CHAPTER 20

1.1K 245 42
                                    

DISCLAIMER

Hypnosismic © KING RECORD
STORY © Hatarakimono


Happy reading
••••••••
••••••
••••
•••
••


Keran wastafel membasuh telapak tangan yang dihiasi darah. Laki-laki bersurai biru gelap menyeka darah yang masih menyisa di ujung  bibir, memilin tisu guna menyumbat darah yang keluar dari hidung nya.

Dice melihat pantulan dirinya di kaca. Wajahnya terlihat lebih layu tidak seperti biasa, bekas-bekas darah belum bersih masih menempel sekitar pipi, dan kepalanya terasa berputar sejak tadi.

Dice mengepal namun terkulai kembali, tubuh nya mulai mati rasa. Efek timbal balik yang menyerang mulai menggerogoti tubuh, dengan begitu sisa hidupnya semakin berkurang, Dice maupun Ramuda dan Gentaro tidak kaget dengan kenyataan itu.

Kenyataan bahwa mereka akan mati perlahan-lahan.

Pintu kamar mandi terbuka, laki-laki bersurai coklat datang dengan sekotak tisu dan menaruhnya pada wastafel. Ia memperhatikan teman yang telah dianggap keluarga nya itu.

Pasti efek obat-obatan dan suntikan yang mereka dapat saat dalam masa penangkaran kembali bergerak aktif menggerogoti tubuhnya, ya tubuh bagian dalam mereka semakin rusak. Dan saat ini obat yang diberikan orang 'itu' tidak dapat menghentikan kematian yang telah menunggu mereka.

Tinggal menunggu waktu.

" Sudah lebih baik?" Tanya Gentaro.

Dice tidak perlu berbalik untuk melihat Gentaro karena mereka bisa saling bertatapan lewat pantulan bayang pada kaca besar kamar mandi.
" Yaaaa buruk. Bagaimana denganmu?"

Gentaro tersenyum kecil, " Tidak lebih baik, aku sudah melewati nya kemarin, dan bisa dikatakan sekarang lebih baik."

" Jangan berkata berbelit Genta, aku sedang tidak ingin mendengar sebuah ujaran pepatah." Ujar Dice mengganti sumpalan hidungnya dengan yang baru.

" Kau masih bisa bercanda Daisu. Biar aku antar ke kamar." Ujar Gentaro, mengambil tangan Dice dan mengalunginya di bahu, membopong laki-laki 19 tahun itu untuk pindah ke kamarnya.

Gentaro menutup pintu kamar Dice. Pandangannya tertuju pada Ramuda yang tampak termangu di ruang tengah dengan kertas gambar berisi desain pakaian dibiarkan berceceran begitu saja. Gentaro menghampirinya, mengambil tempat duduk di seberang laki-laki mungil itu.

Wajah tertekuk nya saat memang kertas bergambar dengan tatapan kosong menandakan dia sedang berpikir keras, namun tidak seperti biasanya yang tampak tetap imut walau sedang serius, ekspresinya kali ini lebih dalam.

" Kau bisa kembali ke Shibuya lebih dulu Ramuda, aku akan menyusul."

Ramuda mendongak menatap Gentaro. " Aku bukan sedang mengkhawatirkan toko ku Gentawo. Yaaa walau aku harus membuat karya sebanyak-banyaknya sih hehe."

Gentaro menghela nafas, mengambil sebuah buku saku yang berada di mantel tidurnya. Melihat tulisan tangannya sendiri yang disusun rapih berupa point-point alur cerita yang dalam masa proses.

" Yaaa kau benar, aku juga harus menyelesaikan deadline ku sebelum ide-ide ini menghilang."

Ramuda menyadarkan punggungnya pada soffa, menarik nafas dalam-dalam, ia memegang dadanya yang terasa sakit ketika melakukan itu.

" Gentawo. Apa menurutmu [Name]-chan juga mendapatkan obat itu dari profesor?" Tanya nya tiba-tiba.

Gentaro menerawang, mengapit dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.
" Hmmm, setelah melihatnya baik-baik saja, sepertinya dia mendapatkannya."

Atarashi Hito✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang