rosé | chapter empat puluh empat
*
*
*
Benar seperti dugaan Lucia, alun-alun dekat istana Raja Miguel sudah ramai akan pawai. Lucia jadi bertanya-tanya, apakah raja Vacroz sudah duduk nyaman di sana? Apakah bersama pangeran yang ditemuinya dekat danau? Lucia tidak paham dengan perasaannya, tapi yah, saat sepasang matanya bertemu sang pangeran, Lucia pikir dia agak berdebar. Apalagi dengan keadaan Lucia yang "cukup terbuka", mau tidak mau, Lucia merasa pipinya agak panas dengan desir lembut terasa di sepanjang tengkuknya. Memang, aura para bangsawan berbeda dengan aura yang biasanya ditunjukkan oleh pekerja kayu di dekat rumah Nyonya.
Jadi, Lucia agak terkejut dan nyaman. Dan bingung.
"Lucia, kemari!" pekik Nyonya karena sepertinya dia tengah kewalahan membawa satu keranjang makanan. "Kau tahu kan, kita semua sibuk sekarang. Aku juga mau ada yang memesang tenda tambahan untuk keluarga kerajaan. Aku juga..." Ia menyerahkan langsung keranjang itu, agak membuat gadis itu memekik. "Lucia, kau dengar aku, tidak?"
"De..dengar."
"Berhenti melamun dan bergerak. Sekarang."
Mau tidak mau, Lucia bergerak cepat menuju satu tempat dengan meja panjang berisikan makanan. Pawai terus riuh di sekeliling dan ada tenda-tenda lain yang butuh diperlu pasokan makanan. Lucia tahu, hari ini dia tidak dapat duduk manis menonton para penari maupun orang-orang dengan kostrum semarak itu. Padahal, jarng-jarang Lucia melihat dan merasakan yang seperti ini, dengan banyak orang, banyak kerumunan dan juga banyak hiburan tersaji di rumahnya.
Ada Chloe, satu dari pegawai tetap Nyonya. Dia punya rambut pirang mencolok, dan turut membantu membawakan makanan serta teko-teko penuh minuman. "Lucia!"
"Chloe!"
"Kau sudah ke danau?" tanyanya, agak memacu langkah jadi Lucia pun turut melangkah cepat, membawakan piring-piring besar penuh buah. "Aku ragu untuk mandi tahun ini."
"Chloe, nanti kau dimarahi jika tidak mandi!"
Ada kabar burung bahwa siapapun yang tidak menjalakan ritual akan tertidur bahkan jatuh sakit selama musim dingin. Jelas, itu akan menjadi masalah apalagi dengan Chloe yang harus membantu ayahnya di gudang. "Yak, diam saja. Tapi kalau kau belum .. kita bisa mandi bersama-sama, aku agak takut sejujurnya."
Lucia tersenyum. "Aku sudah mandi, sebenarnya." Dan bertemu pangeran Vacroz dan .. sangat malu. Lucia bahkan masih mengingat jelas ekspresi gugup serta dirinya yang terus mengulum bibirnya karena tatapan intens itu. Lucia jarang tertarik dengan lawan jenis, juga jarang punya begitu malu-malu. Tapi di hadapan pria itu, nyali Lucia menciut bagaikan balon kehilangan helium. Dia tidak sanggup terus mengingat wajah tampan milik pangeran itu, padahal belum tentu mereka akan bertemu lagi. "Aku dengar pangeran Vacroz ikut juga."
"Apa? Sungguh?" pekiknya. "Tapi ayahku bilang, pangeran Vacroz masih terlalu kecil."
Hah? Kecil?
"Apa maksudmu? Dia pria tampan."
Wanita itu sudah berdiri di dekat meja, berkacak pinggang hingga kedua gadis itu memasang wajah kaku dan mengangkut lebih banyak makanan untuk diatur cantik di atas meja. Yah, tidak boleh ada yang bercanda atau mengobrol jika sedang di situasi sibuk begini.
.
.
Darke mungkin sudah cukup dewasa. Dia juga sudah mendapatkan Lavirna dan Averuz. Tapi aneh karena luapan kegembiraan ini membumbung di adanya apalagi teringat bibir mungil gadis itu dan tatapan menyorotnya yang sarat akan keluguan. Darke tahu, ia tidak seharusnya mencari selir secepat itu apalagi dari kerajaan lain, termasuk Nyx. Raja Miguel akan terkejut jika ia mengutarakan maksud seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
rosé (2018)
RomanceDi masa ini, wajah cantik adalah bencana. Kau akan disekap oleh pihak kerajaan untuk menjadi penghibur para ksatria yang baru pulang dari medan perang atau kau akan menjadi selir raja. Lavirna Rose lahir sebagai gadis miskin. Dia hanya ingin bekerja...