rosé | chapter tiga puluh sembilan
*
*
*
Dibanding Silas yang dapat bertindak mengikuti kemauannya dengan bebas, maka Pangeran Alejandro tipikal hati-hati dan penuh perhitungan. Prinsipnya sejelas hitam dan putih—benar dan salah. Ketika didesak membuat keputusan, maka Pangeran Alejandro akan mendahulukan pikirannya dibanding kata hatinya. Termasuk ketika dia bergabung ke satuan militer dan mendapati namanya di kerajaan sudah dinyatakan "meninggal dunia". Benar saja, perang pecah tanpa terkendali, membuat Alejandro perlu mengubah taktik apalagi tidak mungkin baginya bertahan di tengah gempuran sehebat tersebut.
Dia pun masuk ke benteng kerajaan Vacroz, menyamar sebagai satu mata-mata yang pernah bertugas di kerajaan Timur kemudian membeberkan strategi perang mereka. Tidak sebatas itu, karena Pangeran Darke mulai mencurigainya, maka Alejandro yang memimpin sendiri pemberontak langsung menuju singgasana. Tentu saja, dia sudah memperhitungkan semua dan mengamankan Ratu terlebih dahulu dengan satu anak buahnya yang berangkat lebih cepat ke kerajaan.
Alejandro itu serupa rencana terakhir—satu meriam yang akan diledakkan jika situasinya mendukung. Kematian Silas sudah hampir menyulutnya sampai ke tulang, untuk langsung saja menikam jantung Darke kemudian membuang bangkainya terbawa arus sampai ke laut.
Layaknya pentas besar; segalanya butuh persiapan matang. Tidak semuanya harus berjalan tergesa-gesa. Timing. Ketepatan. Keefektifan. Momentum. Skenario ini tetap berlanjut hingga detik ini.
"Bagaimana bisa dia tidak mencurigai Anda?"
"Mudah. Pangeran Darke itu punya tempramen meletup-letup. Dia tidak bisa memperkirakan banyak hal dan bertindak gegabah. Dia hanya ingin keuntungan jelas dan bukan sesuatu yang merupakan buah kesabaran. Dia secepat api yang menyebar. Aku yakin, dia hanya ingin apapun yang menurutnya praktis dan cepat."
"Jadi.."
"Dia percaya begitu saja. Apalagi, Kerajaan Timur tidak seterbuka itu, dia mungkin pernah mendengar namaku tapi dia tidak pernah bertemu denganku dan melihat sosokku secara langsung. Dan .. aku sudah membuat luka di sana sini, di leher, wajah dan pipiku, dia tidak akan mengenalinya dengan baik. Aku juga sempat mempelajari bahasa asli Vacroz saat kuliah dahulu dan memusatkan studiku pada sejarah kerajaan mereka."
"Anda yang terbaik."
Alejandro menatap kertas yang dititipkan untuknya. Sejenak, dia merasa perasaan aneh menguasainya diikuti dengan perasaan puas. Satu langkah lagi. Dia akan dapat membalas semuanya hingga Pangeran Darke bukan hanya menyesal telah menghabisi adiknya, tetapi juga menyesal karena perlu terlahir ke dunia.
.
.
Dua hari terakhir, Lavirna merasa nyeri di perutnya. Mungkin karena efek terus menggenakan korset ketat dan terus dipaksa menghadiri banyak pertemuan sampai jam makannya agar terganggu. Hanya saja, tidak lama pasti dia akan langsung makan dan melanjutkan jadwalnya kembali. Ada apa ini? Lavirna meremas sisi pinggangnya.
"Yang Mulia! Astaga, apa yang terjadi?" Dayang seniornya bernama Alena dan wajahnya mengencang karena panik. "Apakah Anda .. terluka?"
"Ti—tidak, kurasa aku lelah..."
"Kami harus memanggil tabib? Ba—baik, tunggu sebentar, Yang Mulia."
Lavirna menyeka keringat dinginnya kemudian duduk di tepian ranjangnya. Lusa nanti dia akan langsung mulai sesi belajarnya. Tidak seharusnya dia selemah ini kan? Lavirna menggigit bibir bawahnya dan kurang dari lima belas menit, tabib istana sudah memeriksanya dan memintanya untuk berbaring nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
rosé (2018)
RomanceDi masa ini, wajah cantik adalah bencana. Kau akan disekap oleh pihak kerajaan untuk menjadi penghibur para ksatria yang baru pulang dari medan perang atau kau akan menjadi selir raja. Lavirna Rose lahir sebagai gadis miskin. Dia hanya ingin bekerja...