NL - 12

81.8K 6.8K 214
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi 2 menit yang lalu. Banyak siswa yang berhamburan keluar kelas, ada juga yang memilih diam di kelas entah itu karena mereka membawa bekal sendiri dari rumah atau pun mengerjakan tugas.

Rara mengambil ponsel berlogo apel digigit pemberian Bara yang ada di kolong meja, ponselnya dari tadi bergetar. Ia membuka room chat, ternyata banyak pesan yang tertera pada layar. Pertama Rara membuka chat yang dikirimkan Rio.


💌


Kak Rio

Raraaa
Kamu udah istirahat belum?
Udah makan?
Gak ada yang jailin kamu kan?
Kok gak dibales?
Masih belajar ya?


Rara

Maaf ya kak baru bisa bales. Aku baru istirahat soalnya, aku juga baik-baik aja kok.

💌


Rara terkekeh membaca pesan yang dikirim Rio. Menurut Rara, Rio sangat lucu jika sedang khawatir.

💌


Kak Bara

Sayang
Rara masih belajar?
Ini udah jam istirahat, kamu harus makan
Balas pesan Kakak
Rara


Rara

Maaf Kak baru bales, ini aku mau makan kok, lagi nunggu Kak Alan.

💌



"Hai." Sapa seorang gadis yang duduk semeja dengan Rara.

Refleks Rara langsung menaruh ponselnya di saku seragam, Ia menoleh pada gadis tersebut yang mempunyai rambut sebahu, mata belo, bibir tipis, dan mempunyai badan yang sedikit lebih tinggi dari Rara, mungkin cuma 5 cm.

"Hai juga," balas Rara canggung.

Gadi itu tersenyum manis. "Kenalin aku Ica."

Ica mengulurkan tangannya sebagai tanda berkenalan. Senyum manis di wajahnya tak luntur. Rara ikut tersenyum lalu membalas uluran tangan Ica.

"Rara."

"Hehe udah tau kok."

Di sekolah, Ica tidak mempunyai teman, yang benar-benar teman. Paling mereka datang padanya saat sedang butuh. Ketika melihat Rara, entah kenapa Ia seperti mempunyai sinyal di kepalanya untuk berteman dengan dengan Rara.

"Mau ke kantin?" Tanya Ica.

"Iya, tapi nunggu Kak Alan ke sini dulu."

"Kalian pacaran?" Syok Ica.

Seantero sekolah sudah tahu jika Alan sulit didekati perempuan. Meskipun Ia kadang bersikap konyol, Ia tidak suka jika ada perempuan yang mendatanginya lalu so akrab.

Rara menggeleng. "Engga kok, dia Kakak aku," santai Rara.

"WHAT?"

Suara lantang Ica berhasil menarik perhatian murid yang ada di kelas, tapi mereka langsung acuh kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Kenapa?" Kaget Rara.

"Ohh, jadi Kak Alan punya adik ya? Aku kirain gak punya hehe," cengir Ica.

Rara hanya tersenyum maklum. Pasti selama ini semua orang menganggap Arsen dan Nadin hanya mempunyai 3 orang anak.

"Maaf ya, kamu pasti kesinggung," sesal Ica.

Ica tak bermaksud, karena yang selama Ia tahu, Alan tidak mempunyai adik, jadi Ia kaget.

"Gapapa kok, kenapa minta maaf segala," ucap Rara sambil terkekeh geli.

"RARA."

Di ambang pintu terlihat Alan yang ngos-ngosan, Ia berlari ke kelas Rara, tadi Alan sempat diganggu fans-nya. Alhasil Ia harus mengeluarkan aura mengerikan miliknya, agar mereka semua menjauh.

Rara dan Ica yang sedang mengobrol, menolehkan kepalanya ke arah pintu, Ica sempat terpesona melihat Alan dengan rambut acak-acakan yang menambah kesan tampan pada diri Alan.

"Maaf ya Kakak telat." Alan berjalan menghampiri Rara dan Ica

"Gapapa kok."

"Ya udah ayo," ajak Alan.

"Bolehkan kalau Ica ikut?"

Alis Alan menyatu. "Ica?" Tanyanya bingung.

"Iya temen baru aku, ini dia."

Rara merangkul bahu Ica, menunjukkan bahwa Ica adalah temannya pada Alan. Sedangkan Alan, Ia hanya menatap datar gadis di hadapannya, sebenarnya Ia tak tertarik.

"Eh, gapapa kok Ra. Aku bisa ke kantin sendiri," tolak Ica tak enak, setelah melihat tatapan yang Alan layangkan pada dirinya.

"Gak boleh, harus bareng. Iya gak Kak?" Tanya Rara menatap polos Alan.

Alan menghembuskan nafasnya pasrah, lagi pula hanya satu perempuan, Ia bisa menoleransinya karena dia adalah teman adiknya.

"Boleh. Ya udah ayo."

Mereka bertiga pergi ke kantin, dalam perjalanan Rara bergurau dengan Ica, mereka saling menertawakan lelucon satu sama lain. Alan merasa cemburu, belum satu hari sekolah adiknya sudah melupakan keberadaan dirinya. Belum lagi Alan berjalan selangkah lebih depan, membuat dirinya seperti bodyguard saja.

"Mau makan apa?" Tanya Alan.

Mereka sudah sampai di kantin. Di sana sangat ramai, Rara dan Ica berdiri di belakang Alan yang sedang menatap ke kedai nasi goreng.

"Kalau makan mie kuah boleh?" Tanya Rara.

Entah kenapa Rara ingin makan mie instan, saat matanya melihat menu yang tertera di depan kedai, Ia melihat mie instan yang sangat menggugah selera.

"Gak boleh."

"Kalau mie ayam?"

"Gak boleh."

"Mie goreng?"

"Gak boleh."

Ica melongo mendengar perdebatan Alan dan Rara, daripada sebagi adik dan kakak, menurut Ica mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Ica sempat ragu jika Rara berkata jujur kalau Alan adalah kakaknya.

Rara menampilkan wajah sebal, kenapa nanya mau makan apa jika apa yang mau Rara makan tak boleh.

"Ya udah terserah Kakak aja," jawab Rara sedikit kesal.

"Nasi goreng aja oke."

Alan berniat berjalan mendatangi kedai nasi goreng, tapi Rara langsung mencengkram pergelangan tangan Alan, sehingga langkah Alan terhenti.

"Kenapa?"

"Sama Ica juga ya," pinta Rara sambil tersenyum manis.

"Hah?"

Mendengar namanya dibawa-bawa sontak saja Ica kaget, mana berani dia nyuruh seorang Alan, bisa-bisa hidupnya jadi tak tenang.

"Gapapa kok aku bisa beli sendiri," tolak Ica halus.

"Bagus." Celetuk Alan.

Rara mengerutkan keningnya. "Kenapa gitu? Tadi di kelas katanya kamu mau makan nasi goreng. Sekarang Kak Alan mau beliin aku nasi goreng, jadi sekalian aja. Ya gak Kak?" Tanya Rara polos.

Alan mendengus, jika yang minta bukan Rara, sudah Alan ceburin ke kolam renang anak-anak. Terpaksa Ia mengangguk, meskipun harga dirinya terasa terinjak.

"Tapi gapapa kok," ucap Ica tak enak.

"Tunggu disini, Kakak pesen dulu."

Setelah Alan memesan makanan dan minuman, Ia mengajak Rara dan Ica duduk di meja yang dihuni 2 orang pria tampan, yang satu sedang mengoceh dan yang satunya lagi hanya menanggapi dengan gumamam atau mengangguk.

"Aku boleh duduk di sini emang?" Tanya Rara pada Alan.

Rara dan Ica merasa ragu untuk duduk di sana. Bukan karena ada kedua pria tersebut, tapi karena tatapan sinis dari hampir seluruh kantin kepada mereka.

Kedua pria yang sedang asik itu menolehkan kepalanya kepada Alan, Rara, dan Ica yang masih berdiri.

"Boleh dong. Siapa yang engga bolehin?" Santai Alan.

Mereka bertiga duduk di hadapan kedua pria tersebut yang menampilkan wajah heran. Karena tak biasanya Alan dekat dengan perempuan, apalagi ini membawanya makan semeja.

"Siapa mereka?"

Tanya salah satu pria tersebut. Ia bernama Aldo wijaya, pria manis yang selalu mengumbar senyum, tubuhnya tinggi, dan tampan. Aldo sangat cerewet melebihi Alan, dan tentu saja tidak bisa diam.

"Pacar lo?" Sekarang bagian pria di sebelah Aldo yang bertanya.

Dia adalah Leon Bagaskara. Pria tampan dan tinggi, kadang cuek kadang jail. Jangan lupakan Ia adalah playboy cap badak, menurut dirinya dia tidak playboy, karena perempuan dululah yang mendekatinya.

"Adik gue," santai Alan.

Leon dan Aldo melotot, tak percaya dengan apa yang dikatakan Alan. Selama pertemanan mereka, Leon dan Aldo tidak tau jika Alan mempunyai seorang adik, yang mereka tau Alan hanya mempunyai kakak yang sangat mengerikan.

"Sejak kapan anjir lo punya adik sebening ini?" Tanya Aldo dengan nada yang tak terbilang santai.

Alan memutar bola matanya malas, rempong banget temannya ini. "Entar gue jelasin."

"Kenapa gak sekarang?" Tanya Leon, acuh tak acuh.

"Gue bilang entar ya entar!"

Sekarang Alan malas bicara panjang lebar, apalagi jika berhadapan dengan Aldo yang selalu menghujaninya pertanyaan, yang menurut Alan Ia sudah tau sendiri jawabannya. Emang gak ada kerjaan.

"Yaelah, santai bro," sahut Leon.

"Ehh, kenalan dulu atuh cantik. Abang namanya Aldo, kalau kamu?"

Aldo mengulurkan tangannya ke hadapan Rara dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Mana tau Rara adalah jodoh yang dikirimkan Tuhan padanya, pikirnya.

Rara membalas uluran tangan Aldo, "Aku Rara."

Aldo tak melepaskan tautan tangan mereka, membuat Alan melototkan matanya tak terima. Bisa-bisa Rara tertular kebegoan sahabatnya, segera saja Ia melepaskan tautan tangan mereka, lalu menggantikannya dengan tangannya sendiri.

"Apa sih lo?" Sewot Aldo.

"Dih, dia Adik gue suka-suka gue lah."

"Kakak gak boleh gitu," tegur Rara merasa tak enak.

Aldo tersenyum merasa jika Rara sedang membelanya. Ia memeletkan lidahnya pada Alan, geraman keluar dari mulut Alan. Jika tidak ada adiknya sudah dipastikan Aldo akan tersungkur ke lantai.

Plak....

Leon menggeplak kepala bagian belakang Aldo. Ia jengah dengan kelakuan kekanak-kanakanya.

"Ish, lo kenapa sih suka banget siksa gue kayaknya," amuk Aldo.

Rara dan Ica saling tatap, mereka tak menyangka ternyata begini kelakuan tiga mostwanted di SMA Remos ini.

"Ehh tunggu, lo Ica ya? Anak 10 IPA 1?" tanya Aldo saat melihat ada serang gadis lainnya di sebelah Rara.

Ica hanya menganggukkan kepalannya sambil tersenyum kecil. Ica memang sudah dikenal banyak orang di sekolah ini, karena Ia pernah mengikuti lomba pidato.

"Ini makanannya," kata pemilik kedai.

Pemilik kedai itu menaruh 3 porsi nasi goreng di meja, tak lupa 2 jus alpukat, dan 1 jus jeruk. Rara dan Ica berbinar melihat makanan mereka sudah siap. Segera saja mereka memakan makanannya tanpa menghiraukan Alan, Leon, dan Aldo, tak lupa bisikkan-bisikkan dari para siswi yang ada di kantin.

Rara tak menyadari jika selama Ia makan ada sepasang mata yang terus menatapnya, entah apa arti dari tatapan itu, yang pasti orang itu tak mengalihkan pandangannya dari Rara.


***
.
.
.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang