rosé | chapter empat puluh delapan
.
.
Kedatangan Lucia di pondok dekat istana itu cukup menyita perhatian. Nyonya Maiden sudah menyadari tatapan lapar dan penuh ketertarikan kepada anak angkatnya, tapi Lucia tidak terusik. Jusru perempuan itu menebar senyum seraya menyapa mereka dengan aksen Vacroz yang baru dipelajarinya baru-baru ini.
"Jadi, kamar untuk dua orang? Berapa malam, Nyonya?" tanya petugas resepsionis dengan ramah. Dia juga menawarkan jasa pengangkut koper namun Nyonya Maiden menolak dengan halus.
"Satu kamar saja dan satu malam. Aku pikir kami tidak akan lama."
Resepsionis itu mengangguk, mencatat seraya memberikan kunci dari kotak kaca seusai Nyonya Maiden menyodorkan sejumlah koin emasnya.
Namun Lucia hanya mengeryit dalam, memandang wanita di sampingnya. "Bu, bagaimana bisa kau berpikir begitu? Kita bahkan belum sempat masuk ke istana dan mungkin.."
"Serius, Lucia. Kau tidak melihatnya? Ratu tidak begitu menyukaimu," sahutnya sembari menerima kunci tersebut. Ada bisik-bisik di sekeliling mereka, tapi Nyonya Maiden hanya berdeham dan menarik koper mereka ke satu pintu kayu jati dengan ukiran nomor kamar. Lantai kayu itu licin, agak bising apalagi dengan koper-koper beroda mereka yang terus berputar-putar heboh. "Jadi, lebih baik kita urungkan niat baik kita dan pulang setelah ini."
"Tidak!"
Nyonya Maiden tetap memimpin jalan, sesekali mengembuskan napas lelah. Seharusnya hari ini dia sudah mengurus pengiriman kayu dan balok-balok es. Hari ini juga dia harus mengadakan rapat dengan para pegawainya untuk mendiskusikan liburan awal musim dingin. Namun di sinilah ia berada, terjebak di pondok mahal yang merogoh sakunya dalam, Lucia yang dongkol serta menanggung malu karena baru saja diusir dari istana Vacroz. Sebenarnya Nyonya Maiden paham dengan sikap tidak senang Lavirna. Apalagi kedatangan Lucia seakan mengusik ketenangannya. Nyonya Maiden paham arti tatapan penuh tertarik dari Darke dan kemungkinan lain. Putrinya memang menarik, itu jelas menjadi sesuatu yang raja incar-incar di saat ratu tidak begitu senang dengan gagan adanya "pihak lain" di rumah tangga mereka.
"Bu!" pekik Lucia, menyambar tangan Nyonya Maiden. "Dengarkan aku. Oke, hanya semalam tapi aku yakin kita akan pindah menginap di istana."
"Ckck, berhenti berkhayal."
Lucia mencebik. "Memang itu berlebihan? Toh kita tamu dan Raja Miguel pula yang meminta kita—"
"Kau tetap tidak paham ya, Lucia? Ratu tidak mau kita ada di sana apalagi menginap. Jadi sebelum memperlakukan dirimu lebih jauh." Nyonya Maiden meneguk ludahnya teramat pahit. "Lebih baik kita sadar posisi kita dan angkat kaki dari Vacroz. Toh aku banyak urusan di Nyx dan aku tidak bisa meninggalkan bisnisku lebih lama lantas mempercayakan Tuan Tom di saat dia itu pemabuk dan agak sinting."
Lucia mencelus di tempatnya. Dipandanginya Nyonya Maiden berhenti di satu pintu tersebut, memasukkan kunci di lubang knop pintu lantas mendorong pintu tersebut agak membuka. Lucia tetap tidak mau pulang sekarang. Bahkan dia baru sampai dan Vacroz nampaknya sudah mencuri perhatiannya. Dia mau berkeliling dan belajar! Di sini sempurna. Lucia melepaskan mantel seraya menutup pintu kamar mereka rapat.
Ada banyak pria-pria yang terus memperhatikan tadi di koridor dan Nyonya Maiden sudah menegur Lucia agar tidak "mengobrol sembarangan dengan orang asing di Vacroz" jadi dia pun menurut. "Tapi .. serius, aku ingin di sini saja, Bu." Nyx memang cocok dan keren. Tapi Nyx hanya penuh tumpukan salju serta hawa dingin, serta es es, kayu-kayu besar dan pohon rindang. Di sini lebih hangat, banyak pasar tumpah, pakaian warna-warni yang cantik dengan beraneka bahan, serta orang-orang dengan senyuman tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
rosé (2018)
RomansaDi masa ini, wajah cantik adalah bencana. Kau akan disekap oleh pihak kerajaan untuk menjadi penghibur para ksatria yang baru pulang dari medan perang atau kau akan menjadi selir raja. Lavirna Rose lahir sebagai gadis miskin. Dia hanya ingin bekerja...