama anak-anak pamit pulang dulu ya sudah malam," ucap Nadin yang sudah cepika-cepiki dengan Hana.

"Nginep aja di hotel ini Din."

Nadin tersenyum. "Gak usah, lagian rumah gak jauh kok dari sini." Tolak Nadin halus.

"Yaudah kalau gitu, hati-hati ya."

"Selamat ulang tahun Frans, semoga panjang umur," ucap Arsen kepada Frans. Mereka bersalaman ala pria.

Anak-anak hanya diam memperhatikan orang tua mereka yang sedang mengobrol. Setelah berpamitan keluarga Addison pulang ke rumah.

***
.
.
.


New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang