rosé | 52

404 37 1
                                    

rosé | chapter lima puluh dua

.

.

"Hati-hati, Ave."

Setelah memastikan Averuz berhenti berlarian dengan gelak tawa, Lavirna memandangi sekitar. Rupanya wilayah Nyx memang seperti perkiraannya; penuh dengan nuansa magis. Sejam lalu, Lavirna dan rombongan beserta Darke tiba di dataran Nyx. Raja Miguel masih terlihat bersedih membuat mereka pun datang dengan wajah muram dan penuh ucapan belasungkawa.

"Kecelakaan jarang terjadi dengan kuda-kuda Nyx. Mereka adalah kuda terlatih yang kuat menahan beban dan juga siap dengan banyak situasi," jelas Raja Miguel, agak tercekat. "Tapi mungkin bencana apapun dapat terjadi."

"Kami turut bersedih." Darke melirik Lavirna hingga Lavirna turut mengucapkan hal serupa. "Tapi kami masih melakukan penelusuran di lokasinya."

Raja Miguel mengangguk. "Apapun itu, kami akan berterimakasih atas usaha Anda, Yang Mulia. Lucia .. berumur pendek dan pemakaman Nyonya Maiden dan kurir kami sudah dilaksanakan pagi ini. Ada banyak yang bersedih tapi hidup harus tetap berjalan."

Lavirna mengendarkan pandangannya. Ada tiga tenda berkubah besar yang sengaja dibangun, lengkap dengan interior dalamnya yang megah serta karpet-karpet mahal sehingga nampak kontras dengan suasana dingin sekitarnya. Lavirna mengeratkan mantel tebal berbulunya, bergerak ke sisi tenda untuk mengecek sekitar. Apalagi mereka akan sampai sore di sini karena urusan Darke dan persiapan pembangunan kamp-kamp lagi. Pria itu kukuh harus mengawasi semuanya apalagi kamp militer sekarang memang hal terpenting jika sewaktu-waktu ada serangan ke Kerajaan Vacroz.

Lavirna belum mau membayangkan perang dan dia juga tidak tahu secara persis semengerikan apa perang. Hal tersebut makin dikuatkan karena di tanah Aporte tidak ada peperangan, seolah bagian tersingkirkan dari bumi. Aporte adalah pondok kecil bernaung yang diasingkan dan Lavirna nyaman sewaktu di sana.

Dayang Mary membungkuk di sebalahnya. "Yang Mulia, apakah ada yang Anda butuhkan?" tanyanya. Perjalanan perdana ini agak membuat para dayang khawatir apalagi wilayah Nyx jauh berbeda dari Vacroz yang cenderng hangat nan bersahabat.

"Aku .. baik."

Semalam Lavirna menghabiskan waktu untuk berendam dalam air hangat penuh bunga serta ramuan penghalus kulit sampai akhirnya dia dan Darke bergumul di ranjang hingga malam membuat kian detiknya memabukkan untuk mereka. Namun, Lavirna merasa segar terlebih tabib memberikan ramuan herbal yang diminumnya di pagi hari sehingga perutnya nyaman serta tubuhnya agak mulai terbiasa dengan suhu ekstrem di sini.

Dilihatnya Averuz terus berlarian lagi, membuat Darke langsung menggapainya dan menggendong bocah laki-laki itu. Hati Lavirna menghangat melihat kedekatan putranya dengan Darke. Apalagi Ave adalah anak yang sudah dekat dengan siapapun, dia akan terus dekat dengan sosok itu tanpa ada rasa kikuk. Ave meronta untuk diturunkan, menggerakan kaki-kaki kecilnya yang lincah untuk terus bergerak di tanah lapang tersebut.

Lavirna menunduk lantas mengusap perutnya. Dia sangat yakin dia akan mengandung tidak akan lama lagi. Mungkin Ave akan sangat senang dengan kehadiran adik kecil yang dapat diajaknya bermain serta berlarian bersama. Bahkan, mereka akan tumbuh dengan bahagia; berburu bersama, makan dengan riuh bersama atau bahkan belajar di ruang baca khusus bersama. Lavirna jadi ingat obrolan terakhirnya dengan Sir Ale. Ada sikap ganjil dari pria itu yang bicara seolah memojokkan Lavirna. Yah, Lavirna tidak senang dengan nada sinis Sir Ale seakan sebelumnya Sir Ale bukan pihak yang mendukung Lavirna menyingkirkan Lucia dari hadapan mereka.

.

.

Ratu Nyx punya wajah tirus dengan mata biru menusuk. Tetapi setelah dia tersenyum maka kesannya langsung berubah; dia ternyata sudah cukup tua dan mirip dengan ibu Lavirna. Ratu Nyx melebarkan tangan lantas mendekap tubuh Lavirna yang masih terbalut mantel cokelatnya. "Senang sekali karena kalian semua bisa datang," gumamnya hangat, berusaha mengalahkan uap-uap tipis yang terembus dari mulut mereka. Ratu Nyx langsung mempersilakan rombongan tersebut masuk.

Aula istana cukup mencengangkan apalagi dengan hiasan air mancur beku serta hiasan lain yang penuh dengan material es. Suasana di sini penuh dengan kesan beku, dingin, dan juga biru tembus pandang. Ratu Nyx memandu Lavirna dengan senyuman awet. "Akan menyenangkan jika Anda bisa menginap pula."

"Sebuah kehormatan dapat menginap tapi kami masih harus kembali ke Vacroz sore ini, Yang Mulia."

Wanita itu mengangguk samar. "Begitu. Mampirlah sesering mungkin. Ah ya, kami punya manisan plum, apakah kau mau? Ini dibuat khusus di sini dan mereka juga punya cemilan lain yang lezat. Ah ya, kami punya stok daging-daging rusah muda yang sehat dan manis pula."

"Terima kasih banyak."

Ave menggandeng tangan Lavirna seraya memperhatikan para orang dewasa yang tengah bercakap-cakap di kursi besar. Ada kalanya Ave ingin melihat-lihat seisi istana yang menurutnya seperti wahana bermain tapi ada kalanya Lavirna menatapnya dan mengisyaratkan agar Ave tetap duduk bersama dengan mereka. "Ibu."

"Ya?"

"Apakah kita akan berjalan-jalan lagi?" tanyanya pelan. Ave nampak kurang tertarik dengan obrolan menjemukkan yang memenuhi ruangan. Sehingga Ratu Nyx cepat mengajak Ave untuk menengok taman belakang istana mereka, melihat koleksi-koleksi beruang putih mereka yang diternakan dekat sini sebelum diangkut ke pusat konservasi dekat kaki gunung. Ave memekik melihat dari dinding kaca sewaktu gumpalan bulu warna seputih salju itu berguling-guling manja atau mendekap kaki para pelatih mereka.

Ave berusaha mengetuk-ngetuk dinding kaca, berupaya untuk menarik perhatian para beruang itu tapi dia berakhir cemberut kemudian terus memperhatikan dari jauh.

.

.

Sosok tersebut agak mengerang. Dilihatnya sekitar dengan mata terasa berat sedangkan seluruh persediannya memprotes kala ia ingin bergerak. Seseorang mendekati ranjang sesaat ia hendak duduk. "Kau masih harus istirahat, Nona."

"Di—dimana aku?"

"Kenalkan namaku Svaz. Aku menemukanmu di dekat jurang dengan kondisi sekarat tapi beruntung karena kau belum terperosok dan tersangkut di tepian karena gaun yang kau pakai," ujar pria berambut gelap itu. Svaz pun bangkit untuk mengambil mangkuk tanah liat yang berisi ramuan obat dan mendekatkan ke bibir gadis itu. "Kau beruntung masih bisa bertahan. Apakah kau .. tahu darimana asalmu?" Svaz sejenak ragu. Menilik dari penampilan gadis itu jelas dia bukan dari Vacroz apalagi dengan kulit pucat, rambut hitam dan mata cerah seperti ini. Svaz yakin dia juga berasal dari luar wilayah karena aksen bicaranya yang tidak biasa. "Aku bisa mengantarkanmu pulang."

"Aku .." Kosong. Tidak tahu. Siapa aku.

Aku di mana.

Aku..

Gadis itu mengerang hingga Svaz membantunya untuk berbaring lagi. Beberapa luka goresan sudah mengering tapi luka di dalam, termasuk juga lengan yang terkilir akan butuh waktu untuk penyembuhan.

"Sebaiknya kau istirahat. Jangan dipikirkan."

"Hm." Ia bahkan tidak ingin tahu mengapa dia bisa sampai di tepian jurang dan apa yang tengah dilakukannya sebelum itu? Di mana dia sekarang? Apakah yang terjadi? Sosok seperti apa dirinya ini? Mungkin anggota kerajaan? Bingung. Svaz menatapnya seakan mengatakan untuk tidak dipikirkan. "Terima kasih sudah merawatku."

"Bukan masalah," jawabnya dan tersenyum. "Kau tahu, sebaiknya kau tinggal di sini apalagi dengan wajah seperti itu."

"Wajahku—"

"Ada luka serius di dahi dan pipimu tapi itu akan sembuh. Selain itu, di sini kau tidak berhak menunjukkan kecantikanmu sama sekali. Aku khawatir .. aku khawatir Ratu tidak akan senang jadi sebaiknya kau diam saja di kamar."

Ratu?

[]

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang