rosé | 09

2.1K 206 17
                                    

rosé | chapter sembilan

*

*

*

Semua orang menahan napas di tempatnya. Tidak berapa lama, pintu lain di belakang Sang Kapten terbuka, menampilkan satu sosok masih dirantai dan penuh dengan darah yang sudah menempel bagaikan bagian kulitnya.

"Elle!" teriak Lavirna dengan kencang. Dia hendak mendekati gadis yang sudah sekarat tersebut, bagaikan hewan yang telah tercabik-cabik. Serigala kebanggaan yang selama ini dihujani pujian namun mati karena cakaran beruang. Dalam hal ini, karena tindakan satu awak kapal yang bengis terhadapnya.

"Elle ... kumohon .." Lavirna berontak kesal di borgolnya. Matanya sudha mendidih karena melihat gadis itu tergolek dengan napas yang pendek-pendek, bagaikan helaan napas yang terakhir. "Mengapa kalian ..."

"Aku bawa mereka berdua," cetus Pangeran Darke.

Sang Kapten tersenyum miring, dan mengusap sisi dagunya. "Tapi tentu saja, Yang Mulia, Anda tahu betul bayarannya..."

Darke bersiul pelan dan meminta pengawalnya untuk maju lantas menyodorkan satu peti besar. "Aku membawarnya, aku tidak pernah ingat. .." Sedetik Darke menunduk untuk melihat Lavirna yang terus menerus menangis di dekatnya. "Aku akan membawa mereka sekarang."

"Wah .." Ia dan beberapa kru kapal mulai membuka peti tersebut. Tidak berapa lama, pengawalnya cepat menarik Lavirna yang memberontak untuk bangkit, sementara itu yang lain langsung memapah Ellenoir yang nyaris tidak sadarkan diri.

Darke agak membungkuk dengan senyuman miring. Dia menaikkan dagu Lavirna, masih dengan kondisi gadis itu yang matanya basah. "Mau kabur lagi? Sampai kapan? Kau tidak akan bisa kemana-kemana."

"Yang ... Mulia."

"Kau akan menyesal telah kabur begitu saja," tukasnya. Darke menyuruh beberapa pengawal untuk ikut sedangkan sisanya masih bertahan di sana. Sesaat mereka sudah pergi dengan kudanya, Darke menoleh kecil untuk beberapa detik melihat bagaimana beberapa pengawal mulai menyerang para kru kapal termasuk mengancam akan menceburkan Sang Kapten ke lautan. "Bawa peti itu kembali ke istana. Itu tetap milikku."

.

.

Lavirna mencengkeram sisi jubah sang pangeran terus menerus. Bahkan sesaat mereka menuruni anak tangga gelap yang berdebu tersebut. Ada beberapa penjaga yang sontak terkejut dan menyambut mereka semua. Tidak biasanya ada kunjungan mendadak ke bagian tersingkan di kompleks istana. Ada dua kemungkinan; ada yang bebas atau akan ada yang bergabung.

"Jaga dia selama di sini. Beri makan yang baik, panggil perempuan lain untuk membantu membersihkan tubuhnya dan memakaikan pakaian yang layak dan kabari aku tiap sehari lima kali." ujar pangeran.

"Apa ... kumohon .. jangan .." Lavirna sudah menggeleng dan langsung ambruk di kaki pangeran. Tangannya masih terbogol rapat tapi dia tetap bersikeras menarik-narik ujung jubah besar Darke. "Jangan tinggalkan aku di sini!"

"Kalian dengar kan?"

Penjaga bertubuh tegap itu mengangguk, seraya memanggil beberapa anak buahnya yang baru dari ruangan lain. "Perintah Anda adalah yang utama, Yang Mulia."

Darke mulai berjongkok di dekat Lavirna yang masih sesenggukan. Agak menyedihkan melihat gadis cantik itu tersiksa bahkan nampak membantah berulang kali. "Aku ... aku masih sakit hati karena kau pergi meninggalkanku. Kuharap kau ambil waktu untuk merenungi semuanya. Aku tidak akan menemuimu sesering mungkin karena ada beberapa urusan. Hanya saja, jangan berontak."

"Kumohon. Jangan," ujarnya serak nan tersaruk. Lavirna mengedarkan pandangannya. Penjara itu remang-remang, lembab dan nampak seperti got. Dia bahkan bisa jamin kalau rumahnya saja tidak seburuk ini, bahkan gudang di rumahnya lebih layak. Tidak hanya itu, beberapa sel sudah terisi dan menampilkan wajah-wajah tidak senang dan keras. Tatapan mereka begitu dalam dan tajam seakan akan mengulitinya hidup-hidup. "Siapa .. mereka .."

"Para tawanan penting. Jangan dipikirkan, kau akan dapatkan sel-mu sendiri. Anggap ini kemurahan hatiku," katanya dan menyentakkan jubahkan agar terlepas dari genggaman lemah Lavirna.

"Yang Mulia!"

Pangeran Darke sudah berjalan menaiki undakan anak tangga, bersama dengan pengawal setianya. Sementara itu, Lavirna meremas ujung gaunnya yang sudah penuh debu dan noda darah. Dia bahkan tidak habis pikir akan berakhir di sini.

"Berhenti menangis, Nona. Masih untung kau dibiarkan hidup," ujar satu penjaga seraya menarik Lavirna agar bangkit. "Biasanya, Pangeran akan langsung memenggal kepala siapapun dan tidak mau bermanis-manis seperti tadi."

.

.

Dalam ruangan tersebut, Pangeran Darke mulai mencopot sarung tangan, jubah, serta sepatunya. Dibantu beberapa dayang, dia pun meminta menyiapkan ruang mandi untuk disiapkan bersama dengan ramuan herbal khusus. "Aku cukup lega sekarang dia tidak akan kemana-mana. Tapi .." Ia berbalik seraya melepaskan kancing di pergelangan tangannya. "Bagaimana dengannya?"

Penjaga itu membungkuk. "Nona Elle akan dirawat tabib istana, tapi kami tidak yakin dia mampu pulih. Dia cedera di seluruh tubuh dan lukanya cukup dalam. Masih beruntung dia bertahan, meskipun sehancur itu."

"Hm, aku jadi tidak tega."

Darke mulai melepaskan kemejanya, menampilkan otot-otot punggungnya yang kekar serta bagian depan tubuhnya yang terekspos indah. Dia berjalan santai dengan celana hitam masih menggantung di pinggul rampingnya. Tidak pernah dia pikir urusan perempuan akan serepot ini.

Darke pun melepas sisa pakaiannya dan masuk ke dalam tub besar yang sudah berisikan ramuan yang harum; seperti campuran mawar, vanili, dan sedikit madu. Dia merilekskan bahunya seraya memejamkan mata.

Nanti sore, pasukan sudah kembali ke barak mereka. Mungkin tidak akan yang berani bertanya soal Ellenoir, bahkan siapa yang sudah membantu gadis itu. Hanya saja, Darke yakin, orangnya pasti tidak jauh dari sini.

"Permisi, Yang Mulia .." Satu sosok sudah muncul di pintu ruang mandi besar dengan banyak keramik dan marmer mengkilap. Ada pantulan air dan uap-uap kecil yang terasa di kulitnya.

"Baron! Sudah lama tidak bertemu denganmu .." katanya dan menoleh singkat. "Mau bicara denganku beberapa saat? Kau adalah yang terbaik dari pasukan kami. Aku sangat senang kau akhirnya bertemu denganku."

"Maaf, Yang Mulia. Tapi saya selalu di sini, saya .. saya terhormat karena Anda memanggil saya."

"Ke mana kau kemarin? Bukankah pestanya cukup seru? Mengapa? Bosan kah?"

"Saya .. saya ada urusan .."

"Main-main di hutan?" Darke meraih sakunya kemudian mengeluarkan beberapa keping emas yang dia dapatkan dari pengawalnya yang menggeledah jubah Lavirna tadi. "Bukankah .. kau punya yang seperti ini .. hadiah dari istana?"

Baron sontak tergagap. Dia cepat menunduk. "Maaf .. maaf, tapi saya tidak, maksudnya, bukan. Itu bukan milik saya."

Darke terkekeh rendah. "Masih mau mengelak? Ayahku tidak memberikan yang seperti sembarangan. Aku hampir yakin bahwa kau pun tidak sebodoh itu untuk memberikan kepada salah satu prajurit pembelot istana ... hmm ..." Ia menyipitkan matanya. "Anakmu di pasukan Ellenoir juga kan? Kau mau menyampaikan sedikit pesan untuknya sebelum .. pergi?"

[]

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang