NL - 20

57.2K 4.9K 131
                                    

Mereka sudah sampai di hotel bintang lima, tempat pesta diadakan, seluruh hotel hanya berisi tamu undangan, tidak ada orang selain itu, kecuali para pelayan, karena hotel ini adalah hotel milik orang yang sedang mengadakan pesta.

Arsen menggandeng Nadin, Rio menggandeng Leta, dan Rara Ia digandengkan oleh Bara dan Alan sekaligus. Sebenarnya Bara tak ingin berbagi adiknya, tapi Alan merajuk alhasil Rara digandeng mereka berdua.

Mereka memasuki aula yang sudah ramai oleh tamu undangan, terlihat sepasang suami-istri yang terlihat serasi berjalan ke arah mereka.

"Hai, makasih ya udah dateng," sapa wanita tersebut, ternyata itu adalah Hana sahabat Nadin.

Hana tampil cantik dan elegan dengan dibalut gaun putih yang sangat indah di tubuhnya, di sebelahnya ada Frans suami Hana, Ia tampak berwibawa.

Pesta ini diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Frans yang ke 47 tahun, dan yang pastinya ini adalah paksaan dari istrinya Hana.

"Sama-sama. Kamu cantik banget," puji Nadin. Mereka berpelukan saling memuji satu sama lain.

"Ah bisa aja, kamu juga cantik loh," balas Hana tersipu.

"Ya ampun, Rara kamu cantik banget, tuh kan bener kalau gaunnya bakal cocok sama kamu," heboh Hana. Tak lupa memeluk Rara.

"Iya makasih ya Tante."

Para lelaki merasa bosan, mereka menatap para wanita jengah, memang sudah hal wajar jika para wanita itu rempong.

"Eh ini siapa?"

Hana menunjuk Leta yang sedari tadi hanya diam. "Hallo Tan, aku Leta," sapa Leta.

"Dia ini keponakan aku Na," sahut Nadin.

"Oh gitu, kamu cantik sayang," ucap Hana pada Leta yang dibalas Leta senyuman malu.

Frans berjalan lalu merangkul pinggang istrinya yang terlihat masih awet muda

"Udah Mah, biarin mereka menikmati pestanya," tegur Frans sambil tersenyum tipis.

Frans merasa tak enak melihat putra-putra sahabatnya, menampilkan muka bosan, istrinya ini memang tak tau waktu jika sudah bertemu dengan orang yang sama-sama suka berbicara.

Frans dan Hana mempersilahkan mereka menikmati hidangan yang sudah disiapkan dalam pesta, semua jenis makanan modern hampir tersedia.

Keluarga Addison mendapat tempat duduk di meja yang berada di jajaran depan, mereka termasuk tamu VIP. Saat mereka sudah duduk, para pelayan mulai menghidangkan berbagai makanan di meja mereka.

"Kak mau ini gak?" Tanya Leta pada Rio yang ada di sebelahnya.

Rio menoleh, lalu menggelengkan kepalanya acuh, Ia sedang tidak berselera untuk makan. Mendapat jawaban acuh dari Rio, wajah Leta jadi cemberut Ia juga merasa sedikit kesal.

"Mau ini? Harusnya bilang sama Kakak, biar Kakak ambilin," kata Rio.

Rara tersenyum. Melihat Rara yang kesulitan meraih puding rasa coklat di meja, Rio langsung mengambilkannya untuk Rara lalu menaruhnya di depan Rara.

"Makasih Kak."

Hal itu tak luput dari pandangan Leta, Ia semakin kesal melihat sikap Rio yang diberikan kepada Rara. Entah kenapa hatinya tak terima.

Bara dan Arsen pamit sebentar untuk menyapa para rekan kerja mereka, di meja tersisa Rara, Nadin, dan Leta. Rio juga pergi menemui temannya yang kebetulan hadir di sini, sedangkan Alan, Ia pergi ke toilet.

"Mah jadi yang ulang tahun itu suaminya Tante Hana ya?" Tanya Rara.

Nadin mengangguk. "Iya sayang."

"Oh gitu ya, aku kirain bukan," cengir Rara lucu, Nadin hanya tersenyum kecil menanggapi Rara.

Tiba-tiba Rara merasa ingin buang air kecil, Ia melirik kesana-kemari mencari keberadaan toilet tapi tidak menemukannya, tapi sepertinya Ia sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

"Mah, aku ke toilet dulu ya," izin Rara.

Nadin menengokkan kepalanya ke arah Rara yang ada di sebelahnya, berniat mengantar putrinya.

"Ayo Mamah antar."

"Gak usah, aku bisa kok sendiri."

"Tapi-"

"Sshh..."

Terdengar ringisan dari bibir Leta yang ada di sebelah Nadin, otomatis Nadin menggeser duduknya ke arah Leta, sekarang raut Nadin terlihat khawatir.

"Kenapa Leta?"

"Aduh Mah, aku tiba-tiba pusing," ucap Leta diiringi ringisan.

Tangan Nadin mengusap rambut Leta sayang, membuat Leta menyenderkan kepalanya di bahu Nadin, kepala Nadin kembali menoleh pada Rara.

"Kamu yakin bisa sendiri?"

"Yakin kok. Ya udah aku ke toilet dulu ya," pamit Rara.

Rara berdiri dari duduknya, lalu mulai berjalan tak tau arah, karena banyak sekali lorong, sedangkan Ia tak tau letak toilet ada dimana. Saat berjalan Ia melihat ada seorang pelayan yang sedang berdiri siaga di stan makanan.

"Permisi, toilet ada di sebelah mana ya?"

"Anda bisa lurus, lalu belok kanan."

"Terimakasih."

Rara segera melangkahkan kakinya ke arah yang ditunjukkan pelayan tadi, lorongnya terasa sepi, mungkin karena semua orang sedang sibuk di ballroom.

Setelah menyelesaikan hajatnya, Rara segera kembali ke aula, Ia berjalan tergesa, karena takut kakaknya mencarinya.

Dukk...

"Awsshh..."

Kening Rara terasa sakit, tangannya mengusap tempat yang dirasa sakit, berharap sakitnya cepat hilang. Tubuhnya sempat terhuyung ke belakang, tapi Rara dengan cepat bisa menyeimbangkan kembali tubuhnya.

Kepala Rara mendongak melihat siapa yang sudah dia tabrak, matanya membulat sempurna saat melihat seorang pria yang terlihat tampan dan karismatik berdiri di hadapannya dengan tampang dingin.

Refleks Rara membungkukkan badannya sedikit merasa bersalah.

"Maaf."

Tidak ada sahutan yang terdengar, Rara menegakkan kembali tubuhnya, lalu berdiri dengan canggung, rasa bersalah berkumpul di hatinya, menyadari tak ada respon dari pria tersebut.

"M-aaf, a-ku gak liat jalan," gugup Rara.

"Namamu?"

Rara kembali menengadahkan kepalanya manik coklat terang miliknya menatap polos mata hitam lekat sang pria yang terlihat dingin dan tajam, membuat Rara semakin gugup dan gelisah.

Pria tersebut tertegun menatap mata berbinar Rara, entah kenapa Ia tidak mau mengalihkan pandangannya, seakan matanya sudah terkunci.

"Nama aku?" Bingung Rara.

"Ahh, nama aku ya," Rara tertawa canggung, tangannya menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal sama sekali.

"Nama aku Aurora, tapi panggil aja Rara," sambung Rara diakhiri senyumannya yang sangat manis.

Pria tersebut tersenyum sangat tipis, bahkan Rara tak menyadarinya.

"Sayang kamu kok di sini?"

Rara terlonjak kaget saat ada tangan yang merangkul pinggang mungilnya tiba-tiba, Ia menolehkan kepalanya ke asal suara. Ternyata itu adalah Alan yang kebetulan habis dari toilet. Rara menghela nafas lega.

"Ngapain di sini?" Tanya ulang Alan.

"Aku udah dari toilet, terus gak sengaja nabrak..." tunjuk Rara pada pria tadi menggunakan matanya.

Pria tersebut masih berdiri di tempatnya, pandangannya sulit diartikan. Alan memang sengaja menghampiri Rara yang terlihat sedang mengobrol dengan seorang pria asing.

"Ya udah, ayo ke sana."

"Eh Kak sekali lagi maaf ya," ucap Rara.

Alan menarik pinggang Rara agar mengikutinya meninggalkan pria tersebut dengan cepat.

"Ihh Kakak aku belum pamit sama dia," rengek Rara.

Alan menaikkan alisnya sebelah, "Ngapain pake pamit segala?"

"Aku gak enak udah nabrak dia tau."

"Yaelah, ditabrak kamu sama digigit semut juga pasti sakitan digigit harimau."

"Ya iyalah," sewot Rara kesal.

"Sshh..." ringis Alan.

Tangan Rara mencubit pelan perut Alan, membuat sang empunya meringis sedikit. Padahal kan Rara sedang serius, tapi malah ditanggapi lelucon.

"Iya deh maaf."

Mereka berdua sudah duduk di kursi. Ternyata di sana sudah ada Arsen, Bara, dan Rio. Sedangkan Leta, Ia sedang bersandar di bahu Rio, memang dari semua sepupunya, Rio lah yang paling baik kepada Leta meskipun terkadang acuh tak acuh.

"Dari mana?"

Suara Bara berhasil mengambil alih fokus Rara yang sedang memandang kue besar di atas panggung.

"Aku abis dari toilet."

"Lain kali minta dianterin Ra," nasihat Bara. Rara hanya menganggukkan kepalanya, Ia malas beradu argumen dengan Bara.

"Baiklah para hadirin yang terhormat, kita mulai saja acara intinya sekarang. Pesta ini diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Tuan Frans Remos yang ke 47 tahun."

Prokk...prokk...

Semua orang yang berada di ballroom bertepuk tangan meriah, bahkan ada yang bersiul, selain teman-teman Frans yang datang, rekan kerja nya pun banyak yang datang, jadi banyak anak muda di pesta tersebut.

Acara berlangsung dengan meriah mulai dari acara sambutan, potong kue, berdoa bersama, dan pemberian hadiah, Hana dan Frans terlihat mesra satu sama lain meskipun sudah tak muda lagi.

Dari awal acara dimulai, Rara sering curi-curi pandang pada pria yang ada di sebelah Hana, perasaan itu adalah pria yang ditabraknya tadi saat pulang dari toilet. Ternyata pria tersebut adalah putra Hana dan Frans, pantas saja penampilannya berbeda.

"Dan inilah waktu yang paling ditunggu-tunggu, yaitu waktunya untuk berdansaaaaa...."

Prok...prok....

Banyak pasangan maupun teman yang memasuki lantai dansa.

Terlihat Hana menyuruh putranya pergi ke lantai dansa yang langsung disambut meriah oleh para wanita yang hadir.

***
.
.
.

New Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang