CHAPTER 36

968 172 59
                                    

DISCLAIMER

Hypnosismic © KING RECORD
STORY © Hatarakimono


Happy reading
••••••••
••••••
••••
•••
••


Bidak demi bidak berpindah pada papan hitam putih, prajurit dan petinggi berganti posisi, namun yang paling tinggi masih bersembunyi.

Rei sudah terbiasa dengan situasi ini. Jika diibaratkan permainan catur hanyalah bidak mini dari penggambaran kekuasaan yang berbeda dalam jangkauannya. Hidup adalah permainan besar, dengan papanya adalah dunia dan pion-pion manusia. Mengambil peran sang pengusa semua masih terasa di genggaman Rei hingga rasanya terbiasa. Rutinitas yang tak terlepas walau tak dapat dipandang mata. Tidurpun dia dapat merasakan jari-jarinya terikat dengan benang kehidupan, begitupula dengan otaknya yang tak dapat tenang sebelum permainan yang panjang ini berakhir.

Dalam pertempuran baik dan jahat dilambangkan dengan dua warna itu. Namun pada potret kehidupan yang telah lama berlalu abu-abu adalah pendominasi. Warna abu berasal dari pencampuran hitam dan putih, baik dan jahat, dan itu sangat mewakilkan bahwa dunia masih tidak hanya berbicara soal siapa yang baik maupun yang jahat.

Karena dunia memang di tidak dapat terlepas dari itu. Warna monokrom yang cocok melambangkan kesedihan dan keadilan yang semu.

Jika hanya hitam mendominasi pada hal buruk pergilah ke neraka. Jika putih mendominasi untuk baik, berarti kau sudah berada di surga.
Maka abu-abu untuk dunia.
  
Saburo menaruh kembali tangan kanannya ke dalam pangkuan setelah menjalankan pion putih pada kotak hitam.

" Kenapa kalian tidak jadi kembali?"

" Hoooo kenapa ya? kenapa ingin tau?" Balas sang ayah sembari mengelus janggutnya yang ditumbuhi bulu halus yang mulai kembali lebat.

" Ugh!! Cu-cuma ingin tau."

Saburo menatap Rei dengan tajam menyembunyikan rasa gelisah sekaligus malunya. Saburo merasa benar-benar kacau, tidak biasanya dia tidak dapat mengontrol ekspreksi, dan parahnya dia tidak dapat menghindar saat ini. Padahal ada kalanya dia bisa berakting dengan lancar di depan orang lain Jiro maupun Ichiro.

Rei mendengus geli, sebuah rasa yang sudah lama tidak dia rasakan menggelitik hatinya, memang terasa menyenangkan, namun di satu sisi dia tau bahwa dia tidak akan bisa kembali ke masa-masa itu lagi, itulah resiko yang harus Rei terima atas keputusannya.

" Karena kau merajuk tidak ingin ditinggalkan?"

" AKU TIDAK MERAJUK!!" Tangan Saburo mengepal dan dalam keadaan tersentak lututnya menghantam meja kayu tempat papan catur itu berada membuat beberapa pion dalam bidak bergeser tempat. Diapun mengaduh kesakitan mengelus lututnya saat tulang yang menonjol itu beradu dengan meja kayu.

" Kenapa marah kalau kau memang tidak merajuk?"

" Itu karena kau mengejekku."

Rei melipat kedua tangan di dada sembari memperhatikan wajah jengkel yang dihiasi semburat merah samar anak bungsunya itu, pria itu menyeringai.

Benar, Rei tidak bisa kembali mengawasi anak-anaknya dari dekat kembali dalam jangka lama karena waktu terus berjalan dan sudah banyak yang berubah. Anak-anak nya sudah semakin dewasa, begitupula dengan dirinya yang semakin tua, waktu yang tepat untuk hidup berpisah, dia benar-benar tidak bisa kembali dengan alasan menebus kesalahannya yang telah meninggalkan mereka sebelum waktunya.

Begitupula dengan Saburo, Terakhir kali Rei melihat wajah anak ini dari dekat itu saat umurnya masih 7 tahun. Anak yang ceria walau agak malu-malu. Rei selalu mengingat wajah cerah dengan semburat merah saat dia memanjat kepangkuan Rei untuk meminta membacakan buku cerita ataupun buku pelajaran milik kakak tertuanya. Atau wajah cemberut penuh air mata karena hal-hal kecil yang tak sesuai dengan dirinya.

Atarashi Hito✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang