Deon menatap gundukan tanah didepannya dengan raut wajah datar. Sebelah tangannya menggenggam bunga mawar putih.
Deon berjongkok. Meletakkan bunga yang dia bawa di samping batu nisan. Tangannya bergerak mengelus batu nisan. Setetes air mata berhasil jatuh dari pelupuk matanya.
"Kalau seandainya gue pergi, lo bakal nangis nggak?"
Perkataan Clara tempo hari melintas dipikiran Deon. Ia menggigit bibirnya bawah kuat. Mengepalkan tangannya kuat-kuat. Untuk kedua kalinya Deon kehilangan seseorang yang dikenalnya. Walau ia dan Clara baru beberapa bulan mengenal, namun ia tau semua tentang Clara. Bahkan, Deon adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang penyakit yang diderita gadis itu hampir 2 tahun lamanya.
"Yon, apa gue bisa sembuh? Apa gue bisa bahagia sama orang yang gue cintai? Menurut lo gimana?"
"Tergantung takdir Tuhan."
Takdir? Deon terkekeh miris. Ternyata takdir Tuhan semenyakitkan ini ya? Tapi kenapa harus Deon? Kenapa Tuhan tak pernah berpihak kepadanya? Apakah ini karma, karna ia sempat berpikir menghancurkan hubungan Gara, sahabatnya sendiri?
"Takdir emang keras ya. Jujur, gue nggak ngerti jalan hidup gue kaya apa. Kemaren Oma yang ninggalin gue, sekarang lo."
Beberapa hari yang lalu, Oma, orang tua dari papanya meninggal dunia dikarenakan penyakit kanker darah. Kejadian itu membuat Deon benar-benar terpukul.
Selama ini, Oma sudah menjadi nenek sekaligus teman curhat Deon disaat dia benar-benar butuh orang tempat bersandar. Oma-nya selalu memberikan nasihat yang bisa membuat hati Deon sedikit tenang. Beda halnya dengan kedua orang tuanya, yang hanya mementingkan bisnis dibanding anaknya sendiri.
Deon menghembuskan nafasnya. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh hingga membasahi makam Clara.
Deon tau, Clara kecewa karna ia membatalkan rencana mereka secara tiba-tiba. Dan Deon tau, seberapa bencinya Clara waktu itu kepadanya. Deon melakukan itu bukan tanpa sebab.
Awalnya, Deon memang ingin memiliki Acha seutuhnya. Namun setelah dipikir-pikir kembali, ia merasa jahat sudah mengkhianati sahabatnya sendiri. Selama ini Gara selalu menjadi teman yang baik. Mendengarkan keluh kesah Deon mengenai orang tuanya yang selalu sibuk dengan bisnis mereka. Memberikan semangat agar Deon bangkit dan tidak semakin larut dalam kesedihan. Itu semua bukti bahwa ialah yang jahat selama ini. Mengorbankan persahabatannya demi seseorang yang jelas tidak bisa dimiliki.
Deon menegakkan kepalanya. Mendongak keatas, langit sudah berubah gelap. Setetes air hujan mulai membasahi rambutnya. Ia segera berdiri. Menatap makam Clara sebentar. "Gue pulang dulu. Lo nggak perlu segan-segan buat datang ke mimpi gue." Ucap Deon. Lelaki itu tersenyum simpul.
Deon membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari pemakaman. Mungkin kini saatnya dia menerima semuanya. Membiarkan Tuhan mengotak-atik jalan kehidupannya. Karna ia yakin, pilihan Tuhan adalah pilihan yang terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acha Milik Gara [End]
Teen Fiction[PART DI PRIVAT ACAK. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Udah berani nakal ya lo!" Gara memelototkan matanya. Acha meneguk salivanya susah payah dan nyengir. "Hehe, e-enggak lagi kok. Suer deh," Melihat tampang Gara yang begitu menyeramkan, mampu membu...