rosé | 41

686 56 3
                                    

rosé | chapter empat puluh satu

*

*

*

Keluarga besar Lavirna menyambut baik kedatangan Sir Ale yang mengabdi untuk menjadi pengajar istana. Memang, mereka sadar bahwa putri kesayangan mereka sudah cocok menjadi Ratu Vacroz, hanya, mereka tidak menampik jika Lavirna butuh ilmu dasar untuk mengeja kalimat per kalimat atau menuliskan sebuah balasan surat termasuk surat-surat resmi kerajaan yang ditujukan khusus untuknya. Sir Ale muncul bak pahlawan berjasa, penerang yang menuntun Lavirna ke gerbang pengetahuan.

Lavirna terdiam di ambang pintu dan menatap wajah sang ibu. Ruang belajar menjadi area terlarang yang dimasuki siapapun karena Darke sengaja memberitahu mereka Lavirna dan Sir Ale butuh waktu berdua lebih sering untuk saling mengenal dan fokus belajar. Namun, wanita paruh baya itu punya semangat tinggi dan ingin menemui putrinya seraya memberikan satu nampan berisikan cangkir teh yang sengaja ditumbuknya pagi-pagi buta dan juga sepiring kue kering.

"Bagaimana sejauh ini?" tanyanya, antusias.

"Baik, Bu. Semuanya berjalan baik. Aku rasa aku makin mahir." Lavirna mengedarkan pandangan dan meraih nampan itu untuk ditaruh di meja lain. Kemudian, dia mendapati sang ibu untuk mengenggam tangan sosok itu. "Aku tidak ingin kau mendapatkan peringatan karena datang kemari, tapi, terima kasih untuk semuanya. Lain kali, datanglah saat benar-benar sepi."

"Tentu, sayang." Ibu mengusap wajah Lavirna, agak gemetaran. "Putriku yang luar biasa."

"Bu, apakah Averuz masih bermain di taman?"

"Yah! Dia sangat senang. Kau tahu, kan? Dia juga akan dimasukkan ke sekolah khusus tahun depan. Yang Mulia akan membicarakannya denganmu dan aku rasa kau pun setuju. Averuz dapat menyerap pelajaran jauh lebih baik daripada siapapun."

Lavirna teringat kelas-kelas sewaktu di Aphorte dan bagaimana bocah itu sangat aktif bertanya sampai para guru jadi kewalahan. Jelas, Averuz mewarisi sifat Darke yang beringas dan penuh rasa ingin tahu. "Tentu."

"Baik, belajarlah dengan baik dan aku akan ada di ruanganku setelah ini."

"Terima kasih." Lavirna pun membiarkan sang ibu menjauh lantas berjalan di koridor panjang nan lebar sedangkan dirinya hanya terdiam di ambang pintu ruang belajar. Lavirna merasa lega karena sekarang keluarganya lebih mendapatkan sorotan dan rasa hormat yang selama ini luput diarahkan kepada mereka. Bahkan saat Lavirna kecil, ia pernah mendengar dari kakaknya betapa kedua orang tuanya sering dimarahi oleh bangsawan atau majikan mereka saat bekerja. Lavirna sakit mendengar itu dan merasa kacau.

"Yang Mulia."

Wanita itu tersentak kemudian buru-buru mengusap wajahnya. Dia memandang ke arah lain, mendapati Sir Ale sudah berdiri tegak layaknya biasa. Satu senyuman sudah terulas di bibirnya yang berlekuk. "Maaf, apakah saya menganggu waktu Anda, Yang Mulia?" tanyanya.

"Ti—tidak. Aku memang menunggumu. Mari masuk." Lavirna bergegas membuka pintu besarnya, mempersilakan pria itu untuk bergabung. Tadi pagi, Lavirna sudah mendapatkan jadwal belajar hari ini. Sejauh ini, mereka masih fokus untuk menekuni abjad dan juga menuliskan kalimat per kalimat.

Sir Ale masuk. Seluruh ruangan jadi lebih hangat dan bersinar kala sosoknya mulai menarik satu tali dekat jendela hingga sinar matahari tumpah ruah menyelimuti ruang belajar itu. Langit Vacroz tengah cerah-cerahnya, Sir Ale memandang dengan takjub. "Di tempatku, sinar matahari seperti ini jadi langka."

"Oh ya?" Bahasan keluarga tidak pernah tercetus dari keduanya sebelum ini. "Darimana kau berasal? Maksudku, kalau kau memang ingin menceritakannya. Jika tidak, bukan masalah."

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang