NL - 11

103K 7.3K 332
                                    

Hari ini adalah hari pertama Rara sekolah. Rara sudah siap dengan seragam yang melekat indah ditubuhnya. Rambutnya digerai indah, Ia hanya memakai bedak baby dan lipbalm warna bibir. Matanya memancarkan binar bahagia, hari ini Ia akan dapat teman. Rara sangat bersemangat.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh, sekolah barunya akan ditutup pukul tujuh lewat lima belas menit. Jadi masih ada waktu untuk sarapan.

Rara melangkahkan kakinya menuruni anak tangga untuk ke ruang makan. Sesekali Ia bersenandung kecil, mood Rara pagi ini sedang baik.

"Wahh, anak Mamah cantik banget," puji Nadin saat melihat kedatangan Rara.

Di sana ternyata semua orang sudah ada, kecuali Alan. Sepertinya Alan masih bersiap. Bara, Rio, dan Arsen menoleh ke arah Rara berdiri. Rara tersenyum manis memperlihatkan deretan giginya yang rapih, menambah kesan cantik dan imut pada dirinya.

Bara bangkit dari duduknya, lalu menghampiri Rara, memeluknya sebentar sebelum mengajak Rara duduk di kursi yang biasa Ia duduki yaitu di sebelah Bara dan Nadin.

"Cantik banget adek Kakak," puji Rio.

"Makasih."

Rara duduk di kursinya, pelayan mulai menghidangkan makanan yang akan mereka makan sebagai sarapan.

"Rok nya kenapa pendek?" Tanya Bara tiba-tiba.

Semua orang melihat ke arah Rara. Nadin mengerutkan alisnya, perasaan rok Rara biasa saja, malah menurutnya terlalu panjang.

"Bagus kok pas," sahut Nadin.

"Iya Mah kependekan itu," celetuk Rio.

Menurut Rio juga rok yang Rara pakai terlalu pendek. Padahal Rara memakai rok yang panjangnya selutut. Itu termasuk panjang, jika melihat anak zaman sekarang yang suka memakai rok di atas lutut.

"Masa? Padahal rok ini lebih panjang dari rok sekolah aku dulu," heran Rara.

Arsen hanya menyimak. Putra-putranya itu sangat posesif pada adik perempuannya, tapi Arsen senang melihat perubahan pada diri Bara yang memperhatikan orang lain selain dirinya sendiri.

"Dulu kamu pake yang lebih pendek?" Kaget Rio.

Padahal Rio sudah tidak aneh melihat anak SMA yang memakai rok pendek, tapi ini mengenai adiknya, Ia tak terima.

"Udahlah. Kalian ini gak tau model, masa iya Rara mau pake rok panjang semata kaki," pungkas Nadin.

Nadin mulai menyendokkan makanan ke piring suaminya, Arsen mengangguk setuju dengan apa yang Nadin lontarkan. Menurutnya rok yang dipakai Rara masih terbilang wajar.

"Besok ganti pakai yang lebih panjang," putus Bara.

Nadin memicingkan matanya, lalu memberi isyarat agar Rara mengiyakannya saja.

"Iya Kak."

"HELLOW EVERYBODY, PASTI NUNGGU AKU YANG GANTENG INI KAN?"

Teriakan menggelegar Alan memenuhi seluruh ruang makan. Bara dan Rio menatap tajam Alan, Nadin memutar bola matanya malas, sedangkan Rara Ia hanya tersenyum melihat sikap konyol Alan.

"Jangan teriak-teriak! Emang ini hutan apa?" Sentak Arsen.

Alan hanya cengengesan, Ia duduk di kursi depan Rara, matanya menatap kagum Rara.

"Ciee, pake seragam kayak Kakak," goda Alan.

Rara hanya tersenyum manis. Hari yang ditunggu-tunggunya akhirnya tiba, Ia akan bersekolah hari ini.

"Sudah, sarapan dulu," perintah Arsen.

Beberapa menit kemudian mereka semua sudah selesai sarapan. Alan bangkit menghampiri Rara, berniat mengajaknya pergi bersama.

"Ayo Ra," ajak Alan sambil meraih tangan Rara.

Tapi itu tak berlangsung lama, karena Bara langsung mencegahnya, Ia melepas tautan tangan Alan dan Rara, digantikan dengan tangannya yang menggenggam tangan Rara. Alan menampilkan wajah tak suka.

"Apa sih Kak?" Kesal Alan.

"Rara berangkat bersama Kakak," ucap Bara datar.

Alan melongo. Masa iya Bara akan mengantar Rara ke sekolah, padahal arah sekolah dan kantor sangat jauh, bagai sekolah ke barat dan kantor ke timur.

"Kakak gak usah repot-repot. Rara kan satu sekolah sama aku, jadi sama aku aja," sanggah Alan.

"Kakak gak repot," singkat Bara.

Alan kesal kepada Bara. Rio yang dari tadi hanya diam, mulai angkat bicara.

"Sama Kakak aja yuk Ra," celetuk Rio sudah berdiri dari duduknya.

Rara bingung, kalau dipikir-pikir lebih sederhana berangkat dengan Alan karena mereka satu sekolah, tapi kakaknya yang lain bersikeras ingin mengantarnya.

"Diam kalian!" Sentak Bara.

Alan menutup rapat mulutnya. Kalau sudah begini bisa apa dia.

"Rara berangkat sama Kakak."

"Kenapa sih Kak?" Tanya Rio ikut kesal.

"Alan ke sekolah naik motor, Kakak gak izinin. Sedangkan kamu Rio, kamu bawa mobil kayak kesurupan, tentu saja Kakak gak akan biarin Rara ikut kamu," jelas Bara panjang.

Semua orang takjub sekaligus cengo. Baru kali ini Bara berbicara panjang lebar, mereka tak heran karena itu menyangkut Rara, jadi Bara bersedia mengeluarkan suara maskulinnya itu.

"Wow keajaiban dunia ini, ahh lupa gak direkam," heboh Alan.

Pletak...

Nadin menjitak kepala Alan pelan. Sekarang aja Alan heboh, entar pas di rumah gak ada siapa-siapa pasti merengek karena kena bogem Bara.

Bara mengabaikan semua ocehan tak bermutu adiknya, Ia segara menarik Rara keluar rumah, lalu memasuki mobil menuju sekolah Rara.


***


Mobil yang dikendarai Bara sudah sampai di depan gerbang SMA Remos, sekolah elit yang hanya orang berduit tebal saja yang bisa sekolah di sini, banyak murid berprestasi berasal dari sekolah ini, fasilitasnya juga tak main-main, menjadikan SMA Remos sekolah swasta terfavorit.

Rara merapihkan rambutnya sebentar, Ia merasa gugup, dan Bara menyadarinya.

"Jangan gugup."

Bara meraih kedua tangan mungil Rara, Ia menangkupnya untuk mengurangi rasa gugup Rara, lalu tangannya berpindah mengelus rambut halus Rara.

"Ingetkan kata-kata Kakak, ka-"

"Aku inget. Gak boleh makan sembarangan, gak boleh ceroboh, gak boleh temenan sama orang gak baik, gak boleh jajan makanan instan, gak boleh makan pedas, dan harus selalu kabarin Kakak. Aku inget kok, kan Kakak dari 3 hari yang lalu selalu ngomong gitu." Cerocos Rara dengan hanya satu tarikan nafas.

Bara terkekeh, adiknya sangat menggemaskan. Sebenarnya Ia ingin Rara homeschooling saja, di luaran sana banyak orang jahat, Ia takut Rara dimanfaatkan orang lain.

"Bagus, kalau ada apa-apa hubungi Kakak," tegas Bara.

Rara mengacungkan kedua jempolnya. Ia pamit keluar dari mobil, sebelum keluar Bara menyempatkan mengecup kening Rara yang dibalas Rara dengan mencium pipinya. Dari luar mobil, Rara melambaikan tangannya.

Dari arah dalam sekolah, terlihat Alan berlari kecil menghampiri Rara, saat sudah ada di depan Rara, Alan langsung menggandeng Rara memasuki area sekolah yang sudah ramai.

Di koridor banyak bisik-bisik yang membicarakan Alan dan Rara. Alan adalah mostwanted di SMA Remos, Ia sangat terkenal, banyak gadis yang ingin menjadi pacarnya, bahkan mereka sering menyatakan cintanya terang-terangan.

"Alan makin genteng ya tiap harinya."

"Siapa tu cewek?"

"Pasti beruntung yang jadi pacarnya Alan."

"Dih, kecentilan banget tuh cewek sama Alan."

"Wahh, ada bidadari."

"Dia pacarnya? Anjirr."

"Sama gue juga cantik kan gue kali."

Begitulah kira-kira bisikkan yang dilayangkan para murid SMA Remos saat melihat kedatangan Rara yang sedang digandeng Alan posesif.

Rara merasa risih dan gugup. Sebenarnya Ia sudah biasa jadi bahan pembicaraan saat di sekolah dulunya. Tapi entah kenapa Ia sekarang merasa sangat gugup.

Alan menyadarinya, Ia langsung melayangkan tatapan tajam pada murid lain yang sudah membuat Rara merasa tak nyaman.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di depan kelas Rara yang baru yaitu 10 IPA 1. Banyak murid yang mengintip di jendela kelas. Mereka penasaran siapa gadis yang diantar oleh Alan.

"Aku masuk ya," pamit Rara.

"Bentar, nunggu guru dateng aja, Kakak takut kamu digangguin." Alan mencegah Rara yang ingin memasuki kelas.

"Gapapa kok, nanti Kakak kesiangan masuk kelas karena nunggu aku."

"Gapapa sayang. Kamu gak liat tuh semua mata lagi liatin kamu, Kakak cuma takut kamu diapa-apain."

"Mereka liat aku karena aku bareng Kakak. Udah Kakak ke kelas sana," usir Rara.

Alan menghembuskan nafasnya. Ia mengecup kening Rara sayang. Para siswi menjerit histeris, melihat seorang Alan yang terkenal cuek pada perempuan, baru saja bersikap manis. Tak ayal banyak juga yang menatap sinis pada Rara.

"Yaudah. Hati-hati ya, kalau ada apa-apa telpon Kakak, dan inget nanti istirahat jangan kemana-mana dulu, Kakak jemput ke sini oke."

Rara menganggukkan kepalannya mengerti. Lagi pula, Ia tidak mengetahui selak beluk sekolah ini. Ia tak ingin cari masalah di hari pertamanya sekolah.

"Eh Alan kok ada di sini," celetuk seorang wanita yang berpenampilan seperti seorang guru. Dia adalah Bu Nita wali kelas di kelas baru Rara.

"Iya Bu. Ini saya lagi nganterin Rara," jawab Alan membalikkan tubuhnya ke arah lawan bicaranya.

"Oh gitu," Bu Nita mengalihkan pandangannya pada gadis di sebelah Alan, "kamu anak baru itu ya?"

"Iya Bu. Nama aku Aurora."

"Yasudah kalau begitu, mari ikut Ibu ke kelas."

Rara pamit kepada Alan, lalu mengikuti Bu Nita memasuki kelas. Semua orang yang semula mengintip di jendela, langsung duduk di kursinya masing-masing.

"Perkenalkan dulu nama kamu sama temen-temen baru kamu ya," titah Bu Nita.

Rara berdiri di depan kelas. Ia melihat banyak siswi yang menatapnya tak suka, sedangkan para siswa sangat antusias.

"Hai, nama aku Aurora, kalian bisa panggil aku Rara. Aku pindahan dari SMA Rajawali. Terimakasih."

Semua siswa bersorak gembira, merasa beruntung bisa satu kelas dengan gadis cantik seperti Rara. Banyak yang menanyakan nomor Rara, ada juga yang menanyakan Rara sudah punya pacar atau belum. Tapi itu semua langsung dipotong Bu Nina yang menyuruh Rara untuk segera duduk di bangku kosong.

Rara berjalan ke arah bangku yang ditunjuk Bu Nina, yaitu bangku di barisan ketiga, di sana ada seorang gadis cantik dengan rambut sebahu, menurut Rara gadis itu sangat manis, dan terlihat baik.

"Baiklah anak-anak. Kita lanjutkan pembelajaran mengenai Bab 3 yaitu Algoritma."

***
.
.
.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang