Pagi ini Rara berangkat ke sekolah bersama Alan, dengan syarat Alan harus membawa mobil bukan isabelnya, ditambah hari ini terlihat mendung, jadi Alan setuju-setuju saja.
"Hai Ra," sapa Ica semangat saat Rara memasuki kelas.
Rara tersenyum manis lalu berlari kecil menghampiri Ica yang sedang berdiri di sebelah meja mereka, Ia langsung memeluk sebentar sahabatnya, meskipun mereka baru kenal, tapi mereka sudah seperti saudari kembar.
Di sekolah, Rara langsung populer berkat wajah cantik dan sifat baik hatinya, dan tak dapat dipungkiri juga karena Rara sering terlihat bersama Alan dan sahabatnya. Banyak yang berspekulasi jika mereka pacaran.
"Hahaha, kangen ya," goda Ica.
Semua orang yang ada di dalam kelas menatap mereka sinis, kecuali para pria. Entah ada apa dengan mereka semua, sepertinya mereka tidak suka melihat orang lain senang.
"Iya kangen," cengir Rara.
Mereka berdua duduk di kursi masing-masing. Ica mengeluarkan sesuatu dari tasnya, lalu mengayunkannya di depan wajah Rara.
Melihat itu raut wajah Rara terlihat kaget sekaligus antusias. Ica memperlihatkan gantungan kecil berbentuk bintang kepada Rara. Gantungan tersebut ada dua yang satu berwarna dusty pink dan yang satunya lagi berwarna baby pink.
"Wahh, lucu banget," seru Rara senang.
"Iya dong, waktu aku kemarin ke mall aku nemu ini di toko favorit aku, jadi aku beli dua deh."
"Toko favorit?"
"Iya, kalau beli apa-apa yang lucu, aku suka beli di sana. Kamu mau yang mana?" Ica memegang gantungan tersebut dengan tangan berbeda.
"Kenapa emangnya?" Bingung Rara.
Menurut Rara kedua gantungan itu sangat bagus dan lucu, jika Ia tau ada toko seperti yang dikatakan Ica, sudah pasti Ia akan pergi ke sana.
"Aku sengaja beli dua, buat kamu satu," jelas Ica.
Ica sengaja membeli aksesoris couple dengan Rara, Ia ingin memberi Rara hadiah sekaligus sebagai tanda persahabatan mereka.
"Serius?" Senang Rara.
"Iya dong. Cepet mau yang mana?"
"Baby Pink gapapa?"
Rara tertarik dengan gantungan bintang yang berwarna baby pink, berhubung Ia menyukai warna tersebut, jadi Ia memilihnya.
"Gapapa, nih."
Ica menyerahkan gantungan tersebut ke tangan Rara, dengan senang hati Rara menerimanya. Menurut Rara, Ica sangat baik dan ramah.
"Makasih."
Tangan Rara memeluk tubuh sahabatnya erat, Ia merasa senang. Selama Ia tinggal dengan orang tua angkatnya, Jessi selalu menyebarkan rumor negatif tentang dirinya, jadi dulu Rara tak punya teman satu pun, dan sekalinya Rara mempunyai teman, Ia dapat teman sebaik Ica.
"Sama-sama," balas Ica.
Pelukan mereka terhenti karena guru yang akan mengajar jam pelajaran pertama sudah memasuki kelas.
***
Saat jam pelajaran berlangsung, tiba-tiba Rara kebelet ingin ke toilet, Ia mengangkat tangannya bermaksud meminta izin pada guru, tapi Rara hanya diizinkan pergi sendiri, karena sudah tak tahan terpaksa Ia pergi sendiri tanpa Ica.Sesaat Ica merasa khawatir jika Rara pergi sendiri, karena Ia takut sahabatnya diganggu murid nakal, tapi Rara segera menenangkan Ica.
Kaki Rara berjalan cepat ke arah toilet, di dalamnya kosong tidak ada siapa pun. Segera saja masuk ke salah satu bilik toilet.
Setelah merasa lega, Rara keluar dari toilet, tapi tiba-tiba kakinya terhenti menyadari ada orang lain yang sedang berada di toilet.
"Wihh, siapa nih?"
Di depan cermin ada 3 perempuan yang sedang merapikan dandanannya, dan salah satu perempuan itu langsung mengeluarkan suaranya saat melihat Rara keluar dari bilik toilet.
Manik coklat terang Rara menatap nametag di seragam mereka satu per satu, mereka adalah Gisel, Mega, dan Vani.
"Lo bisu?" Tanya Gisel sinis.
Mereka tertawa bersama setelah Gisel berkata seperti itu. Rara berniat melangkahkan kakinya meninggalkan toilet, tapi langsung dicegah Gisel dengan memblokir jalan.
"Mau kemana hmm?"
Mega mendekati Rara dan Gisel, "Lo sok cantik banget berani ngedeketin cowok kita," ucapnya dengan nada sinis.
Kening Rara mengerut tak mengerti, perasaan Ia tak mengenal mereka dan tidak tau siapa yang dimaksud cowok mereka.
"Maksud kamu?"
"Halah, jangan sok bego deh lo. Gue ingetin ya jangan deket-deket Alan. Dia calon pacar gue!" Sentak Gisel.
"Gue tambahin jangan sok kecentilan di depan Leon sama Aldo!" Sambung Vani yang sedari tadi diam, sedangkan Mega menganggukkan kepalanya.
"Emang kenapa?" Tanya Rara.
Apa salah jika Ia dekat kakaknya sendiri? Perasaan Ia juga tidak kecentilan di depan Leon dan Aldo. Malah Rara baru mengenal mereka kemarin.
"Lo jangan banyak tanya! Tinggal ikutin omongan gue apa susahnya?" Bentak Gisel.
Rara sempat kaget mendapat bentakan dari Gisel, tapi Ia sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini.Di sekolahnya dulu banyak siswi yang melabraknya karena pria yang mereka sukai menyukai Rara. Padahal itu bukan salah Rara, Ia juga tidak pernah merespon para pria tersebut.
Ceklek....
Pintu terbuka menampilkan beberapa siswi yang memasuki toilet. Terpaksa Gisel dan teman-temannya menghentikan aktivitas mereka yang sedang mengancam Rara.
"Inget kata-kata gue!" Ucap Gisel dengan suara rendah dan mata menyipit.
Mereka bertiga keluar dari toilet. Rara menatap cermin yang ada di depannya, lalu menghembuskan nafasnya lelah.
"Ternyata semua sekolah sama aja, selalu ada pembullyan," keluh Rara.
Karena Rara merasa sudah terlalu lama berada di toilet, Ia segera kembali ke kelasnya yang masih melangsungkan KBM.
***
Semua murid berhamburan keluar kelas, bel pulang sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu, Rara sekarang sedang ada di halte sekolahnya menunggu Rio menjemput, karena Alan ada kegiatan khusus kelas 12 jadi Ia tak bisa mengantar Rara pulang terlebih dahulu.Jadi Alan menelpon Rio untuk menjemput Rara.
Suasana hati Rara sedikit buruk akibat kejadian di toilet tadi, Ica dan Alan pun merasa sedikit aneh dengan sikap Rara yang tidak terlihat seperti biasanya.
Sebenarnya Rara sudah berusaha melupakan kejadian tadi dalam ingatannya, tapi tetap saja itu selalu terlintas di pikirannya.
"Rara."
Panggil Rio yang sudah tiba di depan halte tempat Rara menunggu. Rara tersadar dari lamunannya, lalu menampilkan senyum manisnya, Ia berjalan pelan memasuki mobil Rio.
"Udah nunggu lama? Maaf ya Kakak telat," ucap Rio saat Rara duduk di kursi samping kemudi.
"Gapapa kok. Makasih ya Kak udah mau jemput aku."
"Apa sih yang enggak buat adik Kakak yang manis ini?" Goda Rio.
Rara hanya tersenyum menanggapi godaan Rio, lalu Rio mulai fokus menyetir mobilnya, Ia tak ingin terjadi sesuatu apalagi Ia sedang membawa Rara.
"Mau beli ice cream?"
Kepala Rara menoleh ke samping dimana Rio berada, tiba-tiba matanya berbinar, Ia sangat menyukai ice cream. Hanya ice cream lah yang bisa membuat mood-nya kembali baik.
"Beneran Kak?"
Rio terkekeh melihat betapa antusiasnya Rara, Ia menyadari jika mood adiknya sedang tidak bagus, jadi Ia menawarkan untuk membelikan Rara ice cream.
"Bener dong, mau kan pasti?"
"Mauuu..." seru Rara senang.
Rio mengacak rambut Rara pelan dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang lain tetap berada di kemudi.
"Ihh, jadi berantakan," rengek Rara.
"Sorry."
Mereka berdua mampir terlebih dahulu ke kedai ice cream yang sangat terkenal di kota ini, bahkan kedai ini sudah mempunyai cabang dimana-mana saking terkenalnya, ditambah tempatnya yang instragramable, membuat para remaja yang gila selfie rela datang jauh-jauh ke kedai ini.
"Ayo," ajak Rio.
Rara dan Rio keluar dari mobil, lalu memasuki kedai yang lumayan ramai, hanya ada beberapa kursi kosong yang tersedia.
Rara berdiri di depan deretan ice cream yang mempunyai rasa bermacam-macam, ingin rasanya Rara membeli semuanya.
"Mau rasa apa Ra?"
"Vanila, alpukat, sama coklat aja Kak," balas Rara antusias.
"No, pilih satu aja. Jangan kebanyakan makan ice cream."
Rara menatap Rio dengan puppy eyes andalannya, Ia sangat ingin makan banyak ice cream sekarang. Terdengar helaan nafas dari bibir Rio.
"Oke dua," putusnya mutlak.
"Gak boleh tiga?"
"Dua atau enggak sama sekali?" Tanya Rio santai.
Rara cemberut. "Iya ihh, ya udah aku mau yang vanila sama alpukat aja."
Pelayan yang bertugas, mulai menyiapkan pesanan Rara dengan hati-hati. Setelah selesai Rio membayarnya ke kasir, lalu mereka berdua duduk di kursi yang ada di sebelah jendela besar yang menampilkan jalanan.
"Kenapa Kakak gak beli?"
"Engga suka aja."
Rara menganggukkan kepalanya mengerti. Ia menikmati ice cream pemberian Rio.
"Kakak mau?"
Tangan Rara menyodorkan sesendok ice cream kepada Rio, tapi Rio langsung menggeleng. Ia tidak suka ice cream, karena rasanya sangat manis.
"Serius?" Tanya Rara tak percaya. Bagaimana bisa seseorang tak menyukai ice cream, pikirnya
"Iya sayang."
Ibu jari Rio terulur, mengusap sisa ice cream yang tertinggal di sudut bibir Rara, lalu tersenyum lembut.
Hampir semua pelanggan dan pelayang yang ada di kedai tersebut menatap mereka kagum. Ada yang mengira jika mereka pacaran, ada juga yang mengira mereka adik kakak.
"Kak foto yuk," ajak Rara.
Rara mengeluarkan ponselnya dari saku seragam, mulai mencari ikon yang berbentuk kamera. Lalu Rara meminta tolong pada salah satu pelayan untuk memfotokan dirinya dan Rio.
Difoto tersebut Rara tersenyum cerah dengan ice cream di tangannya, sedangkan Rio, Ia hanya tersenyum tipis tak lupa tangannya merangkul bahu Rara posesif. Mereka terlihat sangat bahagia di dalam foto tersebut.***
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life [END]
ChickLitSeluruh Chapter tersedia [CERITA SUDAH TAMAT] *** Aurora yang sering disapa Rara dipertemukan kembali dengan keluarga kandungnya. Ternyata Ia memiliki tiga Kakak laki-laki yang sangat possessive. Apakah Rara...