NL - 43

63.8K 5.3K 379
                                    

Lampu ruang operasi masih menyala, di dalam sana Rara sedang berjuang antara hidup dan mati, luka tembak di tangannya cukup parah, menyebabkan Rara tak sadarkan diri.

Semua orang sangat terpukul. Bara terduduk kaku di kursi tunggu depan ruang operasi, di sana sudah ada Nadin yang sedang menangis di pelukan Arsen, Rio yang menatap kosong ke depan, dan Alan yang matanya sudah memerah menahan amarah dan air mata. Rey juga masih di sana, tapi Ia sibuk dengan ponselnya.  

"Hiks... Pah, Rara Pah," isak Nadin.

Arsen semakin merengkuh tubuh rapuh istrinya ke dalam pelukan hangatnya, Nadin terus saja menangis, karena rasa penyesalan yang begitu dalam akan putri kecilnya.

Nadin sangat menyesal, selama ini Ia sudah mengacuhkan Rara, karena lebih memperhatikan Leta yang daya tahan tubuhnya lemah, pasti selama ini Rara sangat terluka akibat sifat tak adilnya.  

Aku sangat bodoh, telah menyia-nyiakan putriku, batin Nadin menjerit.

Kepala Nadin pening, akibat menangis terus dan tentu saja akibat syok. Kepalanya berkedut, perlahan matanya berkunang-kunang, tangannya menekan pelipisnya berharap rasa pening itu menghilang, tapi tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

"Mah," panggil Arsen yang sudah tak mendengar isak tangis Nadin, "Nadin," panggilnya lagi.

Tak mendapat respons, Arsen memegang bahu Nadin lalu menjauhkan dari badannya sedikit, matanya membulat melihat Nadin sudah tak sadarkan diri.

"RIO, PANGGIL DOKTER!"  

Rio yang sedang melamun terlonjak kaget, Ia memegangi dadanya yang berdetak lebih cepat, suara Arsen benar-benar mengejutkannya. Begitu pula dengan semua orang yang sama terkejutnya, mereka langsung mengalihkan pandangannya kepada Arsen.

"Mamah?" Kaget Bara dan Alan serempak.

Dengan cepat Arsen membopong tubuh istrinya diikuti Rio di belakangnya, membawa istrinya ke ruang pemeriksaan.  

"Brengsek."

Setelah mengatakan itu, Bara melenggang pergi meninggalkan koridor ruang operasi dengan langkah lebar, dengan amarah yang sudah berkumpul di kepalanya, terbukti dengan rahangnya yang mengeras dan tangannya mengepal.

Alan yang sedang berdiri menatap bingung ke dua arah berbeda, Arsen dan Rio pergi ke arah kanan, sedangkan Bara pergi ke arah kiri, kepalanya menatap bergantian kepergian mereka, Ia bingung harus menyusul siapa.

"Tenang saja, biar aku yang mengurus Kakak brengsek mu itu," celetuk Rey.

Rey menepuk pelan bahu Alan. "Kau tunggu di sini, jaga Rara!" Pesan Rey dengan nada yang mengintimidasi.

Kepala Alan mengangguk mengiyakan, lagi pula Ia tak ingin meninggalkan Rara yang sedang berjuang di dalam sana. Rey langsung membalikkan badannya, dan melenggang pergi menyusul Bara ke arah luar rumah sakit.

"Ya Tuhan, tolong selamatkan adikku dan persatukan kembali keluargaku," lirih Alan yang sudah terduduk kembali di kursi, dengan mata yang tak lepas dari lampu operasi yang masih menyala.

***

"Tunggu!"  

Langkah kaki Bara terhenti mendengar suara yang sangat dikenalnya, siapa lagi jika bukan Rey. Mereka saat ini sedang ada di parkiran indoor rumah sakit, di sana sangat sepi tak ada orang yang berlalu lalang, hanya ada kendaraan yang berjejer rapi di sana.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang