rosé | 71

328 42 5
                                    

rosé | chapter tujuh puluh satu

.

.

Tangisan itu membuat penjara lebih hidup di pagi ini. Matahari baru merekah, dan suka cita membumbung tinggi, melingkupi sepenjuru istana. "Hidup calon pangeran! Hidup calon putri!" Meski getir, tabib itu menangis harus kemudian membawa dua bayi yang baru lahir tersebut. Lavirna tersenyum, memandang lemas orang-orang yang menemaninya sepanjang malam ini. Lavirna merasa napasnya pendek-pendek, tipis. Namun, dia meremas tangan Dayang Mary yang memandangnya haru.

"Yang Mulia, bayi Anda sangat tampan dan cantik."

"Terima kasih karena menemaniku. Ave pasti tidak sabar bertemu adik-adiknya," kata wanita itu, kemudian mengembuskan napas. Tubuhnya sakit di mana-mana, bahkan energinya tidak tersisa, namun semua sebanding. Rasa sakit dan segalanya dikalahkan setelah bayi-bayinya menangis dan melihat dunia. Ave. Lavirna lebih rileks seraya membaringkan kepalanya. Dayang Mary menyingkirkan helai rambut Lavirna yang bergelung tidak nyaman di sekitar bahu wanita tersebut. Dayang Mary meminta dibawakan air hangat dan handuk untuk menyeka leher dan sekitar wajah Lavirna. Tabib membersihkan tubuh Lavirna yang lain, dan beberapa orang diminta meninggalkan ruang penjara tersebut.

"Aku sangat bahagia," bisik Lavirna memiringkan wajah. Selama ini Lavirna pikir bahwa bertemu bayi-bayinya terasa begitu lama, dan membebani. Sekarang tidak lagi. Lavirna meremas lagi tangan Dayang Mary.

"Yang Mulia, kau yang terbaik."

Dayang Mary bergerak menyeka sekitar bawah rahang Lavirna, hati-hati ke dekat leher kemudian bahu Lavirna yang lengket akan keringat. Dia melakukan semuanya dengan hati-hati, sementara Lavirna berkedip memandangnya, tanpa mengatakan apa pun. Setelah ini, Lavirna akan lebih kuat. Meskipun bayinya lahir di penjara ini, tidak ada yang dapat menghalangi mereka untuk tumbuh menjadi anak-anak sehat dan diberi banyak perhatian serta cinta. Lavirna merasa satu ujiannya telah berhasil dilalui, dan ujian berikutnya akan dia hadapi dengan lebih baik.

Dayang Mary tersenyum, membersihkannya seraya memberikan banyak ucapan semangat. Lavirna bersyukur karena masih ada segelintir orang, di luar keluarganya, yang mau menerimanya. Ibu dan ayah mungkin enggan menengoknya, mungkin merasa malu dan tidak terhormat setelah apa yang dituduhkan padanya. Padahal, mereka tidak seharusnya mendengar satu pihak saja.

Tapi biar saja.

Lavirna tidak begitu butuh dukungan mereka. Dia merasa cukup sekarang. Ke depannya, dia akan mencari cara untuk lebih teguh dan terus menatap ke depan. Anak-anaknya akan menjadi tumpuannya, menjadi tempatnya bersandar sementara dia menghadapi seluruh proses sampai pembebasannya kelak. Aku pasti bebas. Aku yakin.

*

*

Darke tergesa-gesa, mengenakan jubahnya asal. "Di mana?" Baru saja terbangun dan belum sempat mencuci wajahnya, dia dikejutkan oleh berita tersebut. Padahal menurut tabib, perkiraan Lavirna melahirkan adalah lusa nanti. Kejutan! Darke langsung berlari di koridor itu lantas masuk ke ruangan. Di sana, kedua bayinya diselimuti selimut hangat dan tengah tertidur nyenyak.

"Mereka baru menyusu tadi, sekarang mereka sangat tenang," kata satu tabib.

Darke menatap keduanya dengan mata berbinar. Perempuan. Laki-laki. Dia tersenyum lebar, kemudian mulai menyeka air matanya yang meleleh begitu saja. Tampan dan cantik. Darke ingin sekali menggendong mereka, jadi tabib membantunya. "Anak-anakku," katanya seraya mengecup ringan pipi bayinya itu secara bergantian.

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang