rosé | 77

202 22 6
                                    

rosé | chapter tujuh puluh tujuh

*

*

Waktu mereka terbatas sampai tengah malam karena semua orang banyak yang mabuk. Darke bahkan sudah teler di kursinya, namun masih terus berteriak pada yang lain dan meminta pelayan terus memasuk banyak bir untuk semuanya. Bau alkohol tercium kuat. Lavirna berhasil mengurung dayang yang memberontak padanya agar membawa bayi kembarnya.

"Cari Ave sekarang. Aku akan membawa mereka ke kerata," kata Emre langsung menggendong dua bayi itu.

Lavirna mengangguk dan berjalan setengah berlari. Dia hampir menabrak banyak tamu yang mabuk, yang sekarang menahan diri agar tidak muntah-muntah. Wanita itu bergegas ke kamar Ave, namun tidak ada bocah itu. Dia mulai merasa berdebar-debar, tidak menemukan Ave di mana pun. "Sayang, kau di mana." Waktu terus bergulir dan Lavirna makin khawatir Darke akan menangkap basah mereka.

Tidak terbayangkan akan sekacau apa, apalagi jika Darke sampai menangkap Emre. Darke tidak akan segan untuk menghukum Emre seberat mungkin.

Lavirna merasa resah luar biasa, peluh menghiasi wajah dan lehernya. Dia terkejut waktu melihat dayang Mary mengatakan bahwa Ave tadi tidak bersamanya karena ingin menemui ayahnya. Tapi tidak ada di pesta! Lavirna terus berlari panik, dengan hati terus berdebar tidak menentu. Kereta kuda Emre sudah menunggunya dan mereka harus segera pergi atau tidak sama sekali. Lavirna hampir menangis, memaksa kakinya terus menjelajah luasnya istana Vacroz. Ave adalah yang terpenting, dia tidak ingin pergi tanpa putranya.

*

*

Ave menangis, kemudian menunduk dengan marah. "Pergi! Lepaskan aku!" Namun Sir Ale tidak mengindahkannya. "Ayah akan datang!"

"Iya, iya, terserah."

Ave menendang-nendang udara kosong, memberontak tapi tubuhnya kecil dan dia terikat dengan kuat. Menjadi pangeran tidak pernah mudah dan Ave sangat takut sekarang. "Ibu akan datang!"

"Iya, berisik."

Sir Ale mengintip keluar kemudian memandangi Ave. "Aku akan melepaskanmu setelah ini."

"Kau penjahat!"

"Ya, Bocah."

Ave meludah kasar, kemudian menyentakkan tangannya yang terikat namun tidak berarti banyak. Dia menangis dan berteriak tapi jarak ruangan ini jauh dari istana utama dan tidak ada yang kemari selain para pekerja yang sekarang sudah dibubarkan sejak pesta dimulai. Sir Ale membentak Ave agar diam, kemudian mulai menghintung dengan jam sakunya. Jika perkiraannya tidak salah, mereka akan pergi setelah jam berdenting keras. Sir Ale tidak bodoh, dia sudah menyuruh Elle untuk berjaga di luar gerbang dan mencegar mereka dan langsung menyerang jika dibutuhkan. Sementara itu, Ave akan terus bersamanya agar Lavirna makin lengah.

Rencana ini mendadak, dan Sir Ale langsung bersemangat. Dia sudah menanti waktu ini, agar bisa langsung menampakkan diri dan tidak lagi di bawah bayang-bayang. Raja Darke sangat memuakkan, sampai dia bisa meludah di wajah pria itu. Bagaimana semua kerajaan ini dibangun dengan semuak kekejiannya, serta kematian adiknya yang mengenaskan, Sir Ale tersulut amarah yang makin naik.

"Ibumu akan pergi, Bocah. Dia tidak menyayangimu."

"Apa maksudmu?!" katanya marah.

Sir Ale tersenyum kecil dan menatap Ave yang berkaca-kaca dan terus menyemburkan amarah. "Dia sudah punya anak lain, kedua adikmu. Untuk apa terus menyayangi pangeran pemarah sepertimu? Kau akan selamanya di istana."

Ave mengerang, kemudian bergerak dengan brutal agar terlepas. Sir Ale menyaksikan dengan mata mendelik puas.

*

*

Pasukan mulai bergerak, sehingga Emre semakin resah. Kedua bayi Lavirna terlelap namun mereka terlihat kurang nyaman di dalam kereta. Seseorang mengetuk pintu kerata,dan Lavirna menangis seraya menggeleng lemah. Tidak bersama Ave.

"Aku akan masuk."

Lavirna menyeret dirinya masuk kemudian menimang anaknya. "Aku tidak tahu dia di mana, aku sudah menari..." Kaki Lavirna terluka karena terjatuh tadi dan berdarah. Bahkan dia tidak sempat mengobatinya. "Temukan dia. Kumohon."

Emre mengangguk dan keluar cepat. Dia bergegas bersembunyi, kemudian menyelinap masuk lagi ke istana. Jika dia tidak ada di bangunan utama, di mana anak itu berada? Emre sadar mereka makin dikejar waktu dan dia tidak bisa mendatangi satu per satu menara dengan waktu seperti ini. Namun, dia terus berusaha hingga berlari, dan mengecek ruangan yang dapat dijangkaunya. "Ave, Pangeran."

Tidak ada sahutan atau tanda-tanda pangeran kecil itu.

Emre terus memacu langkahnya, melewati lorong panjang, mengecek taman belakang, mendatangi ruangan gudang. Tidak ada pangeran. Emre makin resah dan menimbang apa yang lebih penting; lanjut pergi tanpa Ave, atau bersikeras untuk mencari Ave di tengah pasukan yang mungkin menelisir banyak tempat di istana karena pesta semakin liar.

Kemungkinan terburuknya mereka harus tetap pergi tanpa Ave. Namun, Emre pastikan dia akan kembali untuk membawa pangeran itu. Emre terus melipat bibir, bergerak dengan mengendap kemudian mencari-cari keberadaan pangeran. Darke masih ada di aula dengan pangeran dan raja lain, artinya Ave tidak bersama pria itu. Jadi, ke mana dia? Ave masih terlalu kecil untuk dibiarkan seorang diri tanpa pengawal dan ada bahaya yang mengintainya meski ini pesta. Emre merasa ada yang kurang beres di sini, jadi dia semakin cepat memaksa dirinya mencari. Emre merasa resah, karena jika dia posisi Lavirna dan Walter yang harus dia tinggalkan, maka dia akan mencari hingga titik darah penghabisan. Tapi mungkinkah ada yang menculik Ave?

Emre langsung resah, kemudian mencari di dekat istal-istal, melihat kuda-kuda besar yang memenuhi tempat itu, kemudian mengecek apakah Ave bersembunyi di sana. Terdengar suara tangis yang semakin lantang di dekat sana, jadi dia mulai mencaritahu. Emre berharap dan berdoa semoga Ave segera ditemukan sebelum Darke sadar dan menyuruh pasukannya untuk memblok gerbang utama Vacroz.

Di kereta kudanya, Lavirna mengecek berkali-kali lewat jendela kecil. Mengapa Emre lama sekali? Dia mencium si kembar, kemudian berdoa dengan keringat bercucuran. Matanya memantau dengan gelisah dan melihat dari arah istana sepertinya banyak yang keluar dengan sempoyongan serta membentak satu sama lain. Lavirna merapatkan tirai jendela, dan menunduk dalam. Jangan sampai ada yang mendekati kereta dan mendapati dia berada di sini dan bukan di dalam. Lavirna memandangi wajah bayinya, membetulkan selimut mereka agar tidak kedinginan sedangkan dalam hati, dia terus berdoa dan berdoa tidak berhenti.

[]

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang