rosé | 69

337 34 23
                                    

rosé | chapter enam puluh sembilan

.

.

Ballroom sesak dengan tubuh orang-orang. Gaun-gaun cantik aneka warna membuat mereka mirip kupu-kupu yang berterbangan indah di taman. Para pria mengenakan tuksedo kebanggaan mereka dan membicarakan sejumlah bisnis dan kekayaan keluarga kerajaan Vacroz. Tak ada yang bersedih, tawa bercampur dengan kikikan para pelayan yang sigap menyajikan anggur-anggur terbaik.

Di satu sudut ballroom, satu pria tinggi rupawan tengah menyesap anggurnya pula. Darke terlihat gagah seperti biasa. Bahkan jasnya dijahit secara khusus dengan benang emas yang membuat sebagian orang sulit berkedip. Darke merapikan rambutnya hingga wajahnya makin tampan. Tak ada yang pernah meragukan gen keluarga Vacroz dan Darke jelmaan nyata seorang raja yang tampan dan mapan.

Lucia mengenakan gaun tak kalah mewah; penuh dengan hiasan bertahtakan mutiara, dan dia menggelung rambutnya di sisi bahunya yang terbuka. Lucia terlihat manis, mungil, mirip peri yang hanya dapat dilihat sebagian peneliti yang beruntung melihatnya. Lucia menjadi magnet pesta ini.

Darke mengisyaratkan Lucia agar mengamit sisi lengannya, mereka mulai bergabung ke lantai ballroom untuk menari bersama yang lain. "Lihatlah dirimu."

Lucia tersenyum malu-malu. Di ruangan itu, Sir Ale mengamati dengan penuh tertarik. Setelah penobatan Lucia (yang cukup khidmat), pasangan itu bagaikan dimabuk asmara. Lucia dengan segala ekspresinya itu jelas senang juga karena resmi menjadi selir raja setinggi Darke. Sir Ale pun sadar Lucia cukup puas dengan pesta di malam ini.

Hah, dasar munafik.

Sir Ale tersenyum sinis, kemudian mulai merapikan setelan jasnya. Agenda malam ini baru dimulai, dan Sir Ale penasaran akan ada kejutan apa di pesta penuh dengan bangsawan dari banyak kerajaan.

*

*

Gudang penyimpanan mereka hampir kosong. Tersisa tiga karung gandum padahal mereka harus bertahan dengan banyak pengungsi. Lavirna cukup khawatir apakah semua orang akan kenyang. Dia juga sudah meminta yang lain untuk berhemat, karena di situasi sekarang, mereka harus ekstra mengatur pengeluaran. Apalagi bangunan-bangunan mereka belum sepenuhnya diperbaiki, dan tenda ini makin sesak di tiap harinya.

Lavirna menutup pintu itu dan berbalik lagi. Walter menatapnya, merasakan kecemasan ratu mereka. "Yang Mulia, kami akan terus membantumu dan membantu yang lain," katanya.

"Terima kasih. Aku berutang banyak hal dengan kalian. Untuk sekarang, kita harus mencari alternatif pangan yang lain agar semuanya tetap makan."

Walter mengangguk. Tak lama, Emre bergabung dengan mereka. Pria itu terlihat jantan, dan sekarang keringat menghiasi leher dan wajahnya. Emre bertugas membangun saluran air dan memperbaiki tenda yang bocor jika hujan menyapu wilayah itu. Emre pun membawa banyak kayu bakar jika salju mendadak turun. Iklim Vacroz sedang tidak bagus, dan jangan sampai ada yang sakit.

"Terima kasih, Emre," gumam Lavirna.

"Bukan masalah, Yang Mulia." Emre melirik kereta kudanya. "Saya masih ada pekerjaan di dekat sini, tapi nanti sore saya akan kembali dan semoga kita bisa mendapatkan jatah gandum dari sana. Saya akan berusaha."

Lavirna mengangguk. Dia berniat menjual sejumlah perhiasaannya. Tak peduli jika dia tak bisa mengenakan perhiasaan mahal itu, toh itu pemberian Darke dan tak seharusnya dia terus menyimpannya. Ave bergabung dengan menarik tangan Lavirna. Setidaknya Ave jadi punya banyak teman sekarang. Bahkan Ave tak peduli perbedaan statusnya dengan anak-anak pengungsi itu. Ave terlihat lebih bahagia, dan lincah.

rosé (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang