rosé | chapter enam puluh tujuh
.
.
Emre mengangkut beberapa balok kayu. Seperti biasa, pesanan kayu sangat tinggi akhir-akhir ini karena cuaca yang berubah dingin. Tungku api harus tetap menyala, dan keluarga yang tengah menghangatkan diri harus terus hangat sepanjang malam. Emre kerap meminta Walter menemaninya, bantu-bantu sedikit sementara dia akan mengendarai kereta barangnya sampai ke kota dan memberikan pada pelangganan. Namun kesehatan nenek memburuk, Walter perlu di rumah dan merawat nenek mereka.
Emre menyeka keringatnya. Setibanya di kota, dia langsung memberikan pesanan-pesanan kayu tersebut.
"Katanya pengadilannya berlangsung besok."
"Serius, ini sangat mendadak. Selir itu sangat licik," kata yang lain.
Emre mendesah pelan, kemudian menerima bayaran sesuai tarif yang dipasang. Emre bergegas membimbing kuda-kudanya untuk ke toko sebelah. Sebenarnya Emre sudah di usia menikah, nenek terus mengoceh bagaimana bisa pria itu tak kunjung memperkenalkan perempuan ke hadapan dia dan Walter. Nenek sangat ingin menggendong cucu, melihat tumbung kembang anak Emre sampai dia makin menua.
Lagi-lagi, Emre terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan upayanya menggeruk pundi-pundi uang agar dapur mereka tetap mengepul. Walter masih terlalu muda untuk jadi tulang punggung, jika ada keluarga, Emre otomatis harus lebih fokus pada keluarganya ketimbang nenek dan Walter. Meskipun yah, Emre jujur saja menyukai beberapa perempuan di desa tetangga yang terlihat cantik dan manis. Emre mengeyahkan pikiran itu, sibuk menarik kudanya dan menurunkan muatan kayu-kayu.
Dia mendadak ingat pertemuannya dengan Lavirna waktu itu. Sebenarnya, ada bibit-bibit cinta di hati pria itu kala melihat Lavirna. Terlepas dari rupa perempuan itu yang sangat cantik dan karismatik, Emre merasa Lavirna punya sikap yang sempurna dan sangat ramah pada keluarganya terlepas dari status bangsawannya. Emre jadi lebih membuka hati, mengeyahkan anggapan bahwa para bangsawan semuanya arogan ketika melihat Lavirna begitu sabar menghadapi nenek dan Walter yang banyak bicara.
Lavirna terlihat berbeda, dan dia perempuan yang ideal.
Namun, Emre sadar posisinya. Apa yang dia dapatkan jika bersamaku? Pertanyaan sinis itu terus terputar di kepala. Emre merasa konyol dan bodoh karena "sempat" mengharapkan sosok dengan status tinggi seperti Lavirna, bahkan bersuami! Agar mau menerimanya. Emre merasa malu pula, karena sebagai rakyat biasa seharusnya dia tak sampai membayangkan pernikahan dengan Lavirna. Itu jauh sekali. Dongeng tak waras yang tak seharusnya aku bayangkan.
*
*
Sup jagung itu lumayan enak. Bahkan daging dombanya pun tak keras dan cocok dikunyah bersama dengan kuah siraman kental berempah. Tetapi Ave masih mengunci mulutnya, menolak. "Tak suka!"
"Ave, berhenti bersikap manja, Nak. Ayo makan nanti kau sakit," bujuk Lavirna kesekian kali. Putranya jadi lebih banyak tingkah sekarang. Bukan berarti Lavirna tak sabar, hanya saja Ave mungkin merasa perbedaan jelas antara menjadi pangeran Ave dan Ave sebagai putra Lavirna dan tinggal di pondok ini. "Sayang."
"Aku tak suka, Ibu!" pekiknya dan langsung turun dari bangku.
Lavirna mendecih pelan, kemudian meminta Mary membereskan sisa sarapan mereka itu.Dia bahkan makan sedikit karena tak berselera, namun tetap dipaksakan untuk bayinya. Lavirna perlu energi untuk mengurus banyak hal di hari ini. Jujur saja, pengadilan kerajaan terlalu bertele-tele dan menyusahkan. Bukan rahasia lagi, ini pasti ulah Darke yang masih ingin Lavirna tak berpisah darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
rosé (2018)
RomansDi masa ini, wajah cantik adalah bencana. Kau akan disekap oleh pihak kerajaan untuk menjadi penghibur para ksatria yang baru pulang dari medan perang atau kau akan menjadi selir raja. Lavirna Rose lahir sebagai gadis miskin. Dia hanya ingin bekerja...