rosé | chapter enam puluh
.
.
Ave menolak digendong oleh dayang Mary. Karenanya Lavirna bergegas bangkit, kemudian menyerahkan urusan menerima hadiah kepada sejumlah pelayan lain. Lavirna cepat mendekati bocah yang tengah mengusap wajahnya, masih sesenggukan. "Jangan rewel, Av."
"Mau itu!" tunjuknya ke arah jejeran santapan penuh gula.
Lavirna mau tak mau harus membiarkan Ave memakan sejumlah makanan manis. Yah, daripada Ave kembali berulah. Akhir-akhir ini Ave makin rawel. Mungkin karena tahu sebentar lagi posisinya sebagai anak tunggal akan tergeserkan setelah kehadiran sang adik, atau pada dasarnya, Ave agak manja.
Di pangkuan Lavirna, Ave mengemut satu permen, kemudian Lavirna mulai menyeka sisa-sisa tangis putranya. Lavirna mengusap rambut Ave yang menutupi dahi bocah itu.
Tak lama, mereka mulai diminta untuk memimpin pembukaan festival itu. Lavirna berjalan, mendapati tumpukan hadiah makin menggunung.
"Seluruh rakyat mencintai Anda, Yang Mulia Ratu," ujar dayang seraya membungkuk dalam.
Lavirna tersenyum puas. Jemarinya menjelajahi sejumlah hadiah. Sebenarnya bukan hadiah itu yang membuatnya tertarik, tapi perhatian mereka dan pancarn mata rakuatnya yang penuh pemukaanlah yang membuat Lavirna sangat puas.
Akulah yang paling cantik.
Lavirna menyunggingkan senyum separuh. Dibanding banyak perasaan di muka bumi, menjadi yang diagungkan dan dipuja banyak rakyat adalah satu obsesinya. Lavirna senang dibanjiri perasaan menggebu dalam dadanya ini.
"Aku yang paling mereka sayangi, kan?"
Dayang-dayang mengangguk serempak. Sesaat Lavirna berjalan, memandangi dengan takjub hadiah yang entah akan dibawa ke mana itu. Untuk sekarang, Lavirna ingin terus memandanginya tanpa jemu, tanpa pernah mengalihkan perhatian lagi.
*
*
Lucia membuka tudungnya sedikit. Tadi prajurit yang menerima hadiahnya, tak ada ucapan berlebihan, hanya terima kasih sekadarnya. Svaz sudah mengajak Lucia berkeliling istana. Lucia terus menancapkan perhatian pada aula yang dijaga ketat. Beberapa orang lain memandangi lemari-lemari kaca berisikan pusaka kerajaan. Sejauh ini, seluruh hal dlam istana nampak berkelip-kelip, mengundang untuk dijamah. Tapi Lucia cukup sadar itu akan melanggar peraturan yang sudah terpampang sebelumnya.
Entah bagaimana, sesaat dia memandangi sejumlah tiara yang terpajang, Lucia merasa kepalanya agak berdenyut. Dia tak tahu apa yang terjadi tapi tubuhnya agak terhuyung hingga Svaz menahannya agar tak jatuh ke lantai.
"Apa yang terjadi?" tanya Svaz mulai panik.
Lucia berusaha berdiri tegak seraya menggeleng. Satu tangannya bertumpu pada bahu suaminya. "Hm, hanya pusing." Setelah memastikan keseimbangannya kembali, Lucia pun melihat-lihat yang lain. Sekelibat bayangan seakan berdesakan di kepala tapi apa? Apa itu? Apakah yang dia pikirkan? Perempuan itu tak paham.
Svaz memandunya mengikuti rombongan. Untuk rakyat biasa seperti mereka, datang dan disambut di istana adalah kemewahan yang tak ada bandingannya. Selama Ini, mereka hanya berfantasi seperti apa bentuk istana seharusnya, berandai-andai menjadi keluarga aristrokrat yang dihormati dan bermimpi suatu hari nanti sebelum meninggal, mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk mengujungi bangunan megah tersebut.
Sekarang semua terwujud. Svaz tersenyum senang, berbeda dengan Lucia yang masih pucat dan bingung. Sepertinya dia tak asing dengan bangunan istana. Jelas, itu ganjil. Memang dia siapa? Memang dia pernah kemari? Semakin dipikirkan, semakin Lucia diterpa rasa sakit di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
rosé (2018)
RomanceDi masa ini, wajah cantik adalah bencana. Kau akan disekap oleh pihak kerajaan untuk menjadi penghibur para ksatria yang baru pulang dari medan perang atau kau akan menjadi selir raja. Lavirna Rose lahir sebagai gadis miskin. Dia hanya ingin bekerja...