rosé | 35

943 106 12
                                    

rosé | chapter tiga puluh lima

*

*

*

Lavirna menahan napas dengan bibir tertekuk. Yah, sedikit lagi. Ia berusaha menenangkan diri di saat tubuhnya makin terhimpit kemudian terdengar seseorang sudah menekan punggungnya dan menarik kuat tali-tali kloset tersebut sampai menjadi simpul utuh.

"Beres."

"Oh, apakah aku akan mengenakan gaun ini sampai malam?"

Kim mengangguk, memancing ringan Lavirna. "Tapi kau bisa bicara dengan Madam, Nyonya," jelasnya. "Jangan sampai kau pingsan..."

"Yah, jelas," sahutnya masam.

Bayangkan saja, gaun ini besar dan agak berat ditambah dengan kloset yang mendekapnya kencang. Mungkin tidak sampai malam dia bertahan dengan gaun ini, mungkin hanya siang ini, mungkin dua jam dari sekarang saja. Lavirna menyeka keringan dingin di dahi dan sisi lehernya, kemudian keluar dari ruangan. Setibanya dekat dapur, dia berusaha duduk meskipun agak sulit karena bagian belakang gaun membentuk gundukan besar dan menahan bokongnya untuk duduk dengan posisi benar.

Kim mulai sibuk membantu yang lain untuk membawakan banyak makanan ke luar rumah kemudian ditaruh bersama makanan lain di kereta kuda yang terbuka, Lavirna memandang sekitar.

"Tetap di sana, kau tidak harus bekerja hari ini," ujar Lauren kemudian tersenyum. Sosoknya nampak gesit sejak pagi, membuat Lavirna agak merasa bersalah karena seharusnya, ia pun turut membantu. "Kau sudah bekerja keras selama ini."

"Tapi .. tetap saja. Ini festival keempatku dan aku tahu betul betapa sibuknya kita, apalagi jika sampai di lapangan kemudian membagikan banyak makanan. Bagaimana bisa aku hanya menonton saja seperti patung?"

Lauren meremas bahu Lavirna. "Kau adalah Tuan Putrinya hari ini."

"Tidak—"

"Sst, tetap duduk dan biarkan kami semua mengerjakannya. Kau harus diam di sini atau nanti Madam Sarah mengomel, paham?" Lauren memicingkan matanya kemudian memutar tubuh. "Di mana Gabriel?"

"Bersama Ave. Kurasa mereka pergi ke lapangan terlebih dahulu, Ave suka karena akan ada banyak yang berjualan manisan, jadi Gabriel mengajaknya toh Ave jadi tidak mengacau di sini."

Ia pun mengangguk. "Oke. Baguslah." Sebelum wanita tersebut bergerak bersama pelayan lain, ia menatap Lavirna. "Dan Yang Mulia..."

"Dia sudah pergi sejak pagi buta. Aku melihat rombongannya meninggalkan pelataran saat langit masih gelap." Mungkin aku tidak akan melihatnya lagi.

"Cepat juga."

Hanya empat hari, batin Lavirna mengingatkan. Empat hari untuk satu keputusan besar.

.

.

Aphorte sangat mengagungkan sejarah wilayah mereka. Jadi festival seperti ini sebagai bentuk rasa syukur akan kebebesan mereka dan banyak berkah lain selama mereka bermukim di sini. Bayangkan, tempat lain mungkin tidak seindah di sini—air mengalir jernih, hutan rimbun, hasil panen melimpah, banyak hewan ternak dan masyarakat yang rukun satu sama lain. Jadi, mereka pun dapat menikah, membesarkan anak-anak mereka untuk kemudian mewariskan yang mereka punya sampai mereka berusia senja dan mungkin mati di tanah Aphorte.

Lavirna melihat raut suka cita dan pekikan penuh antusias di sekelilingnya sewaktu arak-arakan mulai terlihat, disusul dengan pawai besar dengan banyak orang memainkan alat musik dan mengenakan kostum warna warni. Ia ikut bertepuk tangan dan menebar senyuman. Ave berada di sisinya, masih dalam gendongan Gabriel.

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang