NL - 18

57.7K 5.1K 166
                                    

Leta Addison, gadis cantik keponakan dari Arsen dan Nadin. Ia adalah anak dari Arwin Addison adik kandung Arsen. Mamih dan papihnya sering ke luar negeri mengurus bisnis mereka.

Arwin dan istrinya Nala, sudah sering membujuk Leta agar ikut bersama mereka ke Amerika, tapi Leta selalu menolak, Ia lebih tinggal di rumah Arsen.

Saat Arwin dan Nala pergi, maka Leta akan menginap bahkan tinggal di rumah Arsen, karena di sini Ia mempunyai tiga sepupu, jadi Ia tak kesepian seperti saat di Amerika.

Nadin dan Arsen pun fine-fine saja jika Leta tinggal di sini, mereka berdua sudah menganggap Leta sebagai putri mereka, apalagi setelah menghilangnya Rara, Nadin jadi sangat menyayangi Leta.

Berbanding terbalik dengan putra-putranya, meskipun Rio dan Alan, menerima kehadiran Leta setengah hati, Bara bersikeras jika Ia hanya mempunyai satu adik perempuan yaitu Aurora.

Bahkan Bara tak segan membentak Leta, membuat Nadin marah. Nadin sangat menyayangi Leta, jadi Bara sering kali terpaksa berbuat baik kepada Leta.

Leta sangat mengharapkan kehadiran seorang kakak, Ia hanya anak tunggal yang kesepian, karena orang tuanya sering berpergian ke luar kota bahkan luar negeri.

Leta juga mudah kelelahan, Ia akan tumbang jika terlalu banyak melakukan aktivitas, selama ini Ia homeschooling. Arwin dan Nala tak mengizinkan Leta sekolah seperti orang lain. Tapi, kini Leta sudah masuk SMA, jadi Ia ngotot ingin sekolah biasa, terpaksa orang tuanya mengizinkan.


***



Rumah terasa sepi, membuat Rara merasa bosan, karena bosan, Rara berjalan pelan ke kamar Leta yang ada di sebelah kamar Bara, itu bisa di bilang kamar paling ujung di lantai dua, tapi memiliki pemandangan taman dan kolam berenang di halaman belakang.

Tangan kanan Rara memegang knop pintu, sedangkan tangan kirinya mengetuk pintu pelan.

Tok...tok...

Leta yang sedang memainkan ponselnya sedikit terkejut, refleks Ia menyimpan asal ponselnya di ranjang, lalu berjalan ke arah pintu, perlahan pintu pun terbuka menampilkan Rara dengan senyum manisnya. Melihat itu Leta ikut tersenyum.

"Kenapa gak langsung masuk aja?" Tanya Leta.

"Hehe, takut gak sopan, jadi aku ketuk pintu dulu."

Leta mengajak Rara masuk ke dalam kamarnya, mereka duduk di ranjang bersebelahan, mata Rara tak sengaja melirik foto di atas nakas samping ranjang.

Menyadari itu, tangan Leta terulur meraih foto berbingkai putih tersebut, senyum Leta terukir di wajahnya.

"Itu kakak ya?" Tanya Rara.

"Iya. Yang ini Kak Bara, ini Kak Rio, Ini Kak Alan, dan ini tentu aja aku."

Leta menunjuk satu persatu orang yang ada di foto tersebut.

Dalam foto tersebut terlihat Leta kecil sedang memeluk tangan Bara manja Ia tersenyum bahagia, sedangkan Bara seperti biasa Ia menampilkan wajah datar, Rio tersenyum tipis seraya bersidekap dada, dan Alan dengan konyolnya berjongkok memeluk kaki Bara dengan gigi ompong yang tampak menggemaskan.

"Kak Alan lucu banget," gemas Rara.

"Iya ya. Waktu kecil aku sama Kak Alan sering berantem, tapi Kak Alan dulu yang selalu minta maaf," ucap Leta diiringi kekehan kecil.

Mata Rara memancarkan perasaan bahagia sekaligus sendu, mereka terlihat sangat bahagia, Ia juga ingin merasakannya walaupun hanya dalam mimpi. Selama ini Ia selalu kesepian.

"Kak Alan emang jail," ceria Rara.

"Iya, tapi Kak Bara sama Kak Rio selalu bela aku," bangga Leta.

Rara hanya menampilkan senyum kecil. "Bener, Kak Alan cuma takut sama Kak Bara hehe."

Figura tersebut diletakkan kembali ke nakas oleh Leta. Lalu Ia kembali duduk di ranjang sebelah Rara, menolehkan kepalanya ke arah Rara, membuat mereka saling menatap.

"Kamu selama ini tinggal dimana?" Tanya Leta.

"Aku tinggal di rumah ayah Aji sama mamah Rena," jawab Rara.

"Oh, mereka orang tua angkat kamu ya?"

"Iya."

Setelah jawaban Rara, mereka tak bicara selama 2 menit, membuat keadaan jadi hening, Rara jadi teringat ayahnya, apa ayahnya itu baik-baik saja? Pikir Rara.

"Oh iya, ada apa kamu ke kamar aku?" Tanya Leta tiba-tiba.

Rara menampilkan cengiran khasnya, "Aku cuma mau ngobrol sama kakak kok, aku bosen di kamar sendirian." Kepala Leta mengangguk mengerti.

"Kakak nginep di sini berapa lama?" Tanya Rara.

Jujur Rara senang dengan kehadiran Leta di rumah ini, karena Ia jadi mempunyai teman ngobrol, siapa tau hobi mereka pun sama, jadi Rara bisa bermain dengan sepupunya ini.

"Kenapa?" Nada Leta terdengar datar

Leta salah mengartikan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rara, Ia mengira jika Rara ingin dirinya segera pergi dari rumah ini, alhasil raut wajah Leta berubah jadi datar.

Menyadari itu, Rara tersenyum canggung. "Engga kok aku cuma nanya aja,"

"Rumah ini udah kayak rumah aku sendiri, Mamah Nadin juga izinin kalau aku pindah ke rumah ini."

Rara semakin merasa tak enak mendengar penuturan Leta yang seakan menegaskan jika dia juga berhak tinggal di sini, padahal bukan maksud Rara menyinggung perasaan Leta, Ia hanya senang akan mendapat teman, jadi Ia bertanya akan sampai kapan Leta menginap di sini.

"Bukan maksud aku-"

"Udah lah, aku mau tidur siang, kepala aku tiba-tiba pusing. Kamu bisa keluar kan?" Usir Leta halus sambil tersenyum kecil.

Leta membaringkan tubuhnya di ranjang, menarik selimut sampai sebatas pinggang, matanya mulai tertutup tanpa menghiraukan Rara yang masih ada di dalam kamar.

"Ya udah, aku keluar ya," pamit Rara.

Kaki Rara melangkah keluar dari kamar Leta, Ia sedikit tertegun mendengar cara bicara Leta yang terkesan berbeda saat berbicara dengan anggota keluarga yang lain, dimana Leta akan lemah lembut dan pengertian, tapi saat bicara dengan dirinya, Leta seperti tidak menyukai Rara, atau mungkin itu hanya perasaan Rara saja.

"Mungkin Kak Leta lagi pusing, jadi gitu," ucap Rara pada dirinya sendiri.

Rara memasuki kamarnya sendiri, Ia melihat sekeliling kamar, tidak ada satu pun foto dirinya dengan keluarga Addison, sesaat Ia merasa sedih, tapi Rara langsung menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran tersebut.

"Harusnya aku bersyukur, karena dipertemukan kembali sama keluarga kandung aku, kenapa aku malah sedih," lirih Rara diiringi kekehan.

Tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas, dalam background ponselnya ada foto Rara dan Rio yang sedang berada di kedai ice cream tempo hari.

Senyum Rara terukir indah, Ia bersyukur sekali mempunyai kakak yang sangat perhatian seperti Rio, Ia tak menyangka jika Rio waktu itu akan mengetahui jika Rara sedang tidak mood, Rara juga senang ditraktir ice cream oleh Rio.

Karena lelah berdiri, Rara membaringkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit kamar, Ia melamun.

Ting...

Suara notif ponsel berbunyi, membuat Rara sedikit kaget, Ia langsung mengambil ponselnya yang ada di sampingnya. Jarinya langsung menekan notif pesan tersebut.

Kening Rara mengerut, Ia tidak tau siapa yang menghubunginya, kontaknya pun tak ada nama menandakan belum di save oleh Rara.

Rara sempat ragu untuk membalas pesan tersebut, Ia berpikir jika itu hanya orang yang iseng.


💌


+6×××××××××××4
Hai Ra.
Gue Leon


Rara
Oh, Kak Leon, Kirain aku siapa
Eh tapi Kak Leon dapet
nomorku dari siapa?


Kak Leon
Dari Ica
Maaf ganggu, gue cuma mau
minta tolong buat kasih tau Alan,
kalau nanti malem dia harus
datang ke tempat biasa.


Rara
Oh gitu, bentar ya aku
kasih tau dulu Kak Alan.


💌


Mengetahui itu Leon, Rara segera menyimpan kontak tersebut diperangkat ponselnya dengan nama 'Kak Leon'.

"Tempat biasa?"

Rara jadi kepo, Ia ingin tau apa itu tempat biasa, apa itu tempat kakaknya nongkrong dan bermain?

Rara bangkit dari duduknya, kakinya langsung melangkah cepat ke arah kamar Alan yang tidak terlalu jauh dari kamar miliknya, hanya terhalang ruang musik dan ruang kerja Bara.

Ceklek...

Tanpa mengetuk pintu, Rara langsung membukanya. Matanya langsung menangkap sosok yang sedang bergelung dengan selimut, pasti Alan sedang tidur, karena kata Alan 'hari libur itu paling apdol jika dipakai tidur seharian.'

"Kak..." panggil Rara pelan.

"Kakak."

Rara mulai mengusap bahu Alan, dengan harapan Alan segera bangun dari tidur panjangnya.

"Kakak ihh bangun!" Desak Rara.

Bukannya tidak sopan, tapi Alan sudah tidur dari tadi malam sampai sekarang pukul 2 siang, bahkan Alan melewatkan sarapan dan makan siangnya, Rara juga khawatir jika Alan akan sakit.

"Eghh..." lenguh Alan.

Merasa terganggu, terpaksa Alan menghentikan mimpi indahnya. Matanya perlahan terbuka, tangannya mengucek kedua mata agar tidak buram, kepala Alan terasa pening, mungkin akibat tidurnya yang terlalu lama.

"Apa?" Lirih Alan.

Kalau saja yang membangunkannya orang lain, maka Alan pastikan, kakinya sudah menendang bokong orang tersebut.

"Kakak ihh, kok masih tidur udah jam 2 bangun..." rengek Rara.

"Jam 2 malem?" Tanya Alan dengan mata tertutup.

Rara memutarkan bola matanya malas. "Jam 2 siang ihh ... bangun Kak."

Dengan malas Alan menegakkan tubuhnya, lalu bersandar di kepala ranjang, matanya masih setengah terpejam, mimpinya sekelebat masih berjalan.

"Kak Alan!"

"Apa? Baby ada apa hmm?" Sahut Alan setia dengan matanya yang terpejam.

Rara menghembuskan nafasnya lelah. "Nih, pesan dari Kak Leon."

Tangan Rara menyodorkan ponselnya ke hadapan muka bantal Alan. Refleks Alan menerima ponsel tersebut, dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya.

"Leon?" Bingung Alan.

Mata Alan membaca pesan antara Rara dan Leon, lama-lama kesadarannya terkumpul. Matanya langsung melotot dengan wajah terkejut.

"LEON?"

***
.
.
.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang