rosé | 85

217 25 3
                                    

rosé | chapter delapan puluh lima

*

*

Desing pedang berbaur dengan suara napas yang berat serta tubuh yang berjatuhan, ambruk tidak berdaya. Emre menyeka keringatnya seraya berteriak lantang ketika banyak pasukan Vazroz berusaha merobohkan tembok perbatasan dan melesatkan anak-anak panah berapi. Mereka menyerang tanpa ampung, disusul ledakan meriam yang membuat sakit telinga siapa saja. Emre berteriak marah, kemudian membagi pasukan agar tetap menahan serangan tersebut. Di antara banyak pasukan, satu per satu prajurit Noblese berjatuhan bersimbah darah.

Emre menyuruh mereka agar berpencar, tidak memberikan celah supaya lebih banyak prajurit yang jadi korban. Sepasukan lain muncul dari arah lain. Kuda-kuda jantan bersuarau hitam, teriakan yang nyaring, serta anak-anak panah menghujani tanah lapang dekat dengan istana serupa marcusuar tinggi Noblese.

Di istana utama, Lavirna berjalan resah dari satu sudut ke sudut lain. Anak-anak sudah diamankan ke menara yang lebih pendek dan punya prajurit terlatih. Sementara itu, Lavirna terus memantau, bertanya pada dayangnya apakah Noblese benar-benar akan diratakan? Apakah surga ini akan lenyap? Ia hampir menangis, namun sadar bahwa itu akan memperkeruh suasana, jadi ia menahannya. Rakyat telah diminta untuk mengungsi ke lembah dekat pantai, yang memiliki tempat berupa ceruk lebar sehingga mereka akan aman. Banyak pasukan berjaga di sana dan terus memantau pergerakan pasukan Vacroz.

Dua hari lalu, Emre pulang dan menerima surat yang menyatakan perang dari kerajaan Vacroz. Darke mengatakan sendiri bahwa Noblese tidak sebanding dengan Vacroz, jika wilayah indah itu jatuh ke tangan Darke, ia ingin membuat benteng dekat laut sekaligus menyediakan istana baru bagi keluarganya. Yang mana, menurut Lavirna adalah bualan. Darke mengincarnya dan pria itu tidak lagi menggertak—dia melakukan seluruh upaya dan sumber daya yang ia punya agar Noblese hancur dan menyerah di bawah penaklukannya.

Dua hari lalu, Lavirna jatuh sakit sampai rasanya ia hampir mati. Sekarang itu tidak lagi penting, Lavirna tidak ingin lebih banyak korban berjatuhan. Perang tidak berguna sama sekali dan perang hanya melahirkan kesengsaran di tanah subur Noblese yang ia cintai.

*

*

Aku akan menemuimu saat ibumu di tanganku. Ave membentak para petugas penjara. "Persetan! Tua bangka itu tidak pernah jera!" Menyebutnya ayah membuat Ave naik pitam. Darke sangat sinting, menjebloskannya ke penjara Vacroz hanya karena ia menentang perang dan Darke berucap dengan gigih, Lavirna akan pulang? Dia hilang akal. Benar-benar tidak waras. Ave terus meronta, agar dibebaskan. Namun, perintah raja sangat mutlak dan menentangnya berarti merelakan leher mereka untuk ditebas.

Sementara itu, Elera dipindahkan ke istana kecil, Charice dan Raven sudah mengungsi ke istana lain yang lebih tertutup dan sulit dijangkau. Ave ditinggal di penjara ini bersama petugas yang berwajah garang. Tadi malam Darke merayakan pesta minum-minum dan mengatakan pasukannya sangat siap untuk bergerak besok. Mereka mengincar pusat kota Noblese dan sepanjang garis pantai kerajaan itu. Mereka juga ingin istana dan menara dihancurkan agar bisa dibangun bergaya Vacroz serta menjadikan kota pelabuhan itu jadi sentral perdagangan karena lokasinya strategis. Para pelancong dari arah utara laut akan mudah datang dan berbinis di sana. Darke mengincar pesisir timur untuk dibangun benteng luas dan kokoh agar pasukannya bisa lebih kuat dan terlatih.

Semuanya memungkikan setelah Darke dapat dukungan di Perserikatan Kerajaan Utama, yang jadi agenda wajibnya karena para raja bengis itu ingin mengeruk laut yang punya banyak sumber daya langka. Darke sudah membagi hasilnya, tiga puluh persen untuk mereka, dan tujuh puluh persen untuk Vacroz. Entah mereka yang bodoh atau Darke yang kelewat terampil bernegosiasi, konrak pun dibuat. Para kerajaan itu membantunya, memasok sumber daya pangan dan pasukan yang lebih mahir menggunakan senjata. Darke siap menjalankan taktiknya agar Noblese terinjak-injak.

Ibu.

Ave yakin ibunya sangat takut sekarang, tapi ia tidak berdaya di sini. Kaki dan tangannya terikat rantai, dan dia dikurung sejak tengah malam tadi karena menentang ide perang Darke. Charice pun ketakutan dan resah, heboh-heboh di istana sangat mengganggu. Tapi tidak ada yang sanggup menghentikan Darke selagi ia sangat bersemangat dan merasa itu adalah taktik yang sangat menguntungkan bagi Vacroz dan rakyat mereka.

*

*

Jenderal pun muncul. Ia berlari setengah pincang dan menemui Lavirna yang menanti panik. "Yang Mulia Raja Emre telah tewas," umumnya. "Saat ini kekuasaan tertinggi seharusnya ada di tangan keluarga raja. Walter di mana dia? Nenek tidak mungkin diminta untuk membuat strategi. Pasukan kita hampir berkurang setengahnya dan tidak ada yang dapat dilakukan jika Vacroz terus mengerahkan pasukan baru mereka."

Segenap menteri langsung berdiskusi, mencari Walter yang dilarang untuk pergi dari Noblese oleh Emre. Dunia Lavirna seakan runtuh di tempat dan dia dibantu oleh dayangnya agar berdiri. Kesadarannya melayang. "Emre? Meninggal?"

Walter disumpah sebagai raja, kemudian memberikan kuasa pada jenderal agar mengeluarkan tank-tank perang di persembunyian mereka. Keadaan sangat genting dan Walter takut kerajaan utama serta persembunyian rakyat mereka diketahui musuh. Vacroz tidak pernah lengah dan terus menyerang brutal.

Lavirna jatuh lagi dan menangis. Bayi mereka, yang baru dia ketahui berusia dua minggu ini. Emre pernah mengatakan akan memberikan namanya Starla jika perempuan dan Orion jika laki-laki. Sekarang Emre tidak akan pernah bertemu bayi mereka. Lavirna menangis keras hingga diungsikan ke kamar lain. Kondisinya memprihatikan; tulang bahu yang menonjol, wajah tirus serta tubuh makin lemah. Ia menangis kembali sampai dayang-dayang terus menghiburnya dan memeluknya. "Emreku..."

Jenderal bergegas pergi, mengabaikan luka robek di tangan serta kakinya yang sulit dibawa berlari lagi. Ia memerintahkan prajurit yang bersamanya agar cepat menyerang balik Vacroz yang makin mendekati menara dan istana ini.

"Yang Mulia Ratu."

Lavirna menunduk, air mata berderai tiada henti. "Ini pasti mimpi. Emre hanya pamit sebentar padaku, dia akan kembali dan aku akan melahirkan bayi ini beberapa bulan nanti. Emre akan jadi ayah yang semakin hebat di sini."

"Yang Mulia," dayangnya berbisik lirih.

"Tidak mungkin."

Ada legenda di Noblese bahwa bayi yang kehilangan ayahnya akan bermata seperti mutiara yang bersinar. Bayi itu akan tumbuh jadi anak yang tahan banting dan punya penglihatan istimewa. Dewi Bulan dan Dewa Laut akan menyayanginya dan memberikan berkat tidak terkira. Lavirna tidak butuh itu. Dia butuh Emre, di sampingnya. Ini tidak mungkin terjadi.

Lavirna menyandar lemas, kelelahan dan air matanya dikuras habis. Jeannete mengatakan ingin menemuinya, tapi tidak mungkin di saat ini. Begitupun Mav dan Iz yang tahu sepertinya ibunya tidak baik-baik saja. Dayang menjaga mereka di tempat lain dan Lavirna berusaha mengumpulkan tenaga sebelum ia menemui mereka dan menjelaskan apa yang terjadi. Darke. Lavirna melipat bibir begitu getir. Darke persetan kau! Jika ujung pedang mengarah ke leher Lavirna dengan pilihan apakah ia sudi kembali ke pria itu atau mati; ia tidak akan pernah ragu. Namun, kehidupannya masih berlangsung di sini. Jadi Lavirna berusaha agar tidak berurusan lagi dengan pria jahat itu.

"Kami membawa mayat Yang Mulia Raja Emre."

Lavirna mengusap air matanya, berjalan tergopoh-gopoh lalu bersimbuh di depan tandu tersebut. Matanya menatap nanar wajah yang tenang itu. "Sayang, kembalilah padaku." Ia meraih tangan Emre dan menangis lagi. Ada luka dalam di jantung serta bawah pinggangnya, seperti pedang ditancapkan di sana dan bajunya hampir terkoyak habis penuh darah. Lavirna merasa sakit dan perih di ulu dada. Suaminya, kasihnya, terenggut.

[]

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang